Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. 85% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. Pastinya bangga dong ketika kita dijuluki sebagai negara muslim terbesar di dunia. Tapi ternyata di balik itu, umat muslim di Indonesia masih menerima diskriminasi, khususnya cewek muslim. Lho kok bisa? Bukannya hampir tidak ada cerita kaum mayoritas didiskriminasi?
Diskriminasi selalu berdasarkan pada stigma. Di Indonesia yang memang kaya akan budaya dan adat memiliki banyak stigma, khususnya ditujukan pada kaum perempuan. Sementara itu, di Islam sendiri, stigma terhadap perempuan juga banyak. Sehingga muslimah di Indonesia harus hidup dalam stigma-stigma tersebut. Lalu, apa saja sih stigma-stigma di Indonesia yang membuat perempuan muslim merasa terdiskriminasi?
Jilbab atau hijab merupakan identitas seorang muslimah. Namun banyak teman-teman cewek muslim kita yang belum atau memang tidak berjilbab. Tentu mereka memiliki alasan sendiri, karena memang, mau terima kenyataannya atau tidak, keputusan berhijab itu pada akhirnya adalah personal.
Ada banyak cara mengajak saudari muslimah untuk berjilbab, namun yang paling mudah adalah mendoakannya. Bukan menggunjingkan, bukan pula menghakimi-yang kadang malah menimbulkan efek sebaliknya-jadi skeptis terhadap jilbab. Karena meskipun dia telah menjelaskan panjang lebar mengenai alasan dia belum menutup aurat, toh apa yang dia katakan tidak akan pernah memuaskan.
Memutuskan untuk berjilbab adalah hal besar. Saat seseorang memutuskan untuk berjilbab, hal pertama yang kita lakukan adalah memuji syukur. Uniknya, berhijab adalah sebuah proses yang setiap muslimah punya pengalaman tersendiri.
Tapi, ada juga yang menghakimi muslimah ini saat ia baru siap untuk memakai jilbab pendek. Lepas dari fenomena jilbab ketat, jilboobs dan sejenisnya, ada baiknya menghargai proses yang mereka lalui dan keputusan yang diambil. Toh manusia hidup bukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain, tapi berusaha menjadi dirinya yang lebih baik, karena dengan itulah dia bisa baik untuk orang lain.
Tidak dipungkiri seiring berkembangnya jaman, berubah pula pakaian-pakaian wanita masa kini. Termasuk dengan pakaian muslimah yang sekarang makin fancy. Banyak gerai busana yang menarik dengan warna-warni menarik, jelas dong akan mengundang kaum hawa untuk memilikinya.
Memang masih ada yang bakalan nyinyirin konsep baju muslimah yang warna-warni ini. Padahal kesederhanaan dan pribadi muslimah tidak tergantung oleh warna bajunya.
Stigma yang berlaku di masyarakat saat melihat cewek muslim berjilbab panjang, apalagi yang berniqab (memakai cadar), sering dianggap aliran atau organisasi tertentu. Ada pula yang menjulukinya fanatik.
Beberapa orang memilih untuk menghindarinya karena tidak mau ikut-ikutan menjadi ‘fanatik’. Bahkan ada juga yang mengkaitkannya dengan organisasi radikal yang menjadi naungan para teroris. Lah, padahal, berjilbab panjang atau berniqab tidak ada kaitannya sama sekali dengan organisasi atau aliran manapun.
Banyak yang menghubung-hubungkan kasus pelecehan perempuan dengan pakaian macam apa yang mereka gunakan. Tapi tidak jarang perempuan yang sudah tampil se-syar’i apapun, masih juga jadi sasaran. Intinya ya lingkungan kita masih perlu belajar buat respek pada perempuan.
Yang paling sederhana, saat lewat di pinggir jalan. Nggak jarang, ada aja mulut usil yang berseru dari kejauhan. Yaa, mungkin maksudnya bercanda. Tapi nggak banyak yang sadar bahwa secara verbal itu tidak nyaman bagi yang bersangkutan. Kalau diminta membayangkan itu ibunya, saudara perempuannya, pasangannya atau anak perempuannya nanti, mungkin pikir-pikir lagi untuk melakukannya meski sekedar iseng.
Pernah dengar menantu Ustad Arifin Ilham yang sempat bikin heboh? Selain perjalanannya sebagai muallaf, juga pernikahan di usia yang masih sangat muda yaitu 17 tahun. Begitu fenomenalnya kisah ini sampai muncul sindiran “17 tahun sudah menikah, kamu yang 25++ udah ngapain aja?”
Bagi yang sudah siap membina rumah tangga, memutuskan untuk segera menikah adalah hal yang tepat. Namun bagi yang belum siap ya lebih baik jangan dulu. Karena menikah memang sunnah, namun menjaga rumah tangga agar tetap harmonis itu sifatnya wajib. Jika kita belum siap membina rumah tangga, bolehlah kita tunda dulu. Namun tidak banyak orang yang mengerti ini sehingga sering memaksa cewek muslim yang belum siap membina rumah tangga untuk segera menikah.
Bakalan sulit dan ribet banget memang kalau kita harus selalu mendengar atau nurutin omongan orang. Apapun stigma yang ada di negeri ini, cewek muslim janganlah takut dan merasa menjadi korban. Adalah hakmu untuk berproses dan mengikuti apa yang kamu yakini agar jadi lebih baik. Kita boleh banget tetap jadi diri sendiri tanpa harus menuruti stigma yang ada di masyarakat.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…