Usai membebaskan 30.000 napi beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (menkumham) Yasonna Laoly diketahui mengajukan usulan untuk membebaskan tahanan koruptor demi mencegah penyebaran wabah Covid-19. Meski masih sebatas wacana, hal ini rupanya memantik reaksi dari beberapa pihak. Kritikan tajam pun mulai mengalir pada Yasonna.
Salah satunya datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana mereka berharap agar para koruptor yang ditahan tidak diberi keringanan dalam bentuk apa pun. Sebagai lembaga yang banyak menciduk tikus berdasi di Indonesia, hal tersebut wajar adanya. Lantas, hal apa saja yang membuat usulan Yasona itu banyak dikritik.
Wajar jika usulan Yasonna yang ingin membebaskan napi kasus korupi banjir kritikan. Selain keberadaan koruptor itu sendiri yang dibenci oleh masyarakat, aksi para maling negara itu dipandang oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai sebuah kejahatan yang serius. Tak hanya merugikan keuangan, tapi juga merusak sistem demokrasi Indonesia jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan ke depannya.
Sebagai lembaga yang banyak menangkap koruptor di tanah air, Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengkritik usulan Yasonna tersebut. Hal tersebut dinilai tidak menghargai KPK sebagai institusi yang telah bersusah payah menjebloskan mereka ke dalam penjara. Dilansir dari News.detik.com (03/04/2020), lembaga tersebut bahkan berharap agar para koruptor tidak diberi keringanan.
Jika dilihat dengan seksama, alasan membebaskan napi korupsi dengan alasan mencegah penyebaran wabah corona tidaklah tepat. Jika dilihat dari segi jumlah, tahanan koruptor berjumlah 4.552 dari total 248.690 di seluruh Indonesia menurut data Kementerian Hukum dan HAM tahun 2018. Ini artinya, pembebasan lebih tepat jika difokuskan pada napi kasus non-korupsi jika memakai alasan di atas. Terutama untuk mengatasi kelebihan kapasitas.
Usulan membebaskan tahanan kasus korupsi ke depannya juga dikhawatirkan dapat mencederai kepercayaan masyarakat pada sistem hukum di Indonesia. Selain terkesan mudah diutak-atik (revisi), hal tersebut berpotensi mengurangi efek jera pada para koruptor yang tengah menjalani masa hukuman. Tentu ada banyak cara yang bisa dilakukan terhadap mereka tanpa harus dibebaskan. Apalagi dengan alasan mencegah penyebaran Covid-19.
Dengan jumlah napi kasus korupsi yang lebih sedikit, pembinaan terhadap mereka bisa dilakukan dengan cara menerapkan social distancing tanpa harus diwacanakan untuk menghirup udara kebebasan, jika mencegah penyebaran wabah Covid-19 digunakan sebagai alasan. Terlebih, para koruptor itu biasanya dikurung di Lapas Sukamiskin yang kadang memiliki keistimewaan dibanding penjara lainnya.
BACA JUGA: Adu Statement Dian Sastro dan Yasonna Laoly, Pendukung Disas Maju ke Baris Depan
Meski dihujani kritikan, usulan Yasonna soal napi koruptor ternyata mulai dibahas di Istana. Hal ini diketahui setelah Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