Cerita miris para veteran RI di Indonesia, seakan menjadi sebuah kisah pilu yang kerap terjadi. Hanya segelintir dari mereka yang di masa tuanya, mendapatkan pengakuan, penghargaan dan bahkan bantuan dari pemerintah. Tak seperti sosok Djuwari berikut ini. Hidup terkungkung kemiskinan, siapa sangka jika Djuwari dulu adalah seorang pejuang yang ikut menggotong tandu Panglima Besar, Jenderal Sudirman. #trowbek17an
Ia terjun langsung di medan yang berat bersama dengan beberapa rekannya, yang bertugas menopang tandu untuk membawa sang Jenderal bergerilya. Sudirman kala itu sedang menderita penyakit TBC yang bersarang di paru-parunya. Djuwari yang bertugas sebagai pemapah tandu, tetap setia menemani dirinya keluar masuk hutan untuk melancarkan perang gerilya.
Pagi hari pada tanggal 6 Januari 1949, Djuwari bersama tiga orang temannya, Karso, Warto, dan Joyodari, tengah menuju Dusun Magersari, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk untuk menghadapi para penjajah. Dengan semangat, keempatnya memanggul tandu dan berjalan kaki sekitar 30 kilometer dari Dusun Goliman menuju Dusun Magersari dengan melintasi kawasan perbukitan Gunung Wilis.
Tidak seperti prajurit lainnya. Meski Djuwari ikut sebagai pasukan gerilya di bawah pimpinan Jenderal Sudirman, tugasnya hanyalah membawa tandu. Tanpa memanggul senjata seperti kebanyakan gerilyawan lainnya. Di antara keempat orang pemikul tersebut, kini hanyalah menyisakan diri Djuwari seorang. #trowbek17an
“Saat itu kami merasakan ikut berjuang, meskipun tidak dengan cara memanggul senjata seperti tentara lainnya,” ujarnya yang dilansir dari nasional.kompas.com.
Selama berada di dusun tersebut, Jenderal Soedirman menempati kamar berukuran 7×3,5 meter di dalam rumah Badal, salah seorang anggota gerilyawan. Di sanalah sang panglima besar menyusun strategi perang yang kelak mengubah sejarah Indonesia di masa depan. Djuwari sendiri cukup beruntung. Karena kesetiannya selama memanggul tandu, iap un dihadiahi sebuah kain panjang dari Jenderal Sudirman. Saking senangnya, ia keseringan menggunakan hingga rusak. Praktis, hanya cerita dirinya saat mengikuit gerilya yang bisa diwariskan untuk generasi muda.
“Teko Bajulan (Nganjuk), aku karo sing podho mikul terus mbalik nang Goliman. Wektu iku diparingi sewek (jarit) karo sarung,” imbuhnya yang dilansi dari voa-islam.com.
Waktu yang terus bergulir, membuat Djuwari menghela napas sesaat. Ia kini harus menerima kenyataan hidup sebagai petani yang mengolah sawah. Bisa dibilang, kondisinya sangat mepet dan pas-pasan. Tak ada yang mengira, bahwa sosok renta itu telah berjalan dan bergerilya bersama dengan Jenderal Sudirman. Meski demikian, ia tak patah arang untuk menularkan semangat hidupnya pada generasi muda Indonesia.
“Kami hanya berharap generasi muda saat ini bisa menerusan cita-cita pahlawan untuk bisa bebas dari segala bentuk penjajahan,” ujarnya yang dilansir dari nasional.kompas.com.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…