Categories: Tips

5 Cerita Pedih Nasib Buruh Dari Seluruh Dunia

Kita tentu sudah terbiasa dengan pemandangan dimana para buruh melakukan aksi demo setiap tanggal 1 Mei. Para buruh turun ke jalan dengan jumlah yang makin berlipat ganda dari tahun ke tahun. Selama itu pula, kontroversi tentang hak dan kewajiban buruh terus bergulir.

Bagi anda yang merasa buruh sudah terpenuhi haknya dan tidak perlu lagi turun ke jalan, mungkin anda harus berpikir ulang. Karena hingga era modern ini, masih banyak buruh di dunia yang menerima perlakuan buruk, termasuk di Indonesia. Berikut nasib buruk yang didapatkan para buruh dari berbagai belahan dunia.

1. Buruh Pabrik iPhone di China Terjangkit Depresi Hinga Bunuh Diri

Apa merk handphone yang hari ini anda pakai? Apapun merk-nya, ponsel anda hampir bisa dipastikan dibuat atau dirakit di China. Minimal bahan baku dari ponsel tersebut diolah di China atau diproses oleh tangan-tangan buruh China.

Pada tahun 2012 lalu, sekitar 12 orang buruh di Foxcon, China bunuh diri dengan cara melompat dari gedung pabrik mereka. Mereka diduga depresi dengan kegiatan dan pekerjaan mereka yang di luar batas kewajaran. Mereka bekerja 12 jam sehari dengan jam istirahat 30 menit saja. Hal itu dilakukan 6 hari dalam seminggu. Hingga kini, masih belum ada kejelasan hukum tentang kasus bunuh diri tersebut.

2. Buruh Sepatu Nike di Tangerang yang Tidak Hidup Layak

Apakah anda seorang pemakai produk Nike? Produk yang terkenal di seluruh penjuru dunia ini merupakan sebuah perusahaan raksasa yang menjadi sponsor event-event besar seperti Piala Dunia. Namun, mari berpikir ulang sebelum anda berjalan-jalan bangga dengan sepatu mahal anda itu.

Berikut ini adalah sebuah video singkat yang dilakukan seorang bule di Tangerang, Indonesia dimana para buruh pabrik Nike tinggal. Mereka hanya sanggup tinggal di sebuah rumah petak, dengan fasilitas kamar mandi yang harus dipakai beramai-ramai. Mereka juga sulit mengakses fasilitas “mewah” seperti pendidikan untuk anak-anak mereka atau akses kesehatan. Nike tidak pernah mengikuti standar gaji yang tepat untuk para buruhnya, baik di Indonesia, China atau negara Asia lainnya.

3. Buruh Anak-Anak di China

Baju yang kita pakai hari ini rata-rata datang dari China. Minimal, bahan dari baju yang kita pakai adalah hasil produk China. Namun tahukah anda siapa yang mengerjakan jahitan atau potongan pola baju anda?

Ya, baju kita sebagian dibuat oleh tangan-tangan kecil anak-anak di China. Mereka dianggap sebagai tenaga kerja yang murah yang tidak akan protes jika diberi upah tidak layak. Mereka juga gampang “ditekan” untuk bekerja lebih keras. Sungguh sulit percaya bahwa perbudakan semacam ini masih terjadi di dunia.

4. Buruh Tani Kokoa di Ivory Coast yang Tidak Pernah Memakan Cokelat

Kita semua tahun bahwa cokelat yang nikmat itu berasal dari tanaman bernama kokoa. Namun, para petani dari Ivory Coast ini, sama sekali tidak tahu bahwa tanaman yang mereka tanam akan menjadi makanan enak dengan harga mahal. Mereka hanya bekerja keras, menjual tanamannya pada orang-orang Eropa dan menerima upah yang sedikit sekali.

Pada video berikut ini tampak beberapa orang buruh tani sedang makan cokelat untuk pertama kalinya. Para petani dengan baju yang compang camping dan rumah yang sederhana itu tampak sangat gembira dan kaget dengan rasa cokelat. Adilkah jika kita meneguk segelas cokelat hangat dengan santai sementara orang yang menanam bahan cokelat itu, sama sekali tidak tahu apa rasa cokelat?

5. Buruh Anak-Anak di India

Masalah ekonomi di India memang kompleks. Mereka memiliki kondisi politik yang kurang baik, ditambah dengan jumlah penduduk yang membludak. Hal memprihatinkan ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab.

Para pemilik pabrik sendal dan baju mempekerjakan para anak-anak. Anak-anak polos itu diiming-imingi gaji tinggi, namun mereka bekerja berbulan-bulan tanpa gaji. Ketika diamankan dan diselamatkan oleh polisi, anak-anak ini justru menangis, karena mereka berpikir selain menjadi “budak” bagi pabrik, tidak ada pilihan hidup yang lebih baik.

Mungkin anda belum percaya bahwa kejadian-kejadian di atas benar-benar terjadi di era modern ini. Seharusnya kita sudah menjadi bangsa-bangsa yang beradab dan tidak saling tindas. Namun, uang berbicara lebih keras dibanding suara-suara lain, termasuk suara hati.

Melihat keadaan itu, masih pantaskah jika kita sinis terhadap perjuangan buruh? Masih pantaskah kita menganggap mereka terlalu banyak menuntut? Tidakkah kita ikut berdosa dengan memakai barang-barang hasil proses perbudakan? (HLH)

Share
Published by
Halimah Halimah

Recent Posts

4 Kontroversi Seputar Doktif yang Kerap Bongkar Produk Skincare Overclaim

Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…

1 week ago

Serba-serbi Tol Cipularang yang Kerap Makan Korban, Mitos hingga Sejarah Pembangunan

Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…

2 weeks ago

4 Live Action Paling Booming di Netflix, Bisa Jadi Teman Malam Minggu

Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…

2 weeks ago

Fenomena Joged Sadbor yang Ubah Nasib Warga jadi Kaya, Benarkah Disawer Judol?

Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…

3 weeks ago

Pengusaha Budidaya Jamur Tiram Modal 100 Ribu Bisa Dapat Omzet Puluhan Juta Sekali Panen

Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…

3 weeks ago

6 Tahun Merawat Suami Lumpuh Sampai Sembuh, Perempuan Ini Berakhir Diceraikan

Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…

3 weeks ago