Sosok Soekarno yang berkharisma, banyak menggoda perempuan-perempuan cantik yang berada di sekelilingnya. Salah satunya adalah Hartini. Dilansir dari tirto.id, perempuan kelahiran Ponorogo, 20 September 1924 itu dinikahi oleh Bung Karno pada 7 Juli 1953 di Istana Cipanas, Jawa Barat. Padahal, sang Presiden saat itu masih bersama dengan Fatmawati yang telah memberinya lima orang anak.
Sontak, hal tersebut menjadi perdebatan yang luas pada masa itu. Terutama oleh kaum perempuan yang menolak praktik poligami. Dilansir dari tirto.id, Soekarno sejatinya sanagt anti terhadap praktek poligami di masa pergerakan nasional. Entah mengapa, ia kemudian tertarik mempunyai istri lebih dari satu setelah masa perjuangan telah lewat. Siapa sebenarnya Hartini? Sosok yang kecantikannya membuat Bung Besar jatuh hati.
Hartini yang kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, justru tumbuh besar di daerah Bandung lantaran sang ayah yang bekerja sebagai pegawai kehutanan pindah lokasi dinas. Sebelum bersanding dengan Soekarno, ia sempat menikah dengan Soewondo. Ada dua versi yang berbeda tentang latar belakang sang suami. Menurut tirto.id, Soewondo adalah seorang Dokter.
Namun melansir dari historia.id, laki-laki tersebut berprofesi sebagai pegawai perusahaan minyak dan menetap di Salatiga, Jawa Tengah. Dalam pernikahannya itu Hartini dikarunia lima orang anak. Sayang, bahtera rumah tangga yang ia bina akhirnya bubar.
Memang, pesona Hartini pasa masa itu sanggup meruntuhkan mata para lelaki. Termasuk Soekarno. Dilansir dari historia.id, keduanya sempat bersua pada 1952 di Prambanan Yogyakarta saat peresmian teater terbuka Ramayana. Soekarno yang kala itu berusia 51 tahun, merasa jatuh hati dengan Hartini di umurnya yang menginjak 28 tahun. Bung besar pun tak segan melancarkan rayuan mautnya dengan berkirim surat pada Hartini lewat seorang perantara. Agar tak ketahuan, Soekarno memakai nama samaran Srihana.
“Ketika aku melihatmu untuk pertama kali, hatiku bergetar,” demikian kata Srihana alias Sukarno yang dilansir dari historia.id.
Sejatinya, Fatmawati-lah yang dianggap sebagai first lady alias ibu negara yang resmi bagi Soekarno. Namun, karena sudah terlalu mencintai Hartini, Bung Besar pun meminta izin pada sang istri untuk menikah kembali. Sayang, permohonan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Fatmawati. Dialog yang dilansir dari tirto.id ini, merujuk pada Catatan Kecil Bersama Bung Karno-Volume 1 (1978:80).
“Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan Hartini.” ujar Soekarno pelan.
“Boleh saja, tapi Fat minta dikembalikan pada orangtua. Aku tak mau dimadu dan tetap anti poligami.” ketus Fatmawati.
Tak hilang akal, Bung Besar pun melancarkan rayuan mautnya untuk meluluhkan hati Fatmawati. Berharap agar dirinya diizinkan menikah dengan Hartini.
“Tetapi aku cinta padamu dan juga aku cinta pada Hartini.” ujar Soekarno sembari memohon.
Alhasil, Fatmawati yang merasa kesal akhirnya memutuskan angkat kaki dari Istana Negara dan memilih tinggal di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Soekarno pun tetap menjalankan niatnya dan berhasil mempersunting Hartini.
Pada masa-masa itu, poligami dipandang sangat anti bagi kaum wanita. Alhasil, berita pernikahan Soekarno dengan Hartini akhirnya menyulut emosi dari ratusan aktivis wanita. Dilansir dari historia.id, tak kurang dari Organisasi Persatuan Istri Tentara (Persit), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), dan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) dan Gerakan Wanita (Gerwani), ikut berunjuk rasa menolak poligami sang RI 1 tersebut.
Para aktivis itu beranggapan, Poligami merendahkan martabat perempuan. Perwari bahkan mendukung penuh keputusan Fatmawati keluar dari Istana Negara.
Meski telah menjadi istri sah, Soekarno tak memberi tempat untuk Hartini di Istana Negara demi menjaga perasaannya terhadap Fatmawati dan kelima anaknya. Dilansir dari tirto.id, Fatmawati tetap jadi first lady (ibu negara), meski istri Sukarno bertambah dan silih berganti. Hartini sendiri baru menyadari sebagai perempuan kedua di sisi Bung Besar setelah Indonesia merdeka. Walau begitu, ia termasuk perempuan yang paling setia mendampingi Soekarno hingga detik-detik keruntuhan pemerintahannya.
“Ia setia kepada Bapakku baik dalam masa jaya sehingga pada masa kejatuhannya. “Betapapun yang pernah kurasakan terhadapnya di masa-masa lalu, faktanya adalah Bu Har menemani Bapak sehingga akhir hayat.” ujar Rachmawati dalam Bapakku Ibuku: Dua Manusia yang Kucinta dan Kukagumi yang dilansir dari historia.id.
Memang, ada banyak wanita yang hadir silih berganti di kehidupan Soekarno. Luar biasa memang poligami Bung Karno. Meski tak menjadi first lady alias Ibu Negara, ia tetap patuh dan setia menemani Soekarno hingga hari-hari terakhirnya sebagai Presiden. Dari Hartini, kita belajar bagaimana memupuk rasa kesetiaan dan tanggung jawab meski dalam kondisi terpuruk sekalipun. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…