Pepatah mengatakan bahwa dibalik kesuksesan seorang pria, terdapat wanita hebat di belakangnya. Maka hal itu juga berlaku pada sosok sang proklamator, Ir. Soekarno yang juga merupakan presiden pertama Indonesia. Ada banyak nama wanita yang tercatat mendampingi kehidupan penuh perjuangan dari Soekarno, namun nama Inggit Garnasih memiliki kisah yang istimewa sekaligus memilukan.
Bernama asli Garnasih, wanita ini lahir di desa Kamasan, Banjaran, Bandung pada 17 Februari 1888. Nama Garnasih berasal dari kata Hegar yang berarti segar menghidupkan dan Asih yang berarti kasih sayang. Nama ini sesuai ia sandang dan ini terbukti dari pengorbanan dan perjuangan yang ia berikan dalam mendampingi perjalanan hidup Soekarno yang sulit dan berliku.
Perkenalan kedua orang tokoh bersejarah ini terjadi di rumah Inggit dan suaminya, Hj Sanusi. H.O.S. Tjokroaminoto menitipkan Soekarno muda di rumah Hj Sanusi yang merupakan anggota pergerakan Syarikat Islam Indonesia. Saat itu, Soekarno sudah beristrikan Oetari, putri dari H.O.S. Tjokroaminoto.
Pernikahan dua pasangan ini telah mengalami keretakan. Soekarno merasa bosan dengan Oetari yang ia anggap kekanakan, sementara itu Inggit merasa kesepian karena Sanusi sering keluar dan tidak lagi menemaninya. Dari sanalah tumbuh benih cinta antara Soekarno dan Inggit meskipun keduanya terpaut usia yang cukup jauh, Soekarno 21 tahun dan Inggit 34 tahun.
Soekarno yang merasa bahwa pernikahannya dengan Oetari terasa hambar kemudian menceraikannya. Sementara itu Sanusi pun akhirnya mencium adanya hubungan khusus antara Soekarno dan Inggit. Maka Sanusi akhirnya menceraikan Inggit dan dengan ikhlas melepaskan Inggit untuk menikah dengan Soekarno. Dengan lapang dada, Sanusi mengajak Inggit untuk sama-sama mendukung Soekarno agar ia bisa mencapai cita-citanya. Bagi Sanusi, kebahagiaan Inggitlah yang ia inginkan.
Selepas bercerai dengan Sanusi, menikahi Soekarno yang masih berstatus mahasiswa dan belum bisa bekerja berarti rela hidup dalam susah dan kehilangan materi berlebih seperti yang biasa ia terima dari Sanusi. Namun Inggit telah berpikir masak-masak, dan cintanya pada Soekarno membuatnya ingin mendampingi pria tersebut meski itu berarti hidup susah dan penuh tekanan.
Inggit adalah sosok wanita sederhana yang tidak bisa membaca ataupun menulis. Namun kesederhanaan dan keterbatasan tersebut justru membuatnya menjadi sosok pembangkit semangat Soekarno hingga menjadikannya sosok pejuang tangguh bagi Indonesia. Inggit bukan hanya seorang kekasih atau istri, tapi juga sebagai ibu yang membimbingnya dalam setiap jatuh bangunnya Soekarno.
Inggit telah mendampingi Soekarno saat ia masih mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Maka itu ia harus membanting tulang sedemikian rupa demi mencukupi kebutuhan hidup keduanya. Berbagai macam cara ia lakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama sang suami mulai dari menjahit pakaian, menjual kutang, bedak, rokok, meramu jamu, hingga menjadi agen sabun kecil-kecilan.
Tamat sekolah pada tahun 1926 memang membuat Inggit begitu bahagia karena kesuksesan Soekarno juga berarti merupakan buah keberhasilannya mendampingi sang suami dengan setia. Meski begitu, perjuangan Inggit belum berakhir karena gelar insinyur yang diraih Soekarno tidak dimanfaatkannya untuk mendapatkan pekerjaan dari pihak Belanda. Sebaliknya, ia justru terus aktif di bidang politik dan mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Dengan langkah yang diambil Soekarno, maka sepasang suami istri ini harus tetap hidup miskin.
Meski begitu hal ini tidak membuat Inggit berpaling. Ia tetap mendukung penuh sanf suami hinga PNI semakin berkembang pesat. Sebagai seorang istri yang setia dan sungguh-sungguh mencintai suaminya, ia selalu memberikan semangat saat Soekarno menemui kesulitan dan selalu menyediakan kebutuhan Soekarno agar bisa terus berjuang. Ia juga yang dengan sabar mendampingi dan menerjamahkan pidato Soekarno ke dalam bahasa Sunda.
“Setiap kelelahan, ia memerlukan hati yang lembut, tetapi sekaligus memerlukan dorongan lagi yang besar yang mencambuknya, membesarkan hatinya. Istirahat, dielus, dipuaskan, diberi semangat lagi, dipuji dan didorong lagi,” ucap Inggit.
PNI yang semakain besar dan agresif mulai membuat pihak Belanda khawatir. Maka Soekarno akhirnya ditangkap dan dihukum 4 tahun penjara. Ia harus mendekam di Penjara Banceuy selama 8 bulan sebelum kemudian dipindahkan ke Penjara Sukamiskin.
