Categories: Tips

4 Dampak yang Terjadi Setelah Insiden Pembakaran Tukang Service di Bekasi

Beberapa hari ini, panasnya pemberitaan tentang kasus massa menghakimi seorang tukang service tak henti bergulir. Melayangnya nyawa Joya yang diduga korban salah sasaran tersebut membuat banyak pihak geram. Nyatanya, rasa kecewa tidak hanya datang dari keluarga korban. Baik netizen dan pihak yang berwajib juga menyayangkan tindakan warga yang membakar Joya hidup-hidup.

Sejauh ini, polisi juga mengimbau jika warga tidak memiliki hak menghukum seseorang meski diduga melakukan pidana. Kasus pembakaran Joya setidaknya membuat kita belajar, bahwa main hakim sendiri justru berujung penyesalan. Dan setidaknya, inilah empat dampak buruk yang langsung dirasakan sepeninggal Joya karena dibakar massa.

Beberapa nama warga harus berurusan dengan hukum

Sudah dibahas sebelumnya jika dengan alasan apapun, main hakim sendiri bukanlah tindakan yang tepat. Terlebih di Indonesia sudah memiliki penegak hukum yang bertugas. Seandainya korban memang benar-benar mengambil ampli di mushala, tak sepantasnya warga menghadiahi Joya dengan beribu bogem mentah. Bayangkan, hanya karena ampli senilai 250 ribu, Joya sampai diperlakukan seperti tikus got.

Dua orang yang diduga sebagai pembakar Joya [image source]
Terlebih, kebenaran dari tuduhan tersebut tidak bisa dipastikan. Saat ini, setidaknya polisi sudah meringkus dua orang yang diduga pelaku utama mengeroyokan Joya, sementara lima nama lainnya masih dalam pengejaran. Seandainya saat itu masyarakat menggunakan kepala dingin menggiring Joya ke balai desa, mungkin tidak akan ada nama beberapa warga yang harus berurusan dengan polisi dan terancam hukuman lebih dari lima tahun penjara. Jika sudah begini, menyesal juga tak lagi berguna. Nyawa Joya terlanjur melayang, dan sejumlah warga sudah jadi tersangka yang menghilangkan nyawa korban.

Siti Jubaidah yang hamil jadi janda, Alif masih TK sudah yatim

Kenyataan paling pahit dialami oleh Siti Jubaida, istri dari Joya tersebut harus kehilangan suami di usianya yang begitu muda. Terlebih anak sulungnya masih berusia 5 tahun, sementara kondisi Siti sendiri tengah hamil 6 bulan.

istri korban Joya [image source]
Sulit dibayangkan, bagaimana Jubaida bisa menjalani hidupnya tanpa penopang. Dengan kondisinya yang tengah mengandung, tentu Jubaida tak mungkin bisa bekerja mencari nafkah. Sementara sang suami yang selama ini jadi penyokong ekonomi kini telah pergi, dengan cara yang begitu tragis.

Penyesalan warga setempat yang mungkin sulit tidur nyenyak

Menghilangkan nyawa seseorang merupakan dosa berat yang bahkan membuat hidup seseorang tidak akan tenang. Terlebih tindakan tersebut dilakukan dengan sadis. Sebagian netizen menganggap jika warga yang turut terlibat dalam menghakimi Joya tidak akan sanggup tidur nyenyak, tidak mampu makan enak dan pasti akan terbayang-bayang bagaimana kondisi korban selama dihajar massa.

Keadaan Joya yang mengenaskan usai dihajar dan dibakar massa [image source]
Joya tewas dengan membawa misteri pertanyaan, apakah benar ia mencuri ampli musala atau korban fitnah brutal warga kampung. Menurut netizen, nilai ampli musala yang hanya 250 sungguh tak senilai dengan nyawa Joya yang seenaknya dihilangkan.

Murka hingga empati netizen

Kisah tragis Joya tak henti jadi topik pembahasan di sosial media. Bahkan, seorang netizen bernama Eko Kuntadhi menuliskan kisah Joya dalam empat sudut pandang. Cerita yang ia tulis diberi judul “Ketika Joya Dipanggang Sampai Mati”. Dalam tulisan tersebut, Eko mencoba memahami posisi masing-masing pihak, seperti korban Joya, sudut pandang massa yang main hakim sendiri, Afif yang merupakan anak korban, dan juga warga setempat.

Kepedulian netizen untuk keluarga korban [image source]
Melalui tulisan tersebut, banyak hati netizen yang ikut tercabik membayangkan betapa dampak main hakim sendiri tersebut bisa sefatal ini. Tak ayal, dalam waktu singkat tulisan Eko langsung viral dan berkali-kali dibagikan kembali oleh netizen. Tak banyak yang bisa dilakukan netizen sebagai bentuk empati mereka, namun dengan ketulusan mereka membuka donasi yang ditujukan untuk istri mendian Joya.

Itulah dampak nyata yang dihasilkan oleh aksi main hakim sendiri. Meski nasi telah menjadi bubur, namun semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa tak ada dampak positif yang bisa kita ambil dari aksi main hakim sendiri.

Share
Published by
Nikmatus Solikha

Recent Posts

Rosita Istiawan Pionir Hijau, Dedikasi Bangun Hutan 25 Tahun

Di tengah keputusasaan untuk menjaga kelestarian alam, Indonesia membutuhkan sosok yang berani melindungi sumber daya…

1 hour ago

Tesso Nilo: Rumah Para Gajah yang Kian Terancam Eksistensinya

Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…

2 weeks ago

Penemuan Rafflesia Hasseltii Berbuntut Panjang, Oxford Dianggap Pelit Apresiasi

Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…

2 weeks ago

4 Aksi Pejabat Tanggap Bencana Sumatera yang Jadi Sorotan Netizen

Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…

3 weeks ago

Kebakaran Hebat Gedung Terra Drone, Korban Tembus 20 Orang

Duka terus menghampiri bangsa Indonesia di penghujung tahun 2025 ini. Belum kelar bencana banjir hebat…

3 weeks ago

Kisah Pilu Warga Terdampak Bencana Sumatera, Sewa Alat Berat Sendiri untuk Cari Jenazah Ibunya

Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…

3 weeks ago