Master Hokkaido [image source]
Indonesia memang memiliki banyak mutiara bangsa yang sangat membanggakan. Selain banyaknya ahli robotik muda, kita juga memiliki para peneliti yang sudah malang melintang di dunia internasional. Tentu saja hal tersebut dilandasi oleh semangat serta kegigihan masyarakat tanah air untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Dan itu tentunya tak terbatas untuk mereka yang tinggal di kota saja, karena anak-anak desa juga memiliki kesempatan sama.
Salah satunya adalah nama Desi Utami. Perempuan yang meraih gelar masternya di Hokkaido University, Jepang ini tidak pernah absen menyebutkan asalnya yang katanya hanya sebuah desa di Yogyakarta. Namun meski demikian nama Desi cukup populer dikalangan para akademisi, pasalnya dia memiliki banyak prestasi saat sedang meraih gelar masternya.
Meskipun perempuan berjilbab ini bisa dibilang sukses di Jepang, siapa sangka saat masih menjalani pendidikan S1 Desi tak terlalu mahir mengerti Bahasa Inggris. Saat masih duduk di semester 1 sebagai mahasiswa di UGM, skor TOEFL nya hanya 360 saja. Padahal bila seseorang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri paling tidak skornya di atas angka 500. Bila teman Desi bisa mengerti bacaan berbahasa Inggris hanya dengan membaca 1 sampai 2 kali, Desi butuh 3-5 kali baca untuk memahaminya.
Tanpa disangka-sangka, meskipun hanya berbekal pengetahuan disertai rasa percaya diri yang besar ternyata Desi berhasil lolos program pertukaran pelajar ke Jepang. Namun, sadar kalau kemampuan Bahasa Inggrisnya masih pas-pasan, perempuan asal daerah Imogiri Yogyakarta ini memutuskan untuk bergabung ke salah satu lembaga pembelajaran Bahasa Inggris. Barulah kemudian dia bisa mengatakan sangat mencintai bahasa internasional tersebut.
Banyak yang tidak mengira bahwa gadis yang dulunya amat tidak menyukai Bahasa Inggris, justru diberi kesempatan untuk mengajar kelas bahasa asing itu sewaktu menempuh pendidikan S2 di Jepang. Dengan bekal sebuah kutipan yang berbunyi “dengan mengajar kamu akan belajar,” serta passionnya di bidang komunikasi publik dan mengajar, Desi kemudian diberi amanah mengajar di tujuh kelas di Jepang.
Selama dia menjalani masa perkuliahan di Hokkaido selama 3 tahun, entah mengapa kehidupan Desi dipenuhi dengan angka 7. Selain berkesempatan mengajar di 7 tempat sekaligus, perempuan ini bercerita bahwa tanpa disengaja ada 7 organisasi yang waktu itu dia ikuti dan bisa berperan aktif. Kemudian dia juga pernah mengikuti seminar di 7 tempat, tak hanya itu dari tahun 2008 sampai dengan 2016 Desi ternyata menerima 7 beasiswa dalam kehidupannya di kampus.
Bila dilihat sekali lagi, Desi benar-benar bisa membuat hidupnya berubah 180 derajat. Dari awalnya dia hanya seorang mahasiswi yang tidak bisa memahami dan merasa takut dengan Bahasa Inggris, eh ketika menempuh S2 Desi malah menjadi pengajar bahasa tersebut. Selain itu kegigihannya juga patut kita apresiasi, pasalnya dia bisa tetap profesional menjadi pengajar di tujuh sekolah padahal dalam waktu yang sama dirinya harus menyelesaikan studi. Sungguh tak mudah bila dibayangkan, tapi faktanya Desi bisa melampaui semua itu.
Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…
Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…
Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…
Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…
Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…
Jangan remehkan kekuatan tumbler. Tak hanya tahan pecah, hilang dikit, dua-tiga orang bisa kena pecat…