Inggit tetap setia mengunjungi dan mengirim makanan untuk sang suami meskipun jarak yang harus ditempuh cukup jauh yaitu 20 km. Jika tidak punya cukup uang untuk membayar delman, maka Inggit harus berjalan kaki agar bisa menemui suaminya yang dipenjara. Segala macam hal dilakukan Inggit untuk meringankan beban Soekarno, mulai dari menyelundupkan buku yang diinginkan Soekarno atau memberikan sejumlah uang dalam makanan. Agar bisa menyelundupkan buku, Inggit harus berpuasa tiga hari agar buku-buku itu bisa ia sembunyikan di perut.
Kesedihan melihat suaminya yang merasa tertekan selalu berhasil ia tahan. Ia tidak menunjukkan kesusahan atau rasa kecewa di hadapan sang suami. Bahkan ketika suaminya merasa bersedih karena merasa gagal sebagai kepala rumah tangga, Inggit justru menenangkan hatinya.
“Tidak, kasep (ganteng), jangan berpikir begitu. Mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres.Tegakkan dirimu, Kus (Kusno, panggilan kecil Soekarno), tegakkan! Teruskan perjuanganmu! Jangan luntur karena cobaan semacam ini!” ujar Inggit.
Dalam masa hukumannya juga, Inggit dengan berani menyelundupkan dokumen sebagai bahan untuk menyusun pembelaan. Usaha Inggit ini pula yang akhirnya membuat Soekano berhasil menulis pembelaannya yang terkenal, “Indonesia Menggugat”.
Setelah bebas, Soekarno kembali melakukan kegiatan politiknya yang membuatnya dibuang di Ende, Flores sebelum kemudian dibuang ke Bengkulu. Inggit sebenarnya adalah wanita bebas, maka jika ia mau, dirinya tidak perlu mengikuti suaminya dibuang. Namun cinta dan kesetiaan Inggit membuatnya mengikuti Soekarno dalam pembuangan.
Segala macam kesedihan dan tekanan psikologis yang diderita Soekarno tidak menyurutkan cinta Inggit. Dengan setia ia selalu menghibur dan mendampingi Soekarno serta berusaha keras membangkitkan kembali semangat juangnya. Namun akhirnya, pemindahan Soekarno ke Bengkulu akhirnya menjadi ujian terberat bagi Inggit.
Kesetiaan Inggit menemani hidup Soekarno selama 20 tahun hidup yang berat ternyata tidak menghentikan Soekarno untuk terpikat kecantikan Fatmawati. Soekarno meminta ijin untuk menikahi Fatmawati karena Inggit tidak bisa memberikannya keturunan. Meski begitu, Soekarno sebenarnya tidak ingin menceraikan Inggit dan ingin menikah lagi namun tetap dengan Inggit sebagai istri pertama. Namun, di sinilah Inggit akhirnya harus merelakan Soekarno.
Inggit dengan tegas menolak untuk dimadu dan memilih untuk bercerai dari pria yang ia damping selama 20 tahun. Hal ini tentu bukanlah perkara mudah, bahkan merupakan peristiwa pahit dalam hidupnya. Namun Inggit mampu bertahan dan merelakan suaminya. Sebaliknya, ia senang karena ia telah menempuh jalan yang sulit dan berhasil mengantarkan Soekarno menjadi sosok yang hebat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Setelah bercerai dari Inggit, Soekarno akhirnya menikahi Fatmawati. Dengan diangkatnya Soekarno menjadi Presien pertama RI, maka Fatmawati akhirnya juga menjadi Ibu Negara pertama Republik Indonesia. Namun wanita ini juga ternyata tidak menjadi pelabuhan cinta terakhir Soekarno. Dua hari setelah melahirkan Guruh Soekarno Putra, Soekarno meminta izin untuk menikahi Hartini. Namun sama halnya dengan Inggit, ia menolak dimadu dan memilih untuk bercerai.
Tahun 1960, Soekarno berada di puncak kekuasaannya. Ia mengunjungi Inggit yang saat itu telah berusia 72 tahun dan Soekarno berusia 59 tahun. Dalam pertemuannya, Soekarno meminta maaf karena telah menyakiti hati Inggit. Namun dengan besar hati Inggit menjawab, “Tidak usah meminta maaf Kus. Pimpinlah negara dengan baik, seperti cita-cita kita dahulu di rumah ini.”
Meski pernah disakiti, Inggit tetap memandang Soekarno sebagai sosok yang dekat di hatinya. Ia juga tetap memberikan nasihat pada Soekarno, “Kus, ini baju pemberian rakyat. Kus harus ingat dan harus bisa menjaganya. Jangan sampai melupakan mereka.”
Inggit ternyata juga berusia lebih lama dari mantan suaminya. Inggit menangis sedih melihat cinta lamanya telah pergi selama-lamanya mendahului dirinya. Sepeninggal Soekarno, istri-istri presiden pertama Indonesia tersebut ternyata rajin mengunjungi Inggit di Bandung. Fatmawati, Hartini hingga Ratna Dewi menghormati sosok wanita yang luar biasa, penuh kasih dan pengorbanan ini.
Itulah Inggit, sosok wanita hebat yang memiliki peran besar dalam perjalanan Soekarno berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Segala cobaan dan kesulitan tidak melemahkan kaki dan tekadnya untuk terus mendukung suaminya. Demi Soekarno yang dicintainya, Inggit rela mengorbankan semua yang ia miliki.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…