Sebuah rumah sakit jiwa yang sedianya difungsikan untuk menolong dan mengobati mereka yang menderita gangguan mental, beralih fungsi menjadi fasilitas mengerikan di mana tindakan-tindakan kejam dan sadis dilakukan atas nama pengobatan medis. Para pasien, yang memang telah menderita secara mental, tak dapat melakukan apa-apa selain pasrah menerima perlakuan gila para staf dan dokter yang ada di rumah sakit jiwa tersebut.
Itulah deskripsi singkat mengenai Bethlem atau yang lebih sering diplesetkan dengan nama Bedlam oleh orang-orang Inggris sana yang arti katanya sendiri punya sinonim dengan “kegilaan.” Prosedur kejam dan ilegal ini terus berlangsung selama beberapa ratus tahun sejak awal tempat ini mulai diresmikan menjadi rumah sakit jiwa.
Rumah sakit Bethlem yang dibangun di Eropa pada tahun 1247 ini bertujuan untuk mengobati para pasien yang menderita ganggunan mental. Fasilitas ini didirikan oleh seorang uskup Italia bernama Goffredo de Prefetti dan dibangun di atas saluran pembuangan yang sering kali meluap.
Awalnya, Bethlem dibangun bukan untuk merawat orang-orang dengan penyakit tersebut, namun tujuan awalnya adalah untuk membantu menghimpun kebutuhan pangan dan sandang bagi mereka korban perang salib. Pada masa itu, adalah hal yang tak lazim bagi para biarawan maupun tokoh agama lainnya untuk merawat para pengemis yang mengidap penyakit jiwa.
Namun, sejak tahun 1377, para ahli sejarah percaya bahwa tempat ini mulai menjadi hunian ekslusif bagi mereka yang menderita gangguan mental. Tak banyak orang yang tahu apa saja kegiatan di dalam rumah sakit jiwa tersebut selama periode abad pertengahan.
Pada tahun 1675, karena kekurangan tempat, rumah sakit ini beralih ke kawasan utara kota London, tepatnya kawasan Moorfields. Dua patung menyeramkan dipasang di atas pintu gerbang untuk menyambut mereka yang ingin datang. Satu patung bernama Melancholy, yang tampak tenang dan damai, sedangkan satu patung lainnya bernama Raving Madness yang dibelenggu rantai dan tampak marah. Entah apa maksud dari dibuatnya kedua patung tersebut.
Sejak saat itu pula, para penderita skizofrenia, epilepsi, dan mereka yang punya gangguan jiwa mulai berdatangan ke tempat ini. Sejak saat itu, Bethlem mulai dikenal sebagai Bedlam. Pengobatan dan perawatan yang diberikan kepada para pasien di tempat ini sungguh ekstrem.
Salah satu yang cukup gila adalah “terapi perputaran.” Seorang pasien diminta duduk di sebuah kursi yang digantung dari atas langit-langit. Kursi tersebut kemudian diputar atas arahan sang dokter. Kadang-kadang, kursinya berputar mencapai lebih dari 100 putaran per menit. Para pasien biasanya langsung muntah dan kepala pening tujuh keliling. Namun, dokter menganggap kalau reaksi ini adalah alami dan merupakan satu langkah menuju kesembuhan mereka.
Pada tahun 1728, mereka mengangkat seorang pria bernama James Monro sebagai dokter kepala. James juga yang sekaligus menginisiasi berdirinya dinasti Monro selama empat generasi berturut-turut. Sejak keluarga Monro mengambil alih, prosedur pengobatan di rumah sakit ini pun jadi semakin gila lagi.
Para pasien rutin dipukuli, dibiarkan kelaparan, dan dibenamkan ke dalam bak air dingin. Ada juga pasien yang darahnya dihisap habis oleh lintah. Pihak rumah sakit tak peduli dengan keadaan pasiennya ketika menjalani pengobatan ini. Tentu saja, akibat prosedur gila ini banyak pasien yang meregang nyawa.
Sekitar abad ke-18 dan ke-19, studi anatomi sedang gencar-gencarnya di daratan Eropa. Hanya saja, saat itu pasokan mayat yang dapat dibedah tak terlalu banyak. Pasokan tersebut salah satunya hanya berasal dari jasad penjahat yang mati dieksekusi. Hal ini menimbulkan lahirnya “bisnis” baru.
Pada pengujung abad ke-18, seorang pria bernama Bryan Crowther menjadi staf di Bethlem alias Bedlam sebagai kepala dokter bedah. Bryan ditugaskan untuk merawat mereka yang sakit, namun ia lebih tertarik mengurus mereka dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Para keluarga pasien biasanya malu dan tak sudi menganggap kerabat mereka yang ada di rumah sakit jiwa tersebut. Hal ini menjadikan Bryan semakin leluasa menekuni “hobinya.” Bryan paling tertarik membedah otak para pasien, untuk mengulik mekanisme psikologis yang menyebabkan penyakit mental. Meski aktivitasnya ilgeal dan kejam, namun ia berhasil melanjutkan eksperimennya tersebut selama 20 tahun.
Para pasien yang bernasib tragis dan tewas atas perlakuan di Bedlam, jumlahnya tak sedikit. Dalam proses penggalian untuk instalasi jalur kereta baru di London, ditemukan kuburan massal yang diduga berasal dari pasien korban Bedlam. Di tempat ini, ditemukan ratusan tulang belulang yang kemungkinan besar merupakan milik para korban.
Seperti yang telah disebutkan di atas, usai para pasien yang ada di tempat tersebut meninggal, para keluarga biasanya tidak mengacuhkan mereka dan mayatnya dibuang begitu saja tanpa melalui prosesi pemakanan yang layak.
Saat ini rumah sakit Bethlem tetap berdiri di kota London. Tentu saja, tempat ini tak sama seperti rumah sakit jiwa yang kita bahas di atas. Terlepas dari semua kenangan dan persepsi buruk yang melekat, rumah sakit jiwa ini tetap mengusung label yang sama seperti nama rumah sakit yang pernah menjadi tempat kekejaman orang-orang sadis yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…