Kota Malang sudah berdiri sejak sebelum zaman penjajahan. Seiring dengan masuknya VOC ke wilayah Malang dalam usahanya untuk menangkap para pemberontak, maka kota ini pun akhirnya dikembangkan menjadi sebuah tempat tinggal yang nyaman mengingat cuaca kotanya yang sejuk.
Baca Juga : Mengulik Sejarah Kota Malang di Era Kolonial
Nah, karena sudah dibangun sejak zaman dulu, maka tidak heran kalau ada banyak bangunan tua yang masih bisa ditemukan di kota Malang. Yah, meskipun sebagian sudah banyak yang tergantikan oleh bangunan modern sih. Tapi, pernah nggak sih kamu bertanya-tanya beberapa bangunan di kota Malang itu dulunya apa? Berikut ini ulasannya.
Setelah kemunduran kerajaan Mataram, maka Belanda lewat VOC mulai menguasai kota Malang. Nah, untuk mempertahankan kota Malang, maka didirikanlah sebuah benteng pertahanan atau loji. Dari kata Loji ini kemudian sering pula disebut dengan kelojian. Dari sinilah nama Klojen terbentuk.
Benteng pertahanan ini didirikan di tempat yang kini menjadi Rumah Sakit Saiful Anwar atau RSSA di daerah Klojen. Selanjutnya, bangunan ini menjadi rumah sakit militer tentara Belanda dengan nama rumah sakit Celaket.
Itulah mengapa sampai sekarang masih banyak yang menyebut rumah sakit ini sebagai Celaket. Pada masa penjajahan Jepang, rumah sakit ini diambil alih oleh Jepang dan fungsinya tetap sebagai rumah sakit militer. Barulah pada tahun 1947 dijadikan rumah sakit umum dan rumah sakit militer pindah ke Sukun.
Jika kita melewati jalanan di sekitar Rumah Sakit Saiful Anwar, di seberangnya terdapat bangunan tua besar yang dikenal sebagai sekolah Corjesu. Sejak awal, bangunan tersebut memang digunakan untuk sekolah, tapi bukan sekolah SMA seperti sekarang ini.
Pada 8 Februari 1900, Mgr. Staal yang ingin mendirikan biara dan sekolah akhirnya membeli tanah di Jalan Celaket. Pada 3 Maret 1900, tanah tersebut dibangun dan pada tahun 1930 secara resmi digunakan sebagai sekolah pendidikan guru dengan nama SPG Santo Agustinus. Pada masa pendudukan Jepang, sekolah ini kemudian diambil untuk keperluan Jepang.
Pada November 1945, sekolah ini dijadikan markas sementara sekolah militer divisi VII Suropati sebelum pindah ke bekas asrama Marine Belanda di Jalan Andalas. Saat kejadian Agresi Militer I pada 30 Juli 1947, sekolah ini juga ikut dibakar. Kemudian dibangun kembali pada 15 Juli 1951 dan dijadikan SMA Corjesu pada 1955.
Kantor Telkom yang berada di Kayutangan itu sebenarnya awalnya dibangun pada 8 Juli 1909 oleh BOW (Burgelijke Openbare Werken). Dulunya, bangunan ini digunakan sebagai kantor pos, telegram, dan telepon. Saat itu, sambungan telepon masih dikelola oleh pihak swasta, barulah pada tahun 1917 diserahkan ke pihak Kotapraja dengan jumlah sambungan yang sebelumnya 275 menjadi 1000 sambungan dengan mayoritas pemakai adalah orang Eropa.
Saat Agresi Militer I, bangunan ini juga dibakar oleh pejuang Malang sehingga tinggal tembok depannya saja. Setelah masa perang usai, bangunan ini direnovasi kembali sebelum akhirnya menjadi bangunan Telkom.
Di perempatan Jalan Basuki Rahmat dulunya adalah kompleks pertokoan dan perhotelan yang dibangun pada tahun 1936 oleh Karel HG. Bos. Kompleks komersial ini dibangun untuk menunjang wisata ke Gunung Kawi pada masa itu.
Di sisi sebelah timur kini terdapat kantor BCA yang cukup besar. Nah, dulunya tempat ini adalah Hotel Mabes dan Malangsche Apotheek (Apotek Malang) dengan bentuk bangunan yang mirip kapal uap.
Pada tahun 1950-an, gedung ini ganti menjadi Hotel Y.M.C.A, dan pada tahun 1954-an ganti menjadi Apotek Rathkamp sebelum akhirnya berganti kepemilikan dan didirikanlah kantor Bank Central Asia.
Baca Juga : 8 Bangunan Bersejarah di Indonesia
Karena kota Malang didirikan sebagai tempat peristirahatan bagi orang-orang Eropa, maka tidak heran jika ada beberapa tempat hiburan dibangun di kota ini. Salah satunya adalah di tempat yang kini sudah menjadi rumah makan terkenal ‘Rawon Nguling’ yang terletak di pojok Jl KH. Agus Salim dan Zainul Arifin.
Kompleks yang kini jadi pertokoan ini sebenarnya dulu adalah kompleks hiburan bernama gedung Flora yang dibangun pada tahun 1928. Macam-macam fasilitas tersedia di sini mulai dari Biljart Room, barber shop, dan toko-toko makanan.
Setelah merdeka, gedung ini kemudian berubah nama menjadi Wijaya Kusuma dan digunakan sebagai gedung kesenian. Di sini pula banyak grup kesenian seperti Srimulat, Lokaria, dan Ketoprak Siswobudoyo mengawali karir.
