Listrik hanya setengah hari [Image Source]
Kita pasti membayangkan hidup di perbatasan negara itu menyenangkan ya. Entah karena bisa gampang banget ke luar negeri dengan hanya melangkahkan kaki, atau mungkin berteman dengan masyarakat negeri tetangga yang pasti jadi hal yang menyenangkan. Namun, imajinasi hanyalah imajinasi, pada kenyataannya, kehidupan di perbatasan itu jauh dari kata menyenangkan. Bahkan kalau boleh memilih, mungkin mereka berharap bisa terlahir di kota atau di mana saja asal tidak di perbatasan.
Potret mirisnya kehidupan perbatasan di Indonesia, salah satunya bisa kita lihat dari masyarakat Krayan yang ada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ini. Sungguh, malu kita kalau lihat betapa susahnya mereka. Kita di sini bisa gampang banget dengan semua fasilitas dan kemudahan, mereka miris dengan segala keterbatasan. Ketika semuanya serba susah, Malaysia, si negeri seberang, menawarkan berbagai kemudahan. Tak punya pilihan, warga Krayan pun terpikat, sehingga kesan yang ada seperti mereka lebih mencintai si Jiran.
Tapi, salah besar kalau kita anggap masyarakat Krayan tak nasionalis. Justru sikap cinta tanah air yang kita punya terpaut sangat jauh dari mereka. Masih soal Krayan, berikut kisah hidup mereka yang harusnya bisa membuka mata kita lebih lebar soal kehidupan di perbatasan.
Meskipun terletak di ujung halaman Indonesia, Krayan bagaimana pun tetap milik NKRI. Warga juga berkeyakinan demikian. Tapi, kenapa justru faktanya berkebalikan? Di sana akses ke Malaysia sangat-sangat mudah, sedangkan menuju ke tengah Indonesia sangat susah. Seolah Krayan adalah milik si Jiran.
Lantaran akses yang susah untuk menuju pusat kota, maka warga tak punya pilihan selain Malaysia sebagai tujuan pemenuhan kehidupan. Di samping itu, soal barang-barang di negeri Jiran ini memang lebih murah. Mulai dari mie instan, sembako, tabung gas, di Malaysia harganya lebih manusiawi. Tak seperti di Indonesia.
Tak hanya jalan yang miris di sini, listrik pun tak jauh beda. Memang sih, warga Krayan bisa menikmati listrik, tapi penggunaannya sangat dibatasi. Mereka, hanya bisa menikmati listrik mulai jam 6 petang saja sampai lewat tengah malah. Selebihnya, warga harus rela tak teraliri listrik.
Warga Krayan bukannya diam saja dengan kondisi seperti ini. Kepada pemerintah mereka sudah sering kali meminta untuk dibantu. Namun sayangnya belum ada jawaban yang pasti. Masyarakat Krayan seolah menunggu jawaban cinta dari gadis ABG yang masih labil.
Tak perlu kita tanya bagaimana perasaan mereka terhadap sikap pemerintah Indonesia. Jelas mereka marah lantaran terkesan tak diperhatikan. Tapi, lain cerita kalau tentang kecintaan mereka terhadap tumpah darah. Meskipun hidup di tengah kondisi miris seperti itu, di hati tiap orang Krayan masih tersemat nama ibu pertiwi.
Pak Presiden, ayolah bantu saudara kami di sini agar bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Tak perlu macam-macam dulu, cukup bangunkan saja jalan raya di sana sehingga masyarakat bisa hidup lebih baik soal ekonomi. Tak lagi harus mengemis ke Malaysia hanya untuk sekardus mie instan.
Fenomena viral Arra, bocah lima tahun yang dikenal karena kepandaiannya berbicara dengan gaya dewasa, kembali…
Nama Fedi Nuril akhir-akhir ini kembali dikenal publik. Bukan karena kembali membintangi film dengan tokoh…
Kamis (20/3/2025) pukul 03.00 WIB, saat asyik scrolling media sosial X sambil sahur, mata tertambat…
Dunia aviasi Indonesia bakal semakin berwarna dengan kehadiran burung-burung besi baru. Indonesia Airlines, sebuah perusahaan…
Lagi-lagi rakyat Indonesia dibikin geleng-geleng kepala oleh ulah aparat penegak hukum. Kali ini kasusnya sedang…
Baru-baru ini, dunia hiburan Korea Selatan diguncang oleh skandal yang melibatkan aktor papan atas, Kim…