Sebuah terowongan yang berada di Banyumas mengalirkan air yang melimpah ke beberapa desa di sekitarnya. Ternyata, terowongan ini tidak terbentuk secara alami. Namun ada orang-orang yang sangat berjasa di balik berdirinya terowongan ini.
Tanpa alat bantu yang memadai, orang-orang mampu membuat terowongan hingga lebih dari 500 meter. Berkat adanya terowongan ini, desa-desa tak lagi kekeringan. Lalu, bagaimana sih kisah orang-orang yang membangun terowongan yang amat bermanfaat bagi kehidupan di desa sekitar ini? Simak ulasan berikut.
Terowongan ini bernama Terowongan Air Tirtapala, namun banyak orang menyebutnya sebagai Terowongan Sanbasri. Terowongan ini berada di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Berawal dari seorang warga yang melihat desa yang begitu kekeringan, ia pun mencari solusi agar air dapat mengalir ke desa.
Ialah Sanbasri, seorang petani yang memiliki ide untuk membangun terowongan demi mengalirkan air. Bersama dengan 7 orang lainnya, Sanbasri merencanakan dengan sangat matang. 7 orang tersebut adalah Tadirana, Sadirana, Sanwiraji, Sumardi, Ngalireja, Sanbesari, dan lurah pertama yaitu Darwan.
Pada tahun 1949, penggagasan dilakukan oleh Sanbasri dan ketujuh orang yang bakal membantunya. Kedelapan orang ini tidak berasal hanya dari satu desa saja, melainkan dari 3 desa dan dibantu oleh belasan warga lain untuk pengerjaan terowongan.
Sanbasri sendiri bertindak sebagai penanggungjawab pembuatan terowongan, sedangkan Tadirana seorang insinyur yang berperan sebagai perancang terowongan. Setelah melalui proses perizinan hingga perencanaan, terowongan mulai dibangun pada tahun 1952.
Siang dan malam, Sanbasri bersama warga lain mengerjakan penggalian terowongan selama 24 jam. Mereka pun rela menginap di hutan sekitar terowongan, karena saat itu di sana masih hutan belantara yang membuat jarak terasa lebih jauh dari rumah mereka.
Bukan saja harus bekerja 24 jam dan menginap, mereka juga melakukan penggalian terowongan dengan peralatan seadanya dan dilakukan secara manual. Apalagi, tidak semua batu bisa dipahat dengan mudah. Ada beberapa bagian yang amat keras, sehingga butuh digeser. Perjuangan mereka amat keras hingga akhirnya terbentuklah terowongan yang mengalirkan air ke desa.
Pada tahun 1956, akhirnya terowongan pun jadi sepanjang 550 meter, setinggi 2 meter, dengan lebar 80 sentimeter. Terowongan Sanbasri ini dapat mengalirkan air dari Sungai Logawa ke 6 desa, termasuk Desa Kalisalak. Ada keunikan dari terowongan ini, yaitu alurnya yang mengikuti kontur gunung. Selain itu, terdapat jendela untuk ventilasi setinggi 10 meter hingga 20 meter.
Dulunya, warga hanya mengandalkan hujan untuk mengairi sawah, kesulitan saat kemarau, hingga hanya panen setahun sekali. Setelah ada Terowongan Sanbasri, warga dapat menanam sepanjang tahun dengan air yang tetap mengalir meski kemarau. Mereka pun bisa panen dua tahun sekali dan produksi padi melimpah. Selain untuk mengairi sawah, aliran air dari Sungai Logawa juga dimanfaatkan untuk membuat kolam ikan.
BACA JUGA: Ingin Lepas dari Kemiskinan Penduduk Desa Terpencil Ini Pahat Gunung Selama 15 Tahun
Siapa sangka, desa-desa yang dulunya kekeringan bisa merasakan air yang melimpah hingga bertahun-tahun kemudian? Dan hal ini bisa terjadi karena seseorang yang begitu peduli melihat keadaan ini.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…