Gunung Everest merupakan gunung tertinggi di dunia yang membuat para pendaki penasaran untuk menakhlukkannya. Para pendaki amatir hingga profesional berbondong-bondong datang ke sana demi sebuah kepuasan tersendiri yang tidak jarang dalam prosesnya nyawa mereka menjadi taruhannya.
Banyaknya korban jiwa tidak menyurutkan para pendaki untuk datang dan memanjat gunung yang tinggianya hampir sembilan kilometer tersebut. Selalu ada korban jiwa disetiap pendakian bahkan tahun 2013 tercatat ada 8 pendaki yang tewas saat berusaha mencapai puncak. Berikut kisah mengerikan para pendaki dalam menakhlukkan gunung everest.
Pendakian ke gunung Everest tidak hanya memberikan kepuasan tersendiri bagi pendaki yang berhasil mencapai puncaknya namun juga meninggalkan masalah serius terhadap alam. Sejak tahun 2000-an, sampah menjadi sebuah masalah yang sangat serius di sana. Sampah ini berupa barang bawaan pendaki hingga mayat pendaki itu sendiri.
Barulah kemudian pada tahun 2010, seorang pendaki bernama Namgyal Sherpa yang tergabung dalam “Extreme Everest Expedition” melakukan pendakian ke puncak gunung dengan misi membersihkan sampah yang ada di sana. Yang paling mengejutkan dari sampah-sampah yang berhasil dikumpulkan yaitu adanya dua jasad pendaki yang ditemukan di lereng gunung.
Salah satu jasad yang ditemukan teridentifikasi atas nama Rob Hall seorang pendaki yang hilang tahun 1996. Pada saat itu janda Hall meminta agar jasad suaminya tetap berada di gunung tersebut. Namgyal Sherpa sendiri merupakan pendaki ulung yang melegenda. Ia sudah mencapai puncak Everest 9 kali sebelum akhirnya meninggal tahun 2013 saat mendaki puncak kesepuluh kalinya.
Ini merupakan sebuah kisah pemecahan rekor yang mengharukan dimana Francys Arsentiev bertekad untuk memecahkan rekor dunia sebagai wanita pertama yang mencapai puncak Everest tanpa bantuan oksigen. Ini terdengar seperti sebuah rencana nekad yang sangat beresiko.
Pendakian itu dimulai pada tanggal 20 Mei 1998, Francys Arsentiev ditemani dengan suaminya Sergei Arsentiev memulai pendakian. Namun usaha mereka harus gagal dua kali, barulah di percobaan ketiga tepatnya tanggal 22 Mei 1998 mereka berhasil mencapai ketinggian 8.200 meter atau sekitar 200 meter dari puncak.
Semakin ke puncak rute yang dilalui makin sulit yang membuat perjalanan 200 meter seakan menjadi sangat panjang. Mereka akhirnya memutuskan berkemah karena hari sudah malam. Pada keesokan harinya mereka memutuskan untuk turun karena oksigen di alam yang makin menipis namun entah apa yang terjadi Arsentiev tertinggal. Suaminya yang bingung akhirnya kembali kepuncak dengan membawa tangki oksigen dan obat-obatan.
Tubuh Arsentiev ditemukan oleh pendaki dari Uzbek dalam keadaan beku namun masih hidup. Pendaki itu berusaha menolong namun tidak berhasil karena kekurangan oksigen. Dalam perjalanannya turun pendaki itu berpapasan dengan Sergei. Itulah terakhir kali mereka melihat Sergei hidup. Pada akhirnya Arsentiev pun meninggal karena membeku.
Dari semua mayat yang ditemukan di rute pendakian gunung Everest yang paling terkenal adalah sesosok mayat yang dikenal dengan nama “Green Boots” atau sepatu boot hijau. Sebutan ini diberikan kepada sesosok mayat yang diduga adalah pendaki India bernama Tsewang Paljor.
Mayat Paljor masih mengenakan pakaian gunung yang lengkap plus sepatu boot hijau di kakinya ditemukan berada di ketinggian 8.500 meter dimana disamping mayat tersebut terdapat sebuah pintu gua yang sempit.
