Di tahun 2015 lalu, terjadi ketegangan antara Rusia dan Turki karena pesawat jet tempur Rusia yang diklaim terbang di atas wilayah negara Turki. Ini bukanlah kali pertama kedua negara ini terlibat konflik. Jika kita membuka kembali catatan sejarah, maka kita akan menemukan konflik Turki dan Rusia dalam beberapa peperangan, salah satunya adalah Perang Krimea.
Hubungan Krimea dan Rusia sendiri juga beberapa kali menjadi sorotan dunia, seperti yang terjadi pada tahun 2014 lalu. Krimea menyatakan bergabung menjadi bagian dari negara pimpinan Vladimir Putin ini, meski saat itu Krimea masih menjadi bagian yang sah dari negara Ukraina.
Lalu bagaimana kisah 3 wilayah ini dalam perang Krimea?
Di abad 16, Rusia hanyalah sebuah kerajaan kecil di Eropa Timur. Karena kecilnya wilayah yang dimiliki, kerajaan Rusia selalu berusaha mengadakan perluasan wilayah dengan melakukan beberapa ekspansi militer. Ekspansi itu berhasil dan menghasilkan wilayah yang luas hingga ke daratan alaska.
Meski telah memiliki wilayah yang luas, tapi kerajaan Rusia tak banyak memiliki pantai yang potensial untuk perdagangan dan pelayaran. Pantai yang saat itu dimiliki kerajaan ini akan membeku ketika musim dingin tiba, dan menyisakan Laut Hitam yang masih bisa digunakan sebagai tempat kapal-kapal dagang berlabuh.
Posisi Laut Hitam yang sedikit menjorok ke daratan, membuat banyak kapal yang harus melalui Selat Bosphorus. Selat bosphorus sendiri adalah bagian dari kekuasaan kerajaan Ottoman (Turki), yang kala itu hubungannya dengan Rusia tidak terlalu baik.Maka untuk mendapat jaminan kekuasaan atas Selat Bosporus, Rusia berambisi mencaplok wilayah Ottoman yang berada di Semenanjung Balkan.
Kaisar Rusia kala itu, Tsar Nicholas I mempunyai kepercayaan diri yang tinggi bahwa Rusia akan menang dan berhasil mendapatkan wilayah Ottoman. Ia beralasan jika banyak penduduk di wilayah-wilayah Balkan memeluk agama Kristen Ortodoks, agama resmi kerajaan Rusia. Sehingga akan banyak penduduk Balkan yang mendukung Rusia.
Tsar Nicholas I juga mengatakan jika militer Ottoman sudah tak sekuat dan sehebat dulu. Ia mengatakan jika pesatnya perkembangan teknologi militer negara-negara di Eropa susah diikuti oleh Ottoman. Dengan kata lain, Rusia percaya jika peralatan militer mereka jauh lebih canggih dan mutahkir.
Untuk bisa menguasai Ottoman, Rusia kemudian melakukan diskusi singkat dengan Perancis, Britania Raya, dan Austria untuk berkoalisi. Tapi bukannya kata sepakat, ketiga negara ini justru mendukung Ottoman. Ini dilakukan karena Britania Raya dan Ottoman memiliki kerjasama dagang yang baik, Perancis masih memiliki dendam pada Rusia, dan Austria khawatir tak bisa lagi menggunakan Sungai Danube.
Penolakan ketiga negara ini, tak membuat Rusia mengurungkan niatnya untuk mengekspansi Ottoman. Hingga akhirnya perang itu pun pecah di sekitar Krimea dan Semenanjung Balkan. Dalam perang ini, sekutu dari Ottoman bertambah dengan bergabungnya kerajaan Sardinia yang punya misi untuk menyatukan Semenanjung Italia melalui bantuan Britania Raya dan Perancis. Tak hanya itu, salah satu kerajaan di Nusantara ternyata juga turut andil dalam perang ini yaitu kerajaan Aceh Darussalam.
Bukan bantuan prajurit ataupun peralatan perang, kerajaan Aceh memberikan bantuan 10.000 Dollar Spanyol kepada Ottoman. Karena bantuan ini, hubungan kerajaan Aceh dengan ottoman menjadi lebih baik. Kerajaan Aceh diperbolehkan mengibarkan bendera Ottoman di setiap kapal dagangnya, serta mendapatkan bintang penghargaan dari ottoman bernama Majidie.
Dalam peperangan yang menjadi awal peperangan modern ini, Rusia mengalami kekalahan di berbagai lini. Tahu Rusia dalam keadaan terdesak dan berada di ujung kekalahan, Ottoman berambisi menguasai Sevastopol milik Rusia. Meski dilanda beberapa kendala, Ottoman dan kolisinya berhasil menaklukkan Sevastopol.
Rusia seolah tak kenal kata menyerah. Meski kehilangan banyak prajurit dan Sevastopol, Rusia terus melakukan serangan pada Ottoman dan koalisinya. Barulah setelah Austria mengancam akan bergabung dengan Ottoman, Rusia mengadakan gencatan senjata dan memilih untuk melakukan perundingan damai.
Perundingan damai yang dilakukan di Paris, Perancis sukses menghasilkan sebuah perjanjian yang dikenal dengan Traktat Paris pada 30 Maret 1856. Dan dengan disepakatinya perjanjian ini, maka berakhir pula perang Krimea yang telah berlangsung selama kurang lebih 3 tahun dan menewaskan lebih dari 350.000 jiwa.
Pasca berakhirnya perang Krimea, negara-negara yang terlibat perang melakukan beberapa perbaikan di berbagai lini. Britania Raya memperbaiki sistem keperawatan dan sanitasi dengan bantuan Florence Nightingale, Sardinia yang menyatukan Semenanjung Italia, dan Rusia yang mengadakan perbaikan besar-besaran di sektor militer.
Perang memang tak banyak memberikan manfaat pada semua pihak yang terlibat. Tapi dari perang, pihak-pihak yang terlibat juga harus bisa mengambil pelajaran. Semoga apapun konflik yang terjadi antar negara di masa kini dan sekarang, perang bukanlah jalan akhir yang harus ditempuh.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…