Kisah tentang seorang pembunuh berantai selalu bikin kita bergidik ngeri. Manusia pada umumnya bahkan tidak akan bisa berpikiran untuk membunuh seseorang karena menghilangkan nyawa seseorang adalah kejahatan yang sangat serius. Tapi, di dunia ini ternyata masih ada orang yang tega melakukan pembunuhan tidak hanya pada satu orang, tapi juga pada beberapa orang.
Salah satu pembunuh paling kejam dan mengerikan dalam sejarah adalah Carl Panzram, seorang pria Amerika yang lahir pada tahun 1891 dan meninggal pada tahun 1930. Dalam hidupnya, Carl telah melakukan begitu banyak kejahatan seperti memerkosa, membunuh, membakar rumah, dan merampok.
Beranjak dewasa, Carl Panzram menjalani hidupnya dengan mencuri apapun, mulai dari sepeda, hingga perahu pesiar yang membuatnya berkali-kali ditangkap dan dipenjara. Saat berada di penjara, ia juga tidak pernah berhenti membuat ulah dengan menyerang para penjaga dan menolak perintah mereka.
Pada Agustus 1920, Panzram merampok rumah William Howard Taft yang saat itu masih menjabat sebagai menteri perang dan belum menjadi presiden Amerika Serikat. Dari rumah Taft, ia mencuri banyak perhiasan serta pistol yang kemudian ia gunakan untuk melakukan pembunuhan membabi buta.
Harta yang ia dapatkan dari rumah Taft, ia gunakan untuk membeli sebuah yacht dan menyewa 10 orang pelaut sebagai anak buah kapal. Carl membuat para pelaut tersebut mabuk, memerkosa, dan membunuh mereka sebelum membuang mayatnya ke laut. Ia baru berhenti ketika kapalnya mengalami kecelakaan di dekat New Jersey.
Panzram kemudian menumpang sebuah perahu ke Afrika dan mendarat di Luanda. Ia mengaku bahwa saat berada di sana, Carl memerkosa dan membunuh seorang bocah laki-laki berusia sekitar 11 atau 12 tahun dan tidak menyesal sedikitpun. Ia juga mengaku menyewa sebuah perahu dayung dengan enam orang pendayung, menembak keenam pendayung tersebut, kemudian melemparkan mereka ke buaya-buaya yang ada di sungai.
Setelah kembali ke Amerika, ia juga menegaskan bahwa dirinya memerkosa dan membunuh dua anak kecil dengan memukuli salah satu anak dan mencekik yang lainnya hingga keduanya tewas. Ia juga mengaku menembak seorang pria yang berusaha merampoknya dengan pistol yang ia curi dari seorang polisi. Ketika ia ditangkap untuk yang terakhir kalinya pada tahun 1928, ia mengaku telah melakukan pembunuhan saat merampok sebuah rumah di antara Baltimore dan Washington, D.C. dan membunuh dua orang anak laki-laki di Philadelphia.
Selain beberapa pembunuhan ini, Carl juga sempat merencanakan ingin membunuh seluruh penduduk kota dengan meracuni persediaan air dengan menggunakan arsenic. Tidak hanya itu saja, ia juga berencana menenggelamkan perahu perang Inggris di pelabuhan New York untuk memprovokasi perang antara Inggris dan Amerika. Sungguh mengerikan!
Meskipun ada begitu banyak korban pria yang ia perkosa dan bunuh, Carl Panzram bukanlah seorang homoseksual. Dalam otobiografinya, ia menulis bahwa dirinya adalah pribadi yang selalu marah dan hampir selalu memerkosa pria yang ia rampok bukan karena dirinya homoseksual, tapi untuk menunjukkan dominasi dan memperlakukan para korbannya. Karena tubuhnya yang begitu kuat, Carl dengan mudah mengalahkan kebanyak korban pria yang ia temui.
Secara total, Carl Panzram mengaku telah melakukan 21 pembunuhan dan 1000 pemerkosaan anak laki-laki dan para pria diantara kejahatan lainnya. Dalam biografinya, ia jujur dan terang-terangan mengakui semua kejahatannya tanpa menyesal. “Untuk semua hal tersebut, sedikitpun aku tidak menyesal. Aku benci semua umat manusia termasuk diriku sendiri,” tulisnya dalam otobiografinya yang ia tulis di balik jeruji penjara.
