Di bulan Ramadan ini, mungkin sebagian besar orang akan menyiapkan makanan yang spesial untuk menu sahur dan berbuka puasa. Dan mungkin juga, kamu malas makan sahur kalau lauknya cuma tempe. Bisa bersantap sahur dengan nasi dan lauk, bukankah itu sudah nikmat yang tak ternilai? Mungkin kita kerap melupakan itu.
Sepenggal kisah yang dibagikan oleh salah seorang netizen ini mungkin bisa bikin kita sadar. Cerita ini tentang seorang kakek penjual abu gosok yang hanya bisa sahur dan berbuka dengan air putih saja. Setidaknya, perjalanan si kakek ini yang akan menampar kita, bahwa selama ini kita masih begitu kurang bersyukur. Lebih dekat mengenal si kakek, berikut ini adalah kisah selengkapnya.
Seorang netizen bernama Fauziah Ulfa adalah yang pertama kali membagikan kisah pilu dari kakek renta ini. Menurut yang ditulis Fauziah, kakek ini merupakan pedagang abu gosok keliling yang biasanya berjualan sekitar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Lokasi tepatnya di Jalan Ir. Haji Juanda no.95, Ciputat, Kota tangerang Selatan, Banten. Meski usianya sudah sangat sepuh, namun kakek satu ini masih begitu giat mencari nafkah. Sejak pagi, dia berjalan membawa gerobak kecilnya yang berisi abu gosok dan bola kecil.
Fauziah bercerita, bahwa ia tanpa sengaja bertemu kakek tersebut ketika berangkat kuliah. Melihat si kakek yang duduk lemah di pinggir jalan, Fauziah jadi tak tega. Ia berniat membeli satu bungkus abu gosok, sebab jika hanya memberinya uang, takut membuat si kakek tersinggung.
Satu plastik abu gosok yang dijual si kakek hanya dibandrol dengan harga Rp 3000 saja, benar-benar nominal yang nggak ada apa-apanya di zaman sekarang menurut Fauziah. Sebelum pergi, Fauziah sempat sedikit berbincang dengan si kakek. Dari orbolan tersebut, diketahui jika si kakek tinggal jauh dari anak-anaknya.
Menurut cerita si kakek, selama ini ia tinggal numpang di rumah orang. Sementara anaknya sendiri tinggal di Cikarang. Selama puasa, kakek tersebut hanya bisa sahur dan berbuka dengan air putih saja. Selama obrolan pun, si kakek terlihat menahan tangis.
Tak tega dengan kondisi tersebut, Fauziah meminta agar si kakek istirahat saja. Namun permintaan itu hanya dibalas dengan senyum. Setelahnya kakek renta itu mengatakan jika ia tidak bisa banyak ngobrol karena perutnya sakit jika terlalu banyak bicara. Fauziah akhirnya pamit ke kampus.
Dari pertemuan tersebut, Fauziah merasa tertampar. Ia takjub sekaligus terkesan pada seorang kakek setua itu namun masih terus berpuasa dan bekerja. Padahal saat ini masih begitu banyak anak muda yang kerap menyepelekan makanan, sedangkan si kakek buat makan saja susah.
Melalui akun sosial media miliknya, Fauziah menuliskan cerita pertemuan tersebut, sekaligus mengajak netizen lain, khususnya para mahasiswa UIN Jakarta untuk berhenti sejenak ketika bertemu dengan si kakek. Fauziah mengajak warganet untuk membeli abu gosoknya, atau bola kecil yang dijual dengan harga Rp 5000. Setidaknya dengan membeli dagangan kakek renta tersebut, bisa untuk mengganjal perut saat masuk waktu buka puasa.
Cerita pilu sang kakek tersebut setidaknya membuat kita sadar, betapa beruntung orang-orang yang bisa menikmati santap sahur dan berbuka dengan berbagai menu. Semoga kisah kakek penjual abu gosok ini membuat kita lebih bersyukur.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…