Orang Malang kalau mau cari barang-barang kebutuhan seperti sepatu, pakaian atau alat elektronik biasanya akan pergi ke tempat ini. Nah, tempat yang sekarang menjadi gedung dengan kompleks pertokoan, di dalamnya ini dulunya ternyata adalah gedung bioskop bernama ‘Atrium’, lho. Kemudian berubah nama menjadi ‘Ratna’ sebelum akhirnya berubah total menjadi gedung pertokoan Malang Plaza.
Dulu, tidak sembarang orang bisa nonton film di bioskop ‘Atrium’. Hanya orang Belanda saja yang boleh masuk ke gedung ‘Atrium’, baik sipil maupun militer. Untuk non-Belanda, hanya golongan bintara serdadu KNIL saja yang boleh ikut menikmati hiburan di sini. Itupun mereka juga harus memakai seragam hijau.
Gedung Sarinah yang terletak di sekitar alun-alun kini memang berisi pertokoan dan bioskop. Namun dulunya, gedung ini merupakan salah satu bangunan yang sangat penting karena sempat menjadi kantor Bupati Malang pada tahun 1820-1839. Selanjutnya, bekas pendapa kabupaten ini diambil alih oleh Belanda dan dijadikan gedung Societiet Concordia pada tahun 1900.
Tahun 1914, kota Malang semakin berkembang dan menjadi Kotapraja sehingga gedung ini dirobohkan dan dibangun ulang sebagai tempat rekreasi warga Belanda. Di gedung ini disediakan tempat main kartu, bilyard, perpustakaan, gedung pertemuan, serta tempat bermain ice skating.
Tahun 1947, sidang KNIP digelar di gedung ini sebelum akhirnya dibakar dalam strategi perang gerilya. Tahun 1948, gedung ini dihancurkan lalu dibangunlah gedung baru sebagai pusat pertokoan pertama yang diberi nama Sarinah.
Di Malang, terdapat sebuah hotel bernuansa zaman kolonial yaitu Hotel Pelangi. Bangunan ini berdiri pada tahun 1915 sebagai Palace Hotel dengan 50 kamar.
Pada tahun 1925, namanya berubah menjadi Asoma Hotel sebelum kembali lagi menjadi Palace Hotel pada tahun 1945 dan sempat menjadi hotel terbesar di Malang pada tahun 1947. Pada saat Agresi Militer I, hotel ini dijadikan tempat pemerintah kota Malang sementara.
Kemudian pada akhir tahun 1953, namanya berubah lagi menjadi Hotel Pelangi dan bertahan sampai sekarang. Keaslian bangunannya masih terjaga hingga saat ini mulai dari bentuk lantai, plafon, serta dindingnya.
Baca Juga : 8 Kastil Kuno di Eropa yang Disulap Menjadi Hotel
Bangunan dengan atap segitiga di Jl. Merdeka samping Kantor Pos ini juga merupakan bangunan penting di zaman penjajahan. Bangunannya memang tidak banyak mengalami perubahan sejak awal berdirinya, namun zaman dulu, tempat ini dulunya adalah kantor Karesidenan Malang yang dibangun pada tahun 1936.
Saat Tentara Inggris menyerang Surabaya, dan kemudian diduduki oleh Belanda, pemerintahan Indonesia tingkat provinsi Jawa Timur pindah ke gedung ini.
Sementara itu, penduduk Surabaya mengungsi ke gedung sekolah di Jalan Panderman. Tahun 1947 saat terjadi Malang bumi hangus, bangunan ini menjadi target utama pembakaran karena lokasinya yang strategis rawan direbut oleh Belanda.
Sejak dulu, bangunan Bank Indonesia di wilayah alun-alun memang selalu digunakan sebagai gedung perbankan. Dulunya, namanya adalah Javasche Bank dan didirikan tahun 1915 dan menggunakan arsitektur model Yunani yang membuatnya terlihat lebih modern.
Tahun 1943 ketika zaman pendudukan Jepang, fasilitas Belanda termasuk sekolah-sekolah dibatasi dan rakyat dilarang menyimpan dana di bank. Kemudian Javasche Bank ditunjuk untuk menghimpun dana dari seluruh bank agar perekonomian bisa diatasi dengan ketat oleh Jepang.
Tahun 1947, bangunan ini juga tidak luput dari pembakaran oleh pejuang Malang. Bangunan ini akhirnya dibangun kembali tanpa mengubah bentuk dasar bangunan aslinya dan jadilah Bank Indonesia seperti sekarang ini.
Baca Juga : 7 Wisata Enggak Biasa di Malang yang Layak Kamu Lakukan Ketika Singgah!
Kota Malang sebenarnya juga memiliki sejarah yang menakjubkan dan tidak kalah dari kota-kota lainnya. Hanya saja, pembangunan besar-besaran seringkali akhirnya membuat sisa-sisa peninggalan sejarah tersebut hilang. Semoga saja pembangunan selanjutnya tidak mengesampingkan nilai sejarah dan seni bangunan kuno yang ada di kota Malang, yah meskipun sekarang yang tersisa juga sudah tidak banyak lagi.
Pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus sudah sampai di Indonesia. Kedatangannya juga menjadi penanda dari…
Pilihan terjun ke dunia bisnis bukan hal yang akan diambil oleh sembarang orang. Hanya mereka…
Kabar duka datang dari keluarga besar Ayu Ting Ting atas meninggalnya keponakan penyanyi sekaligus presenter…
Indonesia patut berbangga dengan apa yang diraih Saptoyogo Purnomo yang berhasil menorehkan prestasi gemilang di…
Belakangan warga Indonesia dihebohkan dengan isu gempa megathrust. Hal ini berawal dari gempa di Pulau…
Beberapa waktu belakangan, fans Podcast Warung Kopi atau PWK sedang dikagetkan dengan mundurnya Praz Teguh…