Tidak ada pekerjaan yang tak punya risiko. Bahkan tukang sapu di jalan yang mungkin dianggap banyak orang adalah pekerjaan remeh, juga punya risikonya. Entah itu kesrempet motor atau mungkin kena clurit ketika membabat rumput. Setiap kerjaan ada risikonya, yang membedakan adalah besar atau kecilnya kadar risiko yang dimiliki.
Membicarakan pekerjaan dengan risiko tinggi, mungkin banyak yang bisa kita sebutkan. Nah, salah satu dari deretan pekerjaan yang risikonya gede itu adalah wartawan. Ya, pencari berita adalah pekerjaan dengan risiko besar. Apalagi kalau ditugaskan untuk meliput konflik-konflik yang sensitif. Risikonya bukan luka-luka atau cidera lagi, melainkan mati.
Sudah banyak buktinya para wartawan yang diculik lalu disiksa-siksa dan bahkan dibunuh. Berikut adalah kisah-kisah menyedihkan dalam jagad jurnalisme yang bikin pekerjaan satu ini jadi punya julukan the most dangerous job in the world alias pekerjaan paling berbahaya di dunia.
Wartawan adalah pekerjaan mulia, tanpa mereka kita buta informasi. Sayangnya, akhir hidup seorang pencari berita kadang tidak selalu baik seperti berita bagus yang diliputnya. Hal inilah yang terjadi pada seorang James Foley. Wartawan kenamaan asal Amerika. Seperti yang mungkin pernah kamu baca, wartawan satu ini dipenggal oleh ISIS.
Sebelum dibantai secara keji, lebih dulu Foley diculik. Lalu, dari pihak ISIS sendiri kemudian mengajukan penawaran kepada pemerintah AS untuk menukar Foley dengan beberapa permintaan. Sayangnya, AS sendiri enggan menuruti kemauan ISIS dan akhirnya eksekusi pun dilakukan. Meskipun berakhir miris, ibu James Foley mengatakan kalau dirinya bangga terhadap sang anak.
Banyak diberitakan jika James Foley tidak ditangkap sendirian, melainkan dengan beberapa orang sekaligus. Salah satunya adalah seorang wartawan asal Inggris bernama John Cantlie. Memang John tidak dibunuh, tapi ia mengalami penyiksaan keji yang mungkin akan jadi pengalaman terpahit dalam hidupnya.
John mengaku kalau ia disiksa bagai seorang tahanan Guantanamo. Salah satu perlakukan yang diterima wartawan Inggris ini adalah penyiksaan waterboarding, di mana mulutnya dipaksa untuk membuka kemudian ditutupi kain dan dituang air berkali-kali. Teknik penyiksaan ini dikenal luas juga dilakukan para sipir Penjara Guantanamo kepada para tahanan. Tidak diketahui nasib John saat ini, desas-desus mengabarkan kalau ia masih hidup sampai sekarang.
Daniel Pearl adalah seorang wartawan Amerika yang pernah ditugaskan untuk mewawancarai seorang pemuka agama di Pakistan. Hal ini terkait dengan kasus seorang pria bernama Richard Colvin Reid yang tertangkap ketika akan melakukan aksi peledakan. Reid sendiri diduga masih punya hubungan darah dengan seseorang yang akan ditemui Pearl. Si wartawan sendiri nampak antusias dengan ini, sayangnya ini justru jadi jalan akhir hidupnya.
Belum sempat menemui tokoh yang dimaksud, Pearl sudah dulu diculik oleh kelompok yang mengaku adalah utusan Al-Qaeda. Organisasi ini pun kemudian melakukan penawaran kepada pemerintah Pakistan untuk melepaskan tiga orang napi. Pemerintah Pakistan menolaknya, hingga akhinya Pearl pun dibantai. Sebelum pisau menggorok lehernya, Pearl berkata sambil tersenyum, “My name is Daniel Pearl. I’m a Jewish American from Encino, California, USA. My father’s Jewish, my mother’s Jewish, I’m Jewish. My family follows Judaism…” seketika itu Pearl pun dibunuh.
Tak hanya James Foley, keterkenalan ISIS juga disebabkan oleh seorang wartawan Jepang bernama Kenji Goto. Niat ingin membuat cuplikan dokumenter tentang kehidupan rakyat Suriah, ia justru ditawan ISIS. Tak lama setelahnya, Kenji pun meninggal dengan jalan yang sama persis seperti yang dialami oleh Foley.
Sebelum kejadian ini, Kenji diduga melakukan upaya penyelamatan terhadap korban penculikan lainnya yang juga berasal dari Jepang bernama Haruna Yukawa. Sayangnya, keduanya sepertinya gagal. Yukawa sendiri juga dieksekusi oleh ISIS.
Kabar duka bagi para wartawan juga datang dari tanah Afrika. Dua orang wartawan asal Perancis diberitakan telah dibunuh di Mali oleh kelompok anarkis yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Claude Verlon dan Ghislaine Dupont dibunuh setelah sebelumnya diculik selama 3 tahun lebih.
Menanggapi hal ini, Presiden Perancis Francois Hollande menunjukkan kegeramannya kepada pelaku. Hal ini juga ditimpali oleh pemerintahan Mali lewat juru bicaranya yang mengatakan turut prihatin dan akan berupaya maksimal untuk melawan terorisme di negaranya.
Kejadian buruk seperti deretan orang ini juga pernah dialami oleh wartawan asal Indonesia, Meutya Hafid. Wartawan MetroTV ini pernah diculik oleh sekelompok orang bersenjata ketika ditugaskan ke Irak. Untungnya, pada akhirnya Mutya dibebaskan, bahkan ia juga merilis sebuah buku laris yang kata pengantarnya ditulis oleh Presiden SBY.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…