Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, menjadi sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat menengah ke bawah. Tak hanya meringankan beban biaya rumah sakit, tapi juga menjadi semacam tabungan terencana untuk meng-cover kesehatan. Praktis, keberadaannya pun banyak dibutuhkan khalayak ramai.
Seiring berjalannya waktu, BPJS mula melakukan berbagai kebijakan baru yang akan segera diterapkan. Sayangnya, keputusan tersebut banyak menuai beragam reaksi di masyarakat. Beberapa layanan penting yang sebelumnya ada, kini terpaksa dihapuskan pada kebijakan terbarunya. Alhasil, perubahan ini mengundang sebuah pertanyaan. Menguntungkan atau Merugikan?
Bukan tanpa sebab BPJS tiba-tiba mengeluarkan aturan baru. Penyelenggara kesehatan mili negara itu dikabarkan mengalami penipisan dana. Tak kepalang tanggung. Jumlah defisit anggarannya mencapai hingga Rp 16,5 triliun. Alhasil, kebijakan baru tersebut merupakan bentuk dari program efisiensi keuangan BPJS yang dinilai mengkhawatirkan. Sayangnya, banyak kritikan di masyarakat dan pakar kesehatan dalam menyikapi hal itu.
Oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Perdirjampelkes Nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 dinilai sangat merugikan pasien. Tak hanya masyarakat awam peserta BPJS, undang-undang tersebut juga dinilai membuat kinerja dokter terganggu. Hal ini diutarakan langsung oleh Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis dalam konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu
“Perdirjampelkes Nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 merugikan masyarakat dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas,” ujarnya yang dilansir dari republika.co.id.
Ada tiga peraturan baru yang rencananya akan diterapkan oleh BPJS. Jika sebelumnya organisasi penyelenggara kesehatan itu menjamin operasi semua pasien katarak, kini hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18. Untuk jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya bisa beberapa kali, nantinya akan diset hanya dua kali dalam seminggu. Pada kasus kelahiran baru, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu. Ketiga peraturan tersbut dinilai mampu mengurangi mengurangi defisit anggaran hingga Rp 360 miliar.
Dari sisi pasien, dikhawatirkan akan timbul permasalahan baru jika aturan baru tersebut diberlakukan. Di antaranya tentang persalinan bayi baru lahir sehat dinilai berisiko mengalami sakit, cacat, atau kematian karena tidak mendapatkan penanganan yang optimal. Untuk katarak, engan syarat visus atau ketajaman penglihatan 6/18 (buta sedang), dinilai bisa membuat angka kebutaan semakin meningkat. Pada profesi kedokteran, aturan bisa merugikan karena dokter berpotensi melanggar sumpah dan kode etik dengan tidak melakukan praktik yang sesuai standar.
Memang, segala yang diatur oleh negara, mau tidak mau kita harus tunduk dan patuh. Sama seperti peraturan baru BPJS. Dirugikan atau tidak, toh kita tetap akan mengikuti kebijakan tersebut. Meski merasa dirugikan, semoga saja tak ada polemik dan perdebatan keras di kemudian hari. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…