kekerasan terhadap jurnalis berita di masa lalu, tampaknya masih menjadi persoalan besar di Indonesia. Salah satunya adalah kematian wartawan bernama Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin. Dilansir dari kumparan.com, jurnalis harian Bernas itu meregang nyawa setelah diserang oleh orang tak dikenal.
Karena menderita luka yang cukup parah, nyawa Udin pun tak tertolong. Memang, sosoknya dikenal sebagai jurnalis yang kritis lewat kritikan tajam pada setiap tulisan-tulisannya. Sayang, kematian pria yang telah menjadi wartawan Bernas sejak tahun 1986 itu masih diselimuti kabut hingga saat ini. Seperti apa sosok Udin semasa hidupnya?
Rezim Orde Baru beserta antek-antek di bawahnya, merupakan sekian dari mereka yang gerah akan tulisan-tulisan Udin. Dilansir dari kumparan.com, berita yang dibuat olehnya kerap kali berisi kritikan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Alhasil, banyak dari para petinggi di pemerintahan seringkali dibuat geram oleh Udin. Sayang, karena sikap kritisnya inilah yang menjadi akhir dari nafasnya sebagai wartawan. Berbagai rekayasa pun terus bermunculan mengiringi babak awal penyelidikan pasca kematiannya.
Pada Selasa malam, 13 Agustus 1996, Udin dianiaya oleh orang tak dikenal dengan cara kepalanya dipukul dengan sebuah besi. Nahas, peristiwa ini akhirnya membuat Udin meregang nyawa. Sumber dari kumparan.com menuliskan, kasus pembunuhan dirinya mencuat ke permukaan, karena adanya upaya penghilangan barang bukti oleh Kanit Reserse Umum Polres Bantul yang saat itu dijabat oleh Edy Wuryanto.
Tak hanya itu, berbagai rekayasa pun turut mewarnai kematian Udin yang masih meninggalkan sejumlah tanda tanya. Dalam tulisannya, kumparan.com menyebutkan adanya sosok Tri Sumaryani yang diplot sebagai “selingkuhan” Udin yang akhirnya dibantah oleh dirinya. Selain itu, sopir perusahaan iklan bernama Dwi Sumaji, bahkan untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan Udin. Dirinya mengaku disuap Polisi dengan cara ditawari uang, pekerjaan, dan seorang pelacur. Namun, pria yang biasa dipanggil Iwik itu bebas lantaran tidak ada alat bukti.
Sebagai bentuk penghormatan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendaftarkan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin (Udin) untuk mendapatkan penghormatan Guillermo Cano World Press Freedom Prize yang dikeluarkan UNESCO. Dilansir dari tirto.id, penghargaan tersebut diberikan kepada seseorang atau organisasi atau pun institusi, yang dinilai memberikan kontribusi luar biasa dalam membela dan/atau mempromosikan kebebasan pers di mana pun di dunia. Udin pun menjadi sosok yang layak mendapatkannya.
Hingga kini, misteri kematian Udin tak pernah terungkap secara jelas. Selain telah lama berlalu, bukti-bukti yang ada juga sebagian telah hilang di awal-awal penyelidikan. Para tokoh yang terlibat pun kini berada entah di mana. Yang jelas, kasus kematian Udin bakal terus dikenang sebagai bentuk intimidasi secara nyata terhadap insan pers di Indonesia.
BACA JUGA: Jamal Khashoggi, Jurnalis Arab Saudi yang Hilang dan Konon Dimutilasi Diam-diam
Setiap pekerjaan memang memiliki resikonya masing-masing. Termasuk kisah Udin di atas yang terpaksa “dihilangkan” karena tulisan-tulisannya. Senada dengan sosok Jamal Khashoggi di Arab Saudi, yang juga meregang nyawa karena mengkritik kebijakan penguasa. Semoga saja, peristiwa di atas tidak lagi terjadi di negeri yang “katanya” negara hukum ini.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…