Banyuwangi pelan tapi pasti mulai menjadi daerah yang berbeda sekarang. Kalau dulu mungkin hanya terkenal wisata dan kulinernya, tapi kini daerah berjuluk Sunrise Of Java ini mulai terkenal akan inovasi serta program-program kece-nya. Misalnya saja adalah pembangunan terminal hijau pertama di Blimbingsari, sampai yang terbaru adalah Smart Kampung yang begitu memudahkan masyarakat.
Masih soal program, sebenarnya masih ada satu lagi inovasi keren yang dilakukan kota paling ujung timur Jawa ini. Namanya adalah Siswa Asuh Sebaya (SAS) yang digagas Bupati Anas sejak 2011. Program ini menyambungkan ikatan solidaritas antara siswa dari keluarga mampu dan siswa dari keluarga kurang mampu.
Program ini tak sesulit apa yang kita kira. Cara menjalankannya hanya semudah membuat para siswa yang mampu, antusias untuk membantu teman-temannya yang kurang beruntung. Caranya sendiri adalah sekali dalam seminggu para siswa bakal berkumpul untuk kemudian memutarkan kotak kaca berlabel SAS kepada teman-temannya.
“Ada yang mendonasikan Rp 1.000, Rp 2.000, atau Rp 5.000. Mereka sukarela untuk membangun kepedulian dan modal sosial di antara siswa yang satu dengan siswa yang lain,” kata Sugianto, Kepala Sekolah SDN 2 Bubuk Banyuwangi yang memberlakukan program ini di sana.
Kamu mungkin bakal bertanya-tanya, kalau sudah terkumpul hasilnya akan dibuat apa? Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Namun umumnya bakal diwujudkan dalam bentuk barang agar bisa dimanfaatkan dengan baik dan membantu proses belajar. Misalnya saja sepeda, seragam sekolah, sepatu, tas sekolah, buku pengetahuan umum, dan sebagainya.
SAS sendiri sudah dirasakan manfaatnya oleh banyak siswa kurang beruntung. Seperti yang dialami oleh Yunda Intana, siswi kelas VII A SMPN 1 Banyuwangi. Wajah Yunda berseri-seri ketika teman-teman sekolahnya mendatangi rumahnya di Lingkungan Ujung, Kelurahan Kepatihan. Mereka datang ke rumah Yunda dengan membawa kejutan, yaitu hadiah sepeda. Melalui SAS, teman-teman Yunda mendonasikan dana untuk membeli sepeda. Selama ini, Yunda berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki.
“Menumbuhkan rasa peduli sejak usia dini sangat penting. Merangkul semua teman yang membutuhkan tanpa pandang suku dan agama. Saya yakin, kelak anak-anak ini akan tumbuh menjadi generasi yang peduli sesama dan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Samsuddin Ali, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Banyuwangi.
Terkait SAS, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga memaparkan bahwa program ini merupakan upaya pemerintah daerah mendorong solidaritas di kalangan pelajar. Dalam program ini, pelajar dari keluarga mampu memberi dana sukarela ke teman sebayanya dari keluarga kurang mampu. Pengelolaannya dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Sejak pertama kali diluncurkan pada 2011, saat ini SAS berhasil mengumpulkan dana hingga Rp. 12,8 miliar dengan menjangkau sekitar 10.000 siswa. Luar biasa bukan?
“Tidak semua permasalahan pendidikan mampu ditangani oleh pemerintah daerah. Program SAS menjadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” kata Anas.
Anas juga mengatakan, SAS ditujukan untuk membantu kebutuhan siswa yang belum masuk dalam kerangka Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun program dari pemerintah lainnya. ”Kalau biaya dasar kan sebenarnya sudah tidak ada, tapi ada kebutuhan lain seperti transportasi ke sekolah, kacamata jika pelajarnya alami gangguan mata, kursi roda, dan sebagainya. Jumlah pelajar di sekolah negeri di Banyuwangi ini mencapai 171.000 orang, belum yang sekolah swasta, tentu dana pemerintah daerah tidak mencukupi jika harus memfasilitasi hal-hal penunjang tersebut. Makanya kita bikin gerakan SAS yang tidak butuh prosedur berbelit untuk saling bantu di kalangan pelajar,” ujar Anas.
Cerita membahagiakan lainnya soal mereka yang mendapatkan bantuan SAS juga datang dari Dwi Riski Baktiar (12), siswa SMP 3 Banyuwangi. Dwi mendapatkan sepeda angin untuk membantunya ke sekolah dari rumah yang jaraknya 4 km. ”Alhamdulillah diberi sepeda, jadi bisa nyaman berangkat sekolah,” kata Dwi.
Kebahagiaan tidak hanya dirasakan siswa penerima, namun juga siswa yang membantu. Ketua Tim Pengelola SAS SMP 3 Banyuwangi, Jessy Ika Arum, mengatakan, timnya mengoordinasi bendahara di semua kelas untuk mengumpulkan dana SAS rutin setiap Kamis pagi.
“Kami kompak dengan semua kelas. Kita lihat, misalnya ada anak yang sering terlambat, ternyata setelah kami dekati, masalahnya adalah rumahnya jauh dan belum punya sepeda. Maka teman-teman berinisiatif membelikan sepeda dengan dana SAS,” ujarnya.
Program ini adalah terobosan yang luar biasa dan patut disebarkan ke semua daerah di Indonesia. Bahkan, program ini sudah masuk Top 99 inovasi nasional terbaik versi Kementerian Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. SAS juga masuk dalam nominator Millenium Development Goals (MDGs) Award 2014 lalu.
Tak hanya bertujuan baik bagi penerima, tapi juga pemberi di mana mereka akan mendapatkan manfaat secara emosional. Pun bagi yang mengatur, mereka secara tidak langsung akan belajar juga tentang manajemen keuangan sejak dini. Salut deh buat Banyuwangi!
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…