Banyak pahlawan nasional yang sudah diakui oleh negara kita karena jasa-jasanya dalam berjuang melawan penjajah dan meraih kemerdekaan atau berjuang demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Sebagai warga negara Indonesia, kita tidak boleh melupakan perjuangan mereka semua dalam menentang para penjajah.
Meski begitu, terkadang ada juga beberapa pejuang yang meskipun memiliki jasa begitu besar, namun ia malah terlupakan. Salah satunya adalah Tan Malaka yang sebenarnya memiliki jasa sangat besar dalam kemerdekaan negara Indonesia. Karena bisa dikatakan bahwa beliaulah yang pertama kali berjuang menentang antikolonialisme di negeri ini. Bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925) mencetuskan tentang konsep “Negara Indonesia” dan buku ini pulalah yang menginspirasi Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan bapak bangsa lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Perjuangannya dilakukan dengan menulis buku, membentuk kesatuan masa, bicara dalam kongres internasional, dan bahkan ikut bertempur di medan perang melawan Belanda. Karena kegiatan-kegiatannya ini, namanya begitu dikenal di Belanda hingga ia harus beberapa kali dipenjara, diburu interpol, juga dikejar-kejar polisi internasional.
Tan Malaka memang sosok yang membenci ketidakadilan dan peduli terhadap penderitaan para buruh. Hal itulah yang membuatnya aktif dalam organisasi yang menentang segala hal yang menyusahkan para buruh dan bergabung dengan ISDV yang kemudian berubah menjadi PKH atau Partai Komunis Hindia.
Berbicara soal komunis memang membuat kita merasa ngeri apalagi dengan masalah keganasan G30S yang pernah terjadi. Namun saat itu, Tan Malaka murni bertindak demi kesejahteraan rakyat pribumi. Saat memiliki kesempatan memimpin PKH, Tan Malaka yang memang lebih frontal dengan teran-terangan menentang Belanda dan membantu melawan penindasan terhadap pekerja. Hal inilah yang membuatnya ditangkap dan dibuang ke Belanda.
Ketika Tan Malaka sudah kembali ke tanah airnya dan Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata Indonesia belum benar-benar bebas dari Belanda. Ia merasa para pemimpin negara baru ini, yaitu Soekarno, Hatta, dan Sjahrir terlalu lembek terhadap Belanda yang masih terus berusaha menguasai Indonesia. Bagi Tan Malaka, kemerdekaan dengan adanya proklamasi itu sudah diraih sepenuhnya, jadi tidak perlu melakukan perundingan apapun dengan Belanda. Ia khawatir perjanjian-perjanjian seperti Linggarjati dan Renville justru merugikan Indonesia nantinya.
Tan Malaka akhirnya tetap berkeliling dan berjuang mengusir Belanda yang mencoba kembali menyusup ke Indonesia. Ia juga mendirikan perkumpulan beranggotakan masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah Indonesia yang lebih memilih jalur perundingan, padahal masyarakat menilai bahwa Indonesia seharusnya telah merdeka. Pihak pemerintah yang berusaha menekan konflik merasa kerepotan dengan ulah Tan Malaka yang berusaha mempertahankan kemerdekaan ini sehingga ia ditangkap dan dipenjara.
Setelah keluar dari penjara, ternyata apa yang ia khawatirkan tentang hasil perundingan tersebut benar-benar terjadi dengan isi perjanjian Renville yang hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera sebagai wilayah Republik Indonesia. Tan Malaka yang jengkel kembali melakukan gerakan-gerakan untuk menentang hal ini. Tapi sekali lagi ia malah dianggap pembuat onar.
Tidak mau menyerah, ia tetap berjuang dan ikut menghimpun kekuatan di Jawa Timur untuk menghadapi Agresi Militer II. Perjuangan dan himbauannya untuk menentang Belanda berhasil membakar semangat para pejuang, tapi oleh pemerintah ia justru dianggap pemberontak berbahaya. Sejak saat itu ia diburu dan akhirnya ditembak oleh Tentara Nasional Indonesia di Kediri, Jawa Timur pada 19 Februari 1949. Hingga kini, jenazahnya pun tidak diketahui berada di mana. Ada yang bilang ia dimakamkan secara rahasia, tapi ada juga yang mengatakan bahwa jenazahnya dihanyutkan di Sungai Brantas.
28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengangkat nama Tan Malaka sebagai pahlawan nasional Indonesia. Namun 3 tahun kemudian, setelah Soekarno turun dari jabatan presiden nama Tan Malaka kembali hilang dan tidak pernah terdengar lagi, barulah beberapa waktu lalu kisah tentang pahlawan yang satu ini kembali diceritakan.
Kita yang hidup di era modern mungkin memang sulit membayangkan bagaimana kehidupan di masa perjuangan. Mengapa pemerintah memilih berunding, atau mengapa Tan Malaka memilih ngotot mengusir Belanda tanpa kompromi. Kita tidak bisa langsung menunjuk siapa yang salah, karena sebenarnya keduanya sisi sama-sama berjuang untuk meraih kemerdekaan meski dengan taktik yang berbeda. Yang bisa kita lakukan adalah dengan tetap menghargai perjuangan para pahlawan ini yang berani mengorbankan nyawa untuk kemerdekaan Indonesia.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…