Sudah menjadi ketetapan di Indonesia, bahwa warga asing yang menyeludupkan narkoba akan diganjar hukuman mati. Hal ini juga berlaku di beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand. Hingga kini, peraturan itu telah melenyapkan nyawa sejumlah orang yang menyelundupkan narkoba.
Setelah kasus Bali 9, hukuman mati terhadap Mary Jane, wanita asal Filipina kembali menarik perhatian publik. Wanita ini tertangkap tangan tengah menyelundupkan hampir 3 kilogram obat terlarang ke Indonesia. Pada 3 Maret 2014, Mary dijatuhi hukuman mati. Menjelang hari eksekusinya, kontroversi kembali mencuat.
Dengan tagar #MaryJane dan #SaveMaryJane, netizen Indonesia menyuarakan pendapat mereka tentang eksekusi mati tersebut. Ada beberapa yang mendukung langkah tersebut sebagai perwujudan perang atas narkoba. Namun, tidak sedikit pula yang mengecam eksekusi tersebut.
Menurut sebagian besar netizen, Mary Jane tidak layak dihukum mati. Dia adalah seorang ibu malang yang ditipu dan dijanjikan akan bekerja di Indonesia, namun malah dititipi heroin seberat 2.6 kg di dalam tasnya. Jane mengaku tidak tahu sama sekali bahwa benda tersebut adalah narkoba.
Menurut Komnas Perlindungan wanita, Mary Jane tidak seharusnya dieksekusi. Sebab Kristina (orang yang mengirim Mary ke Indonesia dan “menyelipkan” heroin ke tasnya) sedang dalam proses hukum di Filipina. Keputusan pengadilan Filipina soal Kristina masih belum final.
Oleh sebab itu, pihak Indonesia tidak boleh mengeksekusi orang yang proses hukumnya belum selesai. Jika pengadilan Filipina menyatakan bahwa Kristina memang bersalah dan Mary murni tertipu sebagai korban, maka Mary dianggap tidak bersalah. Sungguh sebuah dosa bagi pemerintahan Indonesia jika menghukum mati orang yang belum tentu bersalah.
Pada 16 April 2015, dalam ruang tahanannya di Sleman, Yogyakarta, Mary menulis surat kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat sepanjang dua halaman tersebut, Mary menyatakan permohonannya agar Joko Widodo memberikannya grasi dan membatalkan hukuman matinya. Dia juga memohon Jokowi agar mengerti posisinya sebagai ibu dari dua orang putra yang masih kecil.
“Bapak yang mulia, saya percaya bahwa bapak sebagai ayah untuk anak Bapak bisa merasakan apa yang anak Bapak rasakan kalau anak Bapak yang ada di posisi anak-anak saya. Pasti sangat menyakitkan karena mengambil hak anak-anak saya untuk bersama ibu mereka dengan tidak mengabulkan permohonan grasi saya….” Demikian tulis Mary dalam tulisan tangannya yang kecil itu.
Indonesia memang sudah menjadi pusat perbincangan para aktivis HAM Internasional sejak kasus Bali 9. Pada kasus tersebut, Indonesia dinilai tidak adil karena akan mengambil nyawa dua orang warga negara Australia yang tertangkap tangan menyelundupkan narkoba. Akibat panasnya perdebatan, sempat muncul gerakan #BoycottIndonesia oleh para netizen Australia.
Menjelang eksekusi Mary Jane, aksi memboikot Indonesia itu semakin marak. Beberapa negara yang warganya pernah dieksekusi di Indonesia mulai bereaksi. Beredar sebuah foto presiden Jokowi lengkap dengan imbauan untuk memboikot Indonesia. Foto itu dicuitkan oleh pengguna Twitter dari berbagai negara.
Terlepas akankah Mary Jane akan tetap dieksekusi atau tidak, banyak yang beranggapan bahwa hukuman mati bukanlah solusi yang tepat. Jika itu dianggap memberi efek jera, mengapa masih ada orang yang nekat untuk menyelundupkan narkoba? Juga secara ekonomis, biaya untuk sebuah eksekusi mati tidaklah muda.
Di luar semua itu, mari kita simak video sangat singkat berikut ini. Kedua bocah lugu yang ada dalam video ini adalah putra dari Mary Jane. Mereka berbicara kepada Kaesang Pangarep (putra bungsu dari Presiden Jokowi) agar meminta kepada sang ayah agar membatalkan hukuman mati bagi ibu mereka. Kini, kedua bocah ini tengah ada di Indonesia untuk menjenguk ibu mereka. Dan barangkali untuk melihat wajah ibunya untuk kali terakhir.
Narkoba dan segala bentuk peredarannya memang wajib kita perangi. Tidak terhitung berapa banyak generasi bangsa yang rusak di bawah pengaruh obat-obatan terlarang ini. Kita harus selalu serius dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Namun, benarkah hukuman mati adalah solusi yang tepat untuk kasus narkoba. Jika memang hukuman mati ampuh untuk menghentikan peredaran narkoba, mengapa narkoba bisa bebas beredar di Indonesia? Bahkan di tempat-tempat “sakral” seperti penjara, pengadilan atau bahkan di kalangan para penegak hukum? (HLH)
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…