Rosita Istiawan, perintis Hutan Organik Megamendung. [Sumber gambar]
Di tengah keputusasaan untuk menjaga kelestarian alam, Indonesia membutuhkan sosok yang berani melindungi sumber daya alamnya. Salah satunya adalah Rosita Istiawan, wanita yang tak pernah menyerah untuk menghijaukan kembali tanah Indonesia.
Rosita memiliki prinsip, kalau sudah tidak ada hutan, bikin lagi saja hutannya. Sebuah pemikiran yang sederhana meski sulit untuk mewujudkannya. Namun ia bisa melakukannya.
Cukup menarik bila mengetahui awal dari Hutan Organik Megamendung. Sebuah keinginan dari Bu Rosita untuk memenuhi keinginan almarhum suaminya untuk memiliki rumah di pinggir hutan.
Bu Rosita memulai semuanya benar-benar dari nol. Demi membangun hutan impiannya, ia dan suami menjual aset-aset yang ada serta menabung hingga cukup uang. Akhirnya terbeli juga tanah seluas 2.000 meter sebagai lahan pertama.
Ya, keinginan itu sederhana meski untuk mewujudkannya membutuhkan tekad yang luar biasa. Butuh waktu 25 tahun bagi Bu Rosita untuk membangun kembali hutan organik dengan luas sekitar 30 hektar di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Dengan ketelatenan dan tangan dinginnya, ia merawat tumbuhan yang ada di area tersebut hingga menjadi pohon besar. Kini, senyum terpancar dari wajahnya usai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor secara resmi mengakui dan menetapkan kawasan yang ia rawat sebagai bagian dari hutan kota Kabupaten Bogor.
Ketika orang lain membabat hutan dengan berbagai alasan, terutama pembangunan dan perkebunan, Bu Rosita bertindak sebaliknya. Dengan menggunakan tanah bekas kebun singkong, tanpa sumber air, serta pH tanah yang masam tetap tak menyurutkan keinginannya untuk membangun hutan.
Suka dan duka, serta berbagai tantangan ia hadapi. Mulai dari sulitnya mendapatkan air untuk hutan tersebut hingga matinya ribuan bibit tumbuhan pertama yang ia tanam. Ia tidak menyerah dan dengan berbagai cara menemukan jalan untuk mengembalikan keindahan alam di tempat tersebut.
Patah tumbuh hilang berganti. Tekad sudah bulat. Bu Rosita tak lagi memperlihatkan raut menyerah. Ketika bibit gagal tumbuh, dirinya mencoba menanam ulang dengan sistem tumpang sari, membuat pupuk organik, sampai bersusah-susah membangun pompa hidram demi mengangkut air menuju lereng.
Pelan namun pasti, usahanya membuahkan hasil. Tiga tahun kemudian, mulai muncul dua mata air yang dulu mengering. Akibatnya, tanah pun melembab dan tumbuhan ‘berani’ tumbuh di sana hingga membentuk sebuah hutan buatan.
Tak ada yang tak mungkin, termasuk bagi Bu Rosita. Perjuangan keras selama 25 tahun terbayar tuntas dengan kembali hijaunya lahan yang dirawatnya dengan sepenuh hati dan tenaga.
Kini, ruang hijau itu menjadi tempat perlindungan bagi flora, rumah untuk para satwa, serta bagian penting untuk manusia. Tempat itu bernama Hutan Organik Megamendung yang kini menjadi sumber air, paru-paru dunia yang kecil, serta bukti bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk menyelamatkan dunia.
Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…
Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…
Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…
Duka terus menghampiri bangsa Indonesia di penghujung tahun 2025 ini. Belum kelar bencana banjir hebat…
Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…
Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…