Seperti ungkapan “sudah jatuh tertimpa tangga”, itulah yang dialami Aspin Ekwandi seorang warga Desa Sinar Bulan Provinsi Bengkulu. Bagaimana tak miris, hatinya harus hancur karena sang buah hati yang baru beberapa hari lahir meninggal dunia. Tak hanya itu, kembali ia harus menelan pil pahit karena ambulan rumah sakit menolak mengantar jenazah anaknya ke rumah. Sebab, uang yang dimiliki Aspin tak cukup untuk membayar ambulans tersebut.
Jadilah Aspin membawa jasad si bayi dengan angkutan umum. Agar tak dicurigai sopir, laki-laki ini meletakkan jasad anaknya di dalam tas plastik yang biasa digunakan sebagai tempat pakaian. Sepanjang perjalanan 227 km Aspin memangku jasad sambil menahan tetesan air mata yang tetap mengalir deras di hatinya.
Kisah ini bermula dari istri Aspin, Sri Sulismi yang mengandung anaknya yang ke empat. Sedihnya, si jabang bayi tidak dalam kondisi normal. Bayi tersebut divonis tidak sehat bagian jantung dan juga paru-parunya. Alhasil, Sulismi pun harus melahirkan dengan cara operasi caesar. Dan pada tanggal 6 April 2017 lalu, bayi itu pun lahir ke dunia di RSUD Kabupaten Kaur. Pembayarannya dilakukan dengan kartu BPJS sebab keluarga Aspin termasuk dalam kategori ekonomi lemah.
Kondisi bayi yang memburuk pun akhirnya dirujuk ke RSUD M Yunus yang ada di Kota Bengkulu. Di rumah sakit ini, bayi Aspin dan Sulismi mendapat perawatan intensif dan masuk Unit Gawat Darurat (UGD). Penanganan bagi bayi premature pun dilakukan. Namun sayang, si bayi tidak kunjung membaik dan akhirnya meninggal.
Saat sang anak meninggal, Aspin pun hendak membawanya pulang menggunakan ambulans. Didampingi kerabat, warga Kecamatan Lungkang Kule ini pun bertanya tentang biaya pemakaian mobil ambulans. Pihak rumah sakit pun memberitahukan kalau biayanya Rp 3,2 juta. Aspin yang keberatan dengan jumlah itu pun lantas melakukan penawaran. Sayangnya, pihak rumah sakit dengan tegas menolak memberikan keringanan biaya.
Kala permintaannya menggunakan ambulans ditolak lantaran biaya yang kurang, Aspin pun panik dan memutar otak. Akhirnya meski tak tega, Aspin akhirnya menyembunyikan jenazah bayinya di dalam tas plastik yang biasanya digunakan untuk tempat pakaian. Bersama seorang kerabat perempuannya, ia membawa tas plastik ke dalam kendaraan umum. Supir pun sempat meminta Aspin meletakkan tasnya di bagasi. Namun ia menolak dengan alasan bahwa isi tas adalah kue untuk pernikahan, dan khawatir rusak jika diletakkan di bagasi.
Beruntung tak ada yang mencurigai apa yang ada dalam tas plastik Aspin. Sehingga ia bisa membawa jasad anaknya di dalam kendaraan umum tersebut. Namun, sepanjang perjalanan 5 jam yang ditempuhnya, Aspin hanya tertegun menahan tangis. Tangis pilu yang harusnya menetes karena betapa anaknya tak mendapat pelayanan baik dari sang ayah di saat terakhirnya, tangis meratapi betapa jalan hidupnya yang berliku. Setelah perjalanan menempuh 227 km dan sampai di rumahnya, Aspin pun langsung mengebumikan sang bayi.
Tak pernah terbayangkan betapa ngilunya hati Aspin. Harus kehilangan anak, ia pun dipersulit dengan susahnya menyewa ambulan gara-gara harganya yang mahal. Belum lagi, sang anak yang telah tiada itu dibawanya di kantong yang semestinya tak pantas. Tapi, ia tak punya pilihan lain. Semoga ini jadi perhatian bagi semua orang agar selalu membantu saudara-saudara kita yang kesulitan seperti ini.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…