Sejak dulu Indonesia sebenarnya memiliki beberapa atlet hebat yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Beberapa atlet ini berhasil mengukir prestasi di bidang olahraga dan menjadikan Indonesia negara yang cukup dikagumi dalam hal olahraga.
Namun berprestasi dan mengharumkan nama Indonesia saja ternyata tidak cukup mampu menghidupi para atlet ini di kemudian hari. Nyatanya, mereka yang dulu berhasil menjadi atlet kelas dunia, kini ternyata malah menjadi kalangan yang terpinggirkan.
Saat ini mungkin tidak banyak yang mengenal nama Denny Thios. Padahal pada tahun 90an, ia berhasil mencetak prestasi yang luar biasa di cabang olahraga angkat berat. Tidak hanya berprestasi di kelas nasional, ia juga banyak berprestasi di kancah dunia. Ia berhasil meraih medali perak di PON XII, medali emas dalam kejuaraan angkat berat asia yang sekaligus juga memecahkan 3 rekor dunia.
Ia juga berhasil meraih medali perunggu dalam kejuaraan angkat berat dunia di Belanda, medali emas dalam kejuaraan angkat berat dunia di Inggris, serta medali emas di kejuaraan angkat berat dunia di Swedia. Namun deretan prestasi membanggakan tersebut nyatanya tidak mampu membuat kehidupannya kini tercukupi. Ia kini bekerja sebagai seorang tukang las di sebuah bengkel kecil yang ia miliki. Penghasilannya tak menentu, namun asalkan bisa makan dan bertahan hidup, hal itu sudah cukup baginya.
Marina Segedi dulunya adalah atlet pencak silat wanita yang juga pernah sukses di kancah dunia. Dalam kejuaraan SEA Games di Filipina tahun 1981, ia mempersembahkan medali emas untuk Indonesia. Sejak tidak lagi menjadi atlet, hidup Marina ternyata terbilang pas-pasan. Ia tidak memiliki rumah sehingga tinggal bersama ibunya.
Untuk menghidupi dua anaknya, ia harus bekerja sebagai seorang supir taksi. Namun untungnya, pada tahun 2011, ia sempat bertemu dengan pegawai Kemenpora yang bernama Karsono. Dari sanalah ia tahu bahwa sebagai atlet yang pernah mengharumkan nama Indonesia dirinya bisa mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Akhirnya pada 9 September 2011, ia mendapatkan tunjangan rumah dari Kemenpora setelah mengikuti prosedur dengan menunjukkan bukti medali, piagam penghargaan dan dokumentasi lainnya.
Hapsani dulunya merupakan atlet lari estafet 4×100 meter. Dalam ajang kompetisi SEA Games tahun 1981 dan 1983, Hapsani berhasil meraih medali perak dan perunggu. Namun pada tahun 1999, ia terpaksa menjual medali tersebuk ke pasar loak di Jatinegara untuk beli bahan makanan.
Pada saat itu, suami Hapsani menganggur dan hanya bekerja serabutan. Sementara Hapsani sendiri yang sudah berusia 50an mencari penghasilan dengan menjadi pelatih atletik untuk anak-anak di sekitar rumahnya dengan penghasilan yang tidak seberapa.
Leni Haini adalah mantan atlet dayung perahu naga yang juga pernah mengharumkan nama Indonesia. Ia pernah menyumbang 2 medali emas dalam kejuaraan perahu naga Asia di Singapura, 3 emas dan 1 perak di kejuaraan dunia perahu naga di Hongkong, serta 1 emas pada kejuaraan perahu naga Asia di Taiwan. Namun prestasi tersebut ternyata tidak membuatnya makmur secara ekonomi.
Ia saat itu masih SMP ketika dipanggil untuk mengikuti pelatihan. Meski sudah mempertanyakan nasib sekolahnya, namun dijawab urusan sekolah bisa nanti. Akhirnya ketika keluar dari pelatnas di usia 22 tahun, pengurus sudah berganti dan tidak mempedulikan nasib pendidikannya. Hanya dengan berbekal ijazah SD dan kejar paket B, ia kesulitan mendapatkan pekerjaan dan akhirnya menjadi buruh cuci.
Sementara itu, salah satu putrinya menderita penyakit langka hingga barang dan harta miliknya harus dijual untuk mengobati putrinya. Karena putus asanya, ia bahkan sempat berniat membakar piagam penghargaan yang ia miliki.
Suharto adalah seorang atlet balap sepeda yang berhasil menyumbangkan medali emas dalam SEA Games di Thailand tahun 1979. Bersama dengan rekannya yakni Sutiono, Munawar dan Dasrizal, mereka berhasil mengalahkan Malaysia di nomor ‘Team Time Trial’ jarak 100 km.
Tidak hanya itu saja, ia juga mampu menyumbang 2 medali perak untuk nomor jalan raya beregu dan perorangan. Meski berhasil menorehkan prestasi yang bukan sembarang, ternyata ia harus menghabiskan masa tuanya sebagai seorang tukang becak di Surabaya.
Menjadi atlet yang berhasil menorehkan prestasi untuk negara tentu adalah hal yang sangat membanggakan. Bukan hanya bagi para atlet itu sendiri, tapi juga bagi setiap masyarakat Indonesia. Namun akan sangat disayangkan jika perjuangan mereka akhirnya tidak mampu menjamin kehidupan mereka sendiri. Karena setidaknya harus ada apresiasi terhadap mereka yang telah memberikan jasa bagi Indonesia.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…