Permasalahan tentang Global Warming atau pemanasan global memang sudah sering diperbincangkan. Beberapa pihak yang khawatir dengan akibat buruk pemanasan global akhirnya mulai mengambil langkah nyata untuk mencegah bencana yang mungkin terjadi akibat global warming. Namun sayangnya, masih banyak pihak yang tidak percaya akan adanya pemanasan global dan akibat buruknya.
Baca Juga : 6 Praktik Kanibalisme yang Pernah Hidup dan Berkembang di Indonesia
Di berbagai tempat di dunia, sebenarnya sudah mulai bermunculan tanda bahwa bumi sedang dalam bahaya akibat ulah manusia. Namun ternyata orang-orang yang bersikap apatis atau tidak peduli juga masih banyak. Padahal beberapa negara seperti berikut ini sudah merasakan perbedaan nyata dan bahaya yang mengancam mereka akibat pemanasan global.
Maladewa selalu digambarkan dengan keindahan dan keeksotisannya sehingga banyak orang ingin mencoba berlibur ke sana. Tapi jangan pernah bermimpi pergi ke negara kecil ini jika kita tidak bertindak untuk menghadapi global warming, karena Maladewa bisa menjadi negara yang pertama hilang ditelan lautan.
Maladewa adalah negara yang terdiri dari kurang lebih 1.200 pulau-pulau kecil di antara Samudera Hindia dan laut Arab. Maladewa juga merupakan negara dengan tingkat ketinggian terendah di dunia yaitu 1,5 meter di atas permukaan laut. Karena itulah negara ini sangat beresiko tinggi tenggelam oleh air laut yang terus semakin tinggi.
Meningkatnya permukaan laut tidak hanya mengancam garis pantai Maladewa, tapi juga keberadaan negara beserta penduduknya. Jika wilayahnya hilang, maka negara Maladewa otomatis juga akan hilang. Pemerintah Maladewa bahkan sudah membangun pulau buatan untuk tempat tinggal bagi populasi Maladewa.
Meski begitu hukum maritim internasional tidak mengakui pulau buatan sebagai teritori atau wilayah sah suatu negara. Hukum tersebut juga tidak mengakui mereka yang mengungsi ke pulau tersebut karena perubahan iklim yang merusak negara mereka.
Negara bernama Tuvalu memang jarang sekali terdengar. Dan jika negara ini dibiarkan hancur oleh global warming, bisa-bisa Tuvalu benar-benar hanya menjadi sejarah. Tuvalu adalah sebuah negara pulau yang terletak di Samudera Pasifik di antara Hawaii dan Australia. Negara kecil ini terdiri dari 3 pulau tebing dan 6 atol dengan total luas daratannya sekitar 26 kilometer persegi.
Global warming adalah kekhawatiran utama bagi masyarakat Tuvalu karena rata-rata tinggi pulaunya hanya 2 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di Niulakita dengan ketinggian hanya 4,6 meter di atas permukaan laut. Tuvalu akan menjadi salah satu negara yang merasakan efek buruk dari naiknya permukaan laut. Tidak hanya sebagian pulau tersebut akan banjir dan tenggelam, tapi naiknya air laut ke daratan juga bisa menghancurkan tanaman pangan warga Tuvalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Tuvalu sudah merasakan sendiri akibat dari global warming. Beberapa hal yang sudah terjadi antara lain air asin yang naik hingga ke pantai dan meresap ke tanah telah merusak tanaman pokok dan komoditas ekspor Tuvalu sehingga mereka kesulitan bercocok tanam, terjadi banjir di beberapa daerah yang selama 15 tahun tidak pernah banjir, banyak air tanah yang sudah tidak bisa diminum karena tercampur dengan air laut sehingga warga bergantung pada air hujan, banjir yang kini datang tiap bulan dan beberapa pulau terkecil di Tuvalu seperti Tepuka Savilivili telah hilang dan tenggelam pada tahun 1997.
Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan karena lama kelamaan Tuvalu bisa benar-benar hilang. Beberapa masyarakat Tuvalu terpaksa dievakuasi karena naiknya level air laut. Pemerintah Selandia Baru bahkan menjalankan program imigrasi yang disebut Pacific Access Category untuk membantu penduduk Tuvalu memulai hidup kembali di lingkungan yang lebih aman.
Sama dengan Tuvalu, Kiribati juga negara kepulauan yang terletak di Samudera Pasifik. Kiribati terdiri dari 33 pulau yang saling terhubung di tengah Pasifik. Jika apa yang diperkirakan para ilmuwan benar, Samudera Pasifik akan menelan Kiribati sebelum akhir abad 21, atau bahkan lebih cepat.
Kepulauan Kiribati hanya memiliki ketinggian 2 meter di atas permukaan laut. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika global warming dibiarkan terjadi dan air laut semakin naik. Kiribati beresiko tenggelam akibat naiknya permukaan laut karena es di Greenland dan Antartika yang terus meleleh. Perubahan iklim ini terjadi karena emisi karbon dari pembangkit listrik, mobil, dan kegiatan lainnya.
