Ganja di Indonesia merupkan barang terlarang. Beberapa negara seperti Meksiko, Kolombia, Italia, Uruguay bahkan Amerika Serikat, sudah melegalkan penggunaan ganja. Namun tetap memiliki regulasi yang ketat dalam pembelian dan pemakaiannya. Misalnya saja di Uruguay, 1 orang hanya dapat membeli ganja sekitar 40 gram setiap bulannya.
Ganja sendiri diketahui dapat digunakan sebagai obat epilepsi atau kejang. Namun bagaimana tanggapan para ahli medis di Indonesia? Dan siapa sangka ganja terbaik didunia malah berada di Indonesia? Berikut ulasan selengkapnya.
Epilepsi merupakan kelainan genetik atau cedera otak yang menyebabkan gejala kejang. Penyakit ini dapat menyebabkan hilang kesadaran. Meskipun jarang terjadi, namun epilepsi dapat menyebabkan kematian akibat SUDP (Sudden Unexpected Death in Epilepsy) dari kemungkinan 1 dari 1.000 penderita epilepsi.
SUDP biasanya ditandai dengan masalah jantung atau pernapasan dan kemunculannya tidak bisa diprediksi. SUDP telah menewaskan 500-1.000 orang per tahun penderita epilepsi. Penanganan penyakit ini biasanya harus minum obat dengan teratur dan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.
Dokter Orri Devinsky dari New York University Comprehensive Epilepsy Center melakukan penelitian terhadap 137 pasien epilepsi menggunakan ganja. Hasilnya, pasien yang menggunakan ekstrak ganja mengalami pengurangan keluhan nyeri dan kejang sebesar 54 persen. Hasil tersebut didapatkan setelah pasien mengonsumsi ekstrak ganja selama 12 minggu.
Ganja memiliki kandungan senyawa bernama Cannabidiol. Senyawa tersebut dibantu dengan senyawa lain bernama GWP42006, dapat meredakan lecutan-lecutan di dalam otak pemicu kejang pada penderita epilepsi.
Namun, para ahli di Indonesia memberikan pernyataan lain. Menurut Dokter Spesialis Saraf Aris Catur Bintoro mengatakan bahwa di Indonesia ketersediaan obat antiepilepsi telah merata. Penggunaan ganja sebagai salah satu obat untuk saat ini tidak diperlukan, mengingat kurangnya dukungan untuk penelitian.
Indonesia belum mempersiapkan apa pun mengenai wacana melegalkan ganja untuk medis. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar. Sejauh ini, Indonesia menjadi salah satu negara PBB yang menolak legalisasi ganja. Karena untuk legalisasi harus melalui persetujuan menteri kesehatan sebagaimana ditulis dalam Pasal 8 ayat 2 Undang Undang No.35/2009.
Di Amerika Serikat, mereka mengesahkan undang-undang untuk ganja sebagai pengobatan epilepsi. Pengesahan ini ditujukan untuk pasien setelah dua tahun atau lebih untuk perawatan Dravet Syndrom (DS) dengan kelumpuhan beberapa syaraf dan Lennox Gastaut (LGS) yang penderitanya lebih sering mengalami kejang. Penggunaan ganja untuk perawatan medis ini dinilai merupakan sebuah kemajuan.
Seorang anak bernama Luna Valentina (12) yang merupakan penderita epilepsi sejak lahir, mulai mengonsumsi ganja medis yang dihasilkan dari laboratorium Cannalivio, Kolombia. Penyakit kejang yang ia alami dapat ditenangkan dengan mengonsumsi ganja tersebut secara teratur. Namun, Amerika juga tetap melakukan pengawasan yang ketat untuk penggunaan ganja medis tersebut.
Tak hanya untuk epilepsi, negara lain juga melegalkan ganja di bidang medis untuk beberapa penyakit lain. Kroasia melegalkan ganja untuk mengobati pasien HIV/AIDS, sedangkan Siprus melegalkan ganja untuk pasien kanker stadium akhir. Para pasien autisme dapat dibantu pengobatannya menggunakan ganja di Argentina. Sedangkan Britania Raya sama seperti Amerika Serikat, yang melegalkan ganja untuk pengobatan epilepsi.
Sebenarnya, Indonesia juga bisa melakukan penelitian mengingat negara ini memiliki ganja terbaik di dunia. Ganja terbaik di dunia ini berada di Aceh .Kenapa dikatakan terbaik di dunia, karena memiliki kandungan THC atau Tetrahydrocannabinol sebanyak 15-17 persen dibandingkan di daerah lain.
Sedangkan THC sendiri bila diolah bisa berfungsi sebagai neuroprotektif, yaitu pelindung syaraf, mengurangi radang, hingga sebagai antiradang. Karena memiliki kualitas yang baik, bila dikonsumsi secara berlebihan bisa menyebabkan kematian. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dan BNN. Ada 8 hektar ladang ganja dimusnahkan di daerah Kabupaten Aceh Besar.
Meski memiliki banyak ladang ganja dan ganja terbaik di dunia, tetapi bagi pemilik barang ini akan mendapatkan jerat hukum. Di Indonesia, bagi pemilik ganja dapat dipidana dalam Pasal 112 UU Narkotika dengan hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun. Serta denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar. Pada 13 Juli 2020, 3 orang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah diketahui membawa 213 kg ganja.
BACA JUGA: Ditanam di Sela Cabai sampai Kopi, 4 Kebun Ganja Ini Ditemukan di Bengkulu
Karena tinggal di Indonesia, maka peraturan di Indonesia yang harus kita patuhi. Karena ganja juga termasuk dalam golongan narkotika golongan 1. Zat berbahaya yang terkandung didalamnya juga dapat menjadi berbahaya dan dapat menghilangkan nyawa. Maka itu, jika dilegalkan untuk medis, harus benar-benar melalui penelitian yang mendetail dan peraturan yang sangat ketat untuk pemakaiannya.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…