Sosok Prabowo Subianto beberapa waktu lalu memang sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia. Mulai dari masa kampanye Pilpres sebagai calon Presiden, hingga pengangkatan dirinya sebagai Menteri Pertahanan periode 2019-20124. Jika ditelusuri ke belakang, keluarga dari Prabowo memang merupakan figur besar di zamannya.
Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo atau Margono Djojohadikoesoemo , merupakan kakek dari politikus, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad tersebut. Sebagai sosok berpengaruh pada masanya, Margono dikenal dekat dengan sejumlah tokoh besar seperti Wakil Presiden pertama RI, Muhammad Hatta. Dirinya pula yang berada di balik berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI).
Margono yang lahir pada 16 Mei 1894 di Purwokerto, merupakan cucu dari cucu buyut dari Raden Tumenggung Banyakwide. Sosok tersebut bukanlah figur yang sembarangan. Dikenal dengan sebutan Panglima Banyakwide, Raden Tumenggung Banyakwide adalah seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro yang merupakan salah satu Pahlawan Nasional.
Margono diketahui pernah menempuh pendidikan di sekolah dasar elite Europeesche Lagere School (ELS) Banyumas, dari 1900 hingga 1907. Dilansir dari Tirto.id, melanjutkan pendidikan di sekolah calon pegawai negeri Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Sebagai informasi, kedua institusi pendidikan tersebut dikenal sangat elit dan tidak sembarangan dalam menerima murid dari kalangan rakyat jelata.
Setelah Sukarno dan Hatta resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, dibentuklah Kabinet Presidentil dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Untuk memimpin DPAS, Margono kemudian ditunjuk sebagai ketuanya. Di dunia politik, kakek dari Prabowo Subianto itu juga aktif terlibat di dalam Partai Indonesia Raya (Parindra).
Ide dibentuknya sebuah Bank Sentral atau Bank Sirkulasi seperti yang dimaksud dalam UUD ’45, berasal dari Margono yang saat itu menjadi Ketua DPAS. Setelah disetujui oleh Sukarno dan Hatta, terbitlah Perpu nomor 2 tahun 1946 pada 15 Juli 1946 yang isinya tentang pendirian Bank Negara Indonesia. Dalam Perpu itu pula, Margono ditunjuk sebagai Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), hingga status hukumnya naik menjadi persero pada tahun 1970.
Kiprah dan jasa Margono pada pembangunan Indonesia di masa lalu, tak hanya melekat pada BNI yang hingga kini masih tetap berdiri. Lewat Yayasan Arsari Djojohadikusumo, gedung senilai Rp 13,5 miliar yang diberi nama R.M Margono Djojohadikusumo disumbangkan untuk Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Margono sendiri wafat pada tanggal 25 Juli 1978 di Jakarta.
BACA JUGA: Sumitro Djojohadikusumo, Ayah Prabowo Subianto yang Dijuluki Sebagai Begawan Ekonomi
Meski telah tiada, kiprah dan jasa yang dilakukan oleh Margono tetap lestari hingga kini. Mulai dari BNI yang tetap eksis di dunia perbankan, hingga namanya yang diabadikan pada sebuah gedung milik Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta dan sebuah jalan di Jakarta.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…