Sayangnya, Kiribati termasuk salah satu negara yang berada di posisi paling tidak menguntungkan akibat global warning meskipun negara ini termasuk yang paling sedikit menyumbangkan gas emisi. Emisi Kiribati bahkan kurang dari 2% yang dihasilkan oleh Amerika.
Beberapa desa sudah mengalami banjir karena air pasang yang lebih tinggi dari sebelumnya. Bahkan beberapa pulau kecil yang sering dikunjungi di daerah laguna kini telah tenggelam. Penduduk harus membangun dinding sebagai usaha untuk melindungi pohon-pohon kelapa dan lahan mereka. Penduduk Tarawa, salah satu pulau di Kiribati juga sudah tidak bisa lagi minum air tanah karena terlalu asin akibat tercampur air laut yang meresap ke tanah. Untuk mengantisipasi jika Kiribati benar-benar hilang, presiden Kiribati, Anote Tong harus membeli lahan di Kepulauan Fiji.
Bukan hanya negara kepulauan kecil di tengah samudera saja yang terancam akan global warming. Negara-negara lain yang berada di pulau lebih besar juga akan merasakan dampaknya. Bangladesh adalah salah satu negara yang mengalami akibat buruk dari masalah ini.
Beberapa kota di tepi pantai Bangladesh telah merasakan dampaknya, mulai dari air minum yang sekarang telah terasa asin dengan kristal putih akibat tercampur dengan air laut yang semakin tinggi, serta rusaknya lahan pertanian mereka. Perlahan tapi pasti, masalah ini juga telah merusak satu-satunya sumber pendapatan mereka sebagai seorang petani, serta mengakibatkan warga negara ini harus memikirkan cara untuk mendapatkan sumber pangan yang lain.
Global warming tidak hanya mengakibatkan naiknya permukaan laut, tapi juga iklim yang semakin ekstrem melanda negara ini. Badai dan angin topan yang lebih buruk muncul di Bangladesh merusak lahan dan menewaskan penduduknya.
Suhu yang terus meningkat membuat Gurun Sahara di negara ini menjadi semakin meluas. Tentu saja hal ini merupakan kabar buruk karena meluasnya gurun merambah hingga tanah pertanian sehingga tidak bisa ditanami lagi. Akibatnya, kekurangan pangan tidak akan bisa dihindari.
Hujan di wilayah utara Sudan terus turun hingga 30% dalam 40 tahun terakhir ini dan Sahara semakin meluas hingga 1 kilometer per tahun. Jika hal ini terus dibiarkan, peperangan antar suku seperti yang terjadi di Darfur tidak akan bisa dihindari. Perselisihan ini diperburuk dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan subur dan persediaan air.
Di salah satu alam liar terakhir di dunia, global warming telah mengakibatkan perubahan besar dalam kehidupan dan manusianya. Musim dingin di Siberia kini suhunya telah turun dari -50 derajat menjadi -30 derajat dan mengakibatkan permafrost menjadi meleleh.
Permafrost adalah tanah yang selalu terlapisi salju sepanjang tahun, dan global warming telah membuat lahan ini meleleh dan menyisakan rawa-rawa dan lahan berlumpur. Rumah-rumah di arktik berkurang, dan para masyarakat nomaden yang tinggal di tundra mendapati migrasi tahunan mereka terganggu karena cuaca yang tidak terduga. Suhu yang hangat di musim yang tidak seharusnya, serta salju turun di waktu yang tidak seharusnya.
Tidak hanya 6 negara tersebut yang sudah merasakan dampak dari global warming, tapi juga beberapa negara lainnya. Jika kita tidak bertindak dari sekarang, maka masalah besar akan menimpa kita semua yang tinggal di bumi. Tidak perlu menunggu pemerintah atau perusahaan besar untuk bertindak lebih dulu.
Baca Juga : 5 Dosa Malaysia yang Ternyata Bikin Geram Negara Lain Selain Indonesia
Kita bisa memulai dari diri sendiri dengan menanam pohon, menghemat penggunaan air serta mengurangi penggunaan alat-alat yang mengeluarkan emisi karbon. Mungkin memang tidak terlihat signifikan jika kita melakukannya sendiri, tapi jika banyak orang meniru apa yang kita lakukan dan akhirnya seluruh masyarakat melakukan hal yang sama, maka bayangkan perubahan besar apa yang bisa terjadi untuk bumi tempat tinggal kita.
Kasus baru, masalah lama. Begitulah kira-kira jargon yang cocok disematkan kepada Menteri Peranan Pemuda dan…
Selain susu dari sapi atau kambing, kamu mungkin sudah pernah mendengar susu dari almon atau…
Kamu pasti sudah nggak asing lagi dengan nama Labubu, atau Boneka Labubu. Jelas saja, karena…
Di dalam hutan lebat Papua, terdapat salah satu burung terbesar dan paling menakjubkan di dunia,…
Siapa yang tidak kenal Hikigaya Hachiman? Tokoh utama dari *OreGairu* ini dikenal dengan pandangan hidupnya…
Belakangan ramai perbincangan mengenai dugaan eksploitasi yang dialami mantan karyawan sebuah perusahaan animasi yang berbasis…