Diduga Paljor meninggal dalam keadaan putus asa saat berupaya menyelamatkan diri dari badai salju dengan berusaha masuk ke dalam gua. Pada mulanya Paljor bersama pendaki India lainnya berusaha mencapai puncak melalui rute timur laut. Namun pada ketinggian 8.500 terjadi badai salju, tiga pendaki memutuskan untuk berbalik arah namun Paljor dan dua orang lainnya nekad mencoba terus mendaki sebelum akhirnya mereka hilang.
Jauh pada tahun 1979 sebuah usaha pemecahan rekor wanita pertama yang mencapai puncak Everest telah dilakukan. Orang yang melakukannya adalah pendaki wanita asal Jerman bernama Hannelore Schmatz. Namun usaha ini mengalami kegagalan dan Schmatz pun meninggal dunia dalam usahanya mencapai puncak.
Ceritanya pada tahun 1979 Hannelore Schmatz bersama dengan pendaki Amerika, Ray Gennet memutuskan untuk mendaki gunung Everest. Namu mereka kelelahan di ketinggian 8.300 meter sekitar setengah kilometer dari puncak. Mereka memutuskan untuk berkemah karena hari sudah gelap. Namun Schmatz memaksa untuk terus mendaki hingga akhirnya rombongan pendaki tersebut hilang semuanya.
Setelah bertahun-tahun jasad mereka ditemukan oleh pendaki lain yang hendak ke puncak. Tubuh beku Schmatz ditemukan dalam keadaan masih duduk seolah bersandar di ranselnya dengan mata membuka lebar dan rambut terurai panjang.
Mungkin pada saat itu yang ada di benak Tomas Olsson mendaki gunung Everest tidak sulit dan seekstrim yang dibayangkan sehingga mendorongnya untuk mencoba meluncur dari rute sebelah utara atau North Face dengan ski pada tahun 2006.
Benar saja pada tanggal 16 Mei 2006 ia bersama rekannya Tormod Granheim berhasil mencapai puncak Everest setelah seharian penuh mendaki. Mereka tidak menghiraukan rasa lelah dan langsung mengambil papan seluncur mereka. Saat itu juga mereka meluncur ke bawah dengan ski menuruni North Face melalui celah Norton pada sudut kemiringan yang curam yaitu 60 derajat.
Papan ski Olsson hanya bertahan meluncur sejauh 500 meter sebelum akhirnya pecah. Akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan cara rappeling. Saat melakukan rappeling Olsson tetap mengenakan papan ski di kakinya, kemudian jangkar salju yang menahan tali pun putus, Olsson terjatuh dari ketinggian 2.500 dan tewas seketika.
Tujuan dari Marco Siffredi sederhana yaitu menjadi orang pertama yang menuruni Gunung Everest dengan snowboard. Pada tanggal 22 Mei 2001, Marco mendaki puncak Everest dengan rencana menuruni gunung dengan snowboard melalui celah Hornbein. Tapi ia tidak menemukan cukup salju di rute tersebut sehingga ia menggunakan rencana cadangan yaitu turun melewati North Col Route.
Pada percobaannya itu ia berhasil menuruni gunung Everest dan menjadi orang pertama yang berhasil turun dengan cara naik snowboard setelah meluncur selama 4 jam. Namun tujuannya untuk melewati celah Hornbein belum tercapai hingga akhirnya ia kembali lagi ke Everest pada bulan Agustus untuk menuntaskan misinya.
Pada bulan itu ia berharap sudah ada salju yang cukup tebal di Hornbein sehingga bisa dilewati snowboardnya. Benar saja tebakannya karena waktu itu salju tebal menyelimuti rute paling curam di Everest tersebut. Namun nahas baginya, setelah melakukan peluncuran sejauh 1.500 meter dari bawah celah Hornbein ia jatuh dan tewas. Hingga kini tubuhnya belum ditemukan.
Mendaki Gunung Everest selain dibutuhkan fisik yang kuat juga mental yang tangguh karena resiko kematian bisa kapan saja mengancam. Kondisi cuaca yang cepat berubah ditambah dinginnya suhu dan tipisnya oksigen menjadi beberapa kendala yang menghadang. Banyak para pendaki yang akhirnya meninggal dalam upayanya mencapai puncak.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…