Seperti kata orang-orang bijak, teknologi ibarat pedang bermata dua di mana ia bisa menghujam ke depan atau ke belakang. Memang bermanfaat luar biasa, tapi mudaratnya juga nggak kecil. Fenomena Facebook pas dengan ungkapan itu. Sosial media buatan Mark Zuckerberg itu berguna banyak, tapi juga memproduksi tak sedikit hal-hal negatif.
Tapi kalau dipikir-pikir kemudian dikaitkan dengan realita, sebenarnya Facebook lebih banyak memberikan negatif. Setidaknya jika dibandingkan dengan tahun-tahun di mana media sosial satu ini belum ada di Indonesia, negara ini tidak mengalami banyak huru hara besar. Entah kriminal karena Facebook, atau dipakai sebagai media penyebar anarkisme misalnya doktrin ISIS, Gafatar, dan lain sebagainya.
Melihat dampak negatif yang lebih banyak, sepertinya pemerintah harus mulai mempertimbangkan memblokir sosial media ini. Tirulah Tiongkok yang tegas menolak Facebook dan makin hebat seperti sekarang. Secara rinci, inilah hal-hal yang jadi alasan kenapa pemerintah harus mempertimbangkan soal pemblokiran Facebook.
Facebook memang bisa bikin kita ketemu mantan, tapi juga bisa jadi alat menculik anak orang. Kembali ke beberapa waktu lalu, marak kasus penculikan lewat Facebook. Modusnya, si korban diajak berkenalan lewat FB, kemudian setelah bertemu langsung disekap dan kemudian dimanfaatkan untuk meminta tebusan sejumlah uang.
Tak hanya penculikan, pernah juga ada kasus bikin geger dengan lewat aksi pembunuhan oleh seorang pria bernama Wisnu Sadewa. Pria ini mengaku sudah membunuh beberapa gadis belia untuk diambil hartanya. Wisnu sendiri juga mengungkapkan kalau ia mencari korbannya dengan bantuan Facebook. Setelah berteman di media sosial itu, Wisnu kemudian mengajak korbannya kopi darat dan setelahnya langsung dibunuh dan diambil hartanya. Semua hal buruk ini mungkin terjadi gara-gara Facebook.
Belakangan makin marak munculnya paham-paham yang berbahaya. Misalnya Gafatar, paham hasil plintiran Al Qiyadah bikinan Ahmad Musadeq. MUI mengatakan Gafatar sesat lantaran mencampuradukkan semua agama. Nah, yang berbahaya, salah satu cara Gafatar ini menyebarkan doktrinnya adalah lewat Facebook dan juga website. Postingannya sih biasanya hal-hal positif, namun ini hanya sekedar kamuflase saja.
ISIS pun demikian, kelompok radikal ini juga memakai Facebook sebagai media penyebarannya. Pengaruhnya justru lebih kuat lewat sosmed daripada doktrin secara langsung. Menkominfo sendiri mengatakan akan melakukan blokir untuk mencegah dampak buruk dari penyebaran ajaran radikal ini. Tapi hanya sebatas user saja. Sekarang, setiap orang bisa bikin akun Facebook hanya dalam 5 menit. Solusi memblokir user tentu tidak akan banyak berpengaruh.
Ah yang ini sih berlebihan, masa Facebook bisa bikin pecah negara? Jawabnya, bisa. Ingat saat netizen terbagi dua kubu capres beberapa waktu lalu? Jangan bilang kalau Facebook tidak berperan menjadikan rakyat Indonesia pecah menjadi dua kubu yang saling serang argumen.
Tidak hanya fenomena dua kubu capres itu saja, Facebook juga mewadahi postingan-postingan bernada sensitif yang bisa mengancam kedaulatan. Belum lagi fanpage atau grup-grup yang bikin resah dengan tulisan atau gambarnya yang membuat rakyat Indonesia bereaksi keras. Hal-hal seperti ini sebenarnya takkan terjadi jika saja Indonesia memblokir Facebook.
Larisnya Facebook membuat Mark Zuckerberg menjadi salah satu orang terkaya Bumi. Bagaimana tidak, media sosial ini diakses tiap harinya oleh jutaan orang. Bahkan sekarang Facebook juga mewadahi para pebisnis serta apps maker. Makin menggila saja keuntungan yang diraupnya. Tentang keuntungan Facebook yang menggila, sepertinya Mark harus banyak-banyak berterima kasih kepada Indonesia.
Negara ini adalah pengguna Facebook terbanyak kedua di dunia dengan jumlah user sekitar 35 juta orang. Kita, sangat menguntungkan Mark. Namun, tidak benar-benar ada imbal baliknya bagi negara. Harusnya pemerintah bisa lho meminta jatah dari ini biar mereka tak hanya mengeruk keuntungan saja, tapi juga memberi. Kalau nggak mau ya tinggal diblok saja, maka Facebook akan kehilangan banyak sekali penggunanya yang bikin mereka defisit pendapatan dengan jumlah besar.
Di Indonesia ada cukup banyak aplikasi media sosial yang bagus, bahkan sefungsional Facebook. Tapi, kenapa namanya tidak terdengar? Ya, tentu saja gara-gara kalah pamor dengan yang satu ini. Sangat disayangkan akhirnya para pengembang lokal pun akhirnya menyerah lantaran apa yang dilakukannya seolah tak pernah berhasil.
Tiongkok memblokir Facebook dan memakai sosmed mereka sendiri. Hasilnya? Luar biasa. Bahkan ada rasa bangga sendiri ketika memakainya. Indonesia bisa, bisa banget seperti ini. Sayangnya, user dan pemerintah nggak open minded. Tanpa Facebook sangat yakin kalau developer dalam negeri akan berkembang jauh lebih hebat.
Sayangnya, pemblokiran Facebook mungkin hanya jadi angan-angan saja. Terlepas dari Pak Jokowi yang sudah pernah ajak Mark blusukan, Facebook sendiri sudah menancapkan akar yang kuat di sini. Sebenarnya, meskipun diblok pun, takkan berpengaruh apa pun. Ingat Vimeo? Situs ini diblokir tak ada satu pun rakyat Indonesia yang belingsatan gara-gara bingung.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…