Kehidupan Masa Kecil yang Mengerikan
Kebanyakan orang tidak akan menyangka ada sosok yang sekejam Carl Panzram. Namun para kriminolog yang mempelajari tentang dirinya menemukan bahwa sikap sadisnya ini berasal dari masa kecilnya. Carl Panzram lahir pada tahun 1891 dan berasal dari keluarga miskin di Minnesota. Ayahnya meninggalkan keluarganya ketika Carl masih berusia 8 tahun. Tanda-tanda kriminalitas terlihat saat ia berusia 12 tahun ketika ia masuk ke rumah tetangganya dan mencuri beberapa kue, apel, dan sebuah pistol.
Karena telah beberapa kali melakukan pencurian, pada Oktober 1903, saat ia masih berusia 12 tahun, Carl Panzram dikirim ke Minnesota State Training School, sebuah fasilitas koreksi untuk anak-anak bermasalah. Saat berada di sekolah tersebut, ia terus menerus dipukuli, disiksa dan diperkosa oleh staf sekolah tersebut. Saking parahnya sekolah tersebut memperlakukan muridnya, anak-anak di sana menyebut sekolah tersebut sebagai “The Painting House” karena anak-anak akan masuk seperti kanvas kosong, tapi keluar dengan luka lebam dan darah di tubuhnya.
Carl Panzram begitu membenci sekolah ini sampai akhirnya ia memutuskan untuk membakarnya. Ia berhasil melakukan hal tersebut tanpa terdeteksi. Suatu ketika, ia juga berusaha melarikan diri dari sekolah tersebut, namun ia diburu oleh para staf dan dipukuli karena tindakannya ini. Semua perlakuan kejam yang ia terima hanya memperparah keadaannya.
Akhir tahun 1905, Carl Panzram dilepaskan dari sekolah tersebut. Di masa remajanya, ia telah menjadi seorang pecandu alkohol dan terus terlibat masalah dengan pihak berwajib. Ia kabur dari rumah di usia 14 tahun dan sering melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta. Ia kemudian menceritakan bahwa dalam salah satu perjalanannya, ia diperkosa ramai-ramai oleh sekelompok orang gelandangan dan menurutnya menjadi seorang anak laki-laki yang semakin ‘sedih, sakit, tapi juga lebih bijak’.
Tahun 1907 saat berusia 15 tahun setelah mabuk di sebuah bar di Montana, Carl Panzram mendaftar menjadi tentara Amerika. Namun tidak lama, ia selalu melawan perintah dan kemudian dituduh melakukan pencurian yang membuatnya dipenjara pada tahun 1908 hingga 1910 di Fort Leavenworth. Carl mengaku bahwa sedikit kebaikan yang tersisa pada dirinya habis sama sekali setelah ia berada di penjara tersebut.
Juni 1915, ia kembali dipenjara di Oregon State Penitentiary di Salem. Di penjara tersebut, ia berada di bawah pengawasan sipir Harry Minto yang percaya bahwa tahanan harus diperlakukan dengan keras seperti dipukuli dan diletakan di ruangan isolasi. Carl Panzram menceritakan masa-masa ia berada di sana dan bersumpah tidak akan menerima hukuman 7 tahun di sana dan ia begitu membenci para sipir dan apa yang mereka lakukan padanya.
Carl Panzram kemudian membantu teman tahanannya, Otto Hooker untuk melepaskan diri dari penjara. Saat melarikan diri, Hooker membunuh Minto. Carl Panzram menerima hukuman beberapa kali di Salem termasuk 61 hari ditahan di kurungan isolasi sebelum ia melarikan diri pada 18 September 1971. Sebagai buronan, ia terlibat dalam dua penembakan sebelum ditangkap dan dikembalikan di penjara. 12 Mei 1918, ia menggergaji jeruji penjara dan kabur lagi tanpa tertangkap. Ia mengubah namanya menjadi John O’Leary dan mencukur kumisnya.
Tahun 1928, ia kembali ditangkap karena perampokan di Washington D.C. dan tanpa dipaksa mengaku membunuh dua anak laki-laki. Dengan begitu banyak kejahatan yang ia lakukan, ia dikirim ke penjara Leavenworth. Ia berkata pada sipir, “Aku akan membunuh orang pertama yang menggangguku.” Karena ancaman ini, ia ditugaskan pekerjaan di ruangan laundry sendirian. Namun pada 20 Juni 1929, ia membunuh Robert Warnke, mandor ruang laundry penjara dengan memukulinya menggunakan batang besi hingga tewas. Atas pembunuhan ini, ia dituntut hukuman mati.
Dalam masa tahanan sebelum ia dihukum mati, ia berkenalan dengan seorang penjaga penjara bernama Henry Lesser. Penjaga penjara berusia 26 tahun tersebut merasa kasihan dengan Carl Panzram dan memberinya uang untuk membeli makanan dan rokok. John Borowski yang menyutradarai film dokumenter Carl Panzram menyebutkan bahwa belum pernah ada seorangpun yang bersikap baik padanya sepanjang hidupnya. Hal inilah yang kemudian membuat dua orang lelaki ini menjadi teman.
Setiap hari, Henry Lesser memberikan sebuah pensil dan beberapa lembar kertas serta meyakinkan Carl Panzram untuk menuliskan kisah hidupnya. Ia kemudian menulis kisah hidupnya secara mendetail beserta kejahatan dan filosofi nihilistiknya. Nihilistik adalah doktrin filosofis bahwa tidak ada aspek kehidupan yang berarti, dan bahwa hidup itu tidak ada arti, tujuan, atau nilai intrinsik.
Biografi tersebut ditulis dengan kalimat yang tanpa basa-basi: “Dalam kehidupanku aku telah membunuh 21 manusia, aku telah melakukan ribuan perampokan, pencurian, pembakaran, dan, terakhir tapi bukan yang paling akhir, aku telah melakukan sodomi kepada lebih dari 1000 orang pria. Untuk semua hal ini sedikitpun aku tidak menyesal.”
Atas pembunuhan terhadap Robert Wanke dengan cara yang brutal di dalam penjara, Carl Panzram dituntut dengan hukuman mati. Ia menerima keputusan tersebut dan menolak untuk banding atas tuntutan tersebut. Ia bahkan mengancam membunuh para aktivis HAM yang berusaha ikut campur untuk membantunya dalam kasus tersebut. Setelah puluhan tahun menderita kekerasan, ini adalah bentuk bunuh dirinya.
Carl Panzram dihukum gantung pada 5 September 1930. Ketika tali gantung diletakkan di lehernya, ia meludahi wajah algojo dan berkata, “Aku harap seluruh umat manusia cuma punya satu leher dan tanganku mencengkeramnya!” Kemudian saat ditanya oleh algojo apakah ia memiliki kata-kata terakhir, Carl Panzram justru membentak, “Ya, cepatlah! Aku bisa membunuh sepuluh pria sementara kamu bersantai di sana!”
Henry Lesser menyimpan surat-surat dan manuskrip biografi Carl Panzram. Ia kemudian menghabiskan waktu 40 tahun mencari penerbit yang mau mencetak materi tersebut. Namun pihak penerbitan merasa tidak nyaman dengan manuskrip yang sangat gamblang tersebut. Barulah pada tahun 1970, manuskrip tersebut dicetak dengan judul ‘Killer: A Journal of Murder’.
Joe Coleman yang melukis gambar untuk sampul buku tersebut mengatakan bahwa Carl Panzram sebenarnya adalah penulis yang cukup menakjubkan. Ia terpesona dengan kecerdasan dan hal-hal menakjubkan yang seharusnya bisa ia lakukan.
Tahun 1996, buku tersebut menjadi dasar dibuatnya film dengan judul yang sama. Kemudian pada tahun 2012, pembuat film John Borowski merilis dokumenter berjudul ‘Carl Panzram: The Spirit of Hatred and Vengeance’. John Borowski mengungkapkan bahwa selain membantu para kriminolog untuk bisa memahami pemikiran pembunuh seperti Carl Panzram, otobiografi tersebut juga bisa menjadi sebuah pelajaran.
“Ia berusaha mengajari generasi di masa depan untuk tidak menciptakan lebih banyak monster seperti dirinya.”
Tidak ada seorangpun yang terlahir dengan sifat kejam dan tanpa empati. Lingkungan dan perilaku setiap orang yang ada di sekitarlah yang membentuk sifat seseorang. Karena itulah, ada baiknya jika kita selalu berhati-hati dengan setiap ucapan dan sikap kita pada orang lain.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…