Bagi kita para pria Indonesia yang ngimpi banget untuk bisa mendapatkan pasangan dari luar negeri, Jepang adalah opsi terbaik yang kita punya. Serius, bahkan gadis-gadis sana secara khusus mengatakan kalau mereka kagum dengan pria Indonesia. Bukan karena tampang saja, tapi juga perilaku kita yang menurut mereka manis dan sangat menyenangkan.
Berpacaran dengan wanita Jepang mungkin akan jadi momen kasmaran paling menyenangkan. Nggak seperti di sini, cewek sana kalau berpacaran sangat maksimal. Nggak hanya penuh perhatian, tapi juga rela memberi apa pun. Ya, apa pun. Pacaran dengan cewek Jepang memang menyenangkan, tapi lain cerita kalau sampai menikah. Semua hal yang menyenangkan tadi terbalik 180 derajat.
Sudah banyak cerita-cerita tentang para pria asing yang menikahi wanita-wanita Jepang. Mereka mengatakan menyesal karena sungguh berbeda dari yang dibayangkan. Hmm, kok bisa begitu ya? Ulasan berikut mungkin akan memberikanmu sedikit pencerahan.
Menikahi wanita Jepang nggak semudah seperti apa yang kita pikir. Butuh persiapan yang benar-benar matang baik lahir maupun batin. Dan itu nggak hanya berlaku untuk acara pernikahan saja lho, tapi berlanjut sampai kehidupan pasca menikah. Bagi yang nggak punya persiapan matang, dijamin bakal hidup terseok-seok.
Kita harus selalu ingat kalau kehidupan di Jepang itu keras dan lebih kejam dari Indonesia. Terutama soal membiayai hidup. Menikah bagi mereka yang nggak siap secara finansial sama saja seperti mempermalukan diri sendiri. Ketika pacaran mungkin tidak ada tanggung jawabnya, tapi kalau sudah menikah lain lagi. Intinya, harus benar-benar siap apa pun juga karena hidup pasca menikah di Jepang itu sangat berat.
Umumnya dalam sebuah keluarga, suamilah yang harus bekerja. Tapi, di Jepang kondisi ini kadang bisa berbeda. Ya, di sana cukup lazim bagi seorang istri untuk bekerja. Alasannya sendiri tak lain karena hidup di Jepang itu tidak mudah dan mahal. Dan meskipun dua orang yang bekerja bukan berarti segalanya jadi lebih mudah.
Kalau dua-duanya bekerja dan hidup masih pontang-panting, lalu bagaimana kalau hanya salah satu saja yang bekerja? Ya, jelas babak belur. Kalau yang bekerja suami, mereka nggak bakal bisa menikmati hidup. Jangankan baca koran setelah pulang, yang ada mereka harus lembur dan lembur untuk mendapatkan pendapatan yang lebih. Kalau istri saja yang bekerja, siap-siap kuping panas karena omelan-omelannya.
Nikah beda agama di negeri sendiri saja begitu susah, apalagi malah berbeda negara. Yang ada malah tambah ribet dan bikin pusing. Apalagi kalau dua-duanya sudah kadung cinta dan ingin bersama. Agama sendiri adalah hal prinsip yang nggak bisa dinego hanya karena menikah.
Agar bisa sejalan, tentu agama juga harus sama. Tapi, tentu nggak semua cewek Jepang mau untuk ikut agama suami asingnya. Kalau sudah begini agak ribet. Terutama dalam menerapkan hal-hal keagamaan di keluarga setelah menikah nantinya.
Ada satu pepatah lama yang jadi patokan banyak pria tentang hidup yang membahagiakan. Bunyinya seperti ini, “American salary, Chinese cook, english house, Japanese wife,” yang artinya, punya gaji standar Amerika, menikmati makanan China yang lezat itu, punya rumah ala orang-orang Inggris, dan beristri wanita Jepang. Pada bagian akhirnya ditulis Japanese Wife karena dulu orang-orang menganggap wanita Jepang itu luar biasa. Nurut dan sebagainya. Tapi, kini pepatah itu tak lagi relevan.
Ya, pepatah ini memang sangat cocok untuk menggambarkan wanita Jepang di masa Edo, Meiji dan sebagainya. Tapi tidak untuk masa sekarang. Wanita Jepang sudah lebih melek soal emansipasi dan sebagainya. Sehingga alih-alih nurut, cinta mati, dan sebagainya, mereka lebih rasional. Tidak ada yang salah, hanya saja kadang di satu sisi ini menjadikan mereka bersikap lebih menguasai.
Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga adalah sesuatu yang nggak ternilai. Adanya buah hati membuat keluarga menjadi komplit dan sempurna. Indah memang ketika punya anak, tapi hal yang semacam ini nggak bisa dilakukan dengan mudah kalau punya istri orang Jepang dan tinggal di sana. Banyak pertimbangan yang harus dipikir bahkan mungkin sampai ribuan kali.
Punya anak jelas akan memengaruhi kehidupan secara ekonomi. Jadi, semisal istri juga kerja, maka ia jelas nggak bisa melakukan hal tersebut lagi. Sekarang fokusnya sudah mengurusi anak. Dan kalau sudah begitu suami harus makin banting tulang karena separuh penghasilan hilang karena istri mengurusi anak. Belum lagi soal perlakuan, istri nggak bakal lagi full time untuk suami. Ini yang jadi pertimbangan orang Jepang kenapa mereka nggak ingin segera memiliki anak.
Meskipun begitu, tentu tidak semua wanita Jepang yang dinikahi berubah jadi monster. Banyak juga kok yang sama sekali berbeda dan tetap sangat manis seperti masa pacaran. Jadi, yang berkeinginan punya pasangan dari Jepang, tak perlu terlalu khawatir ya. Tinggal cari saja yang tepat maka semua persoalan akan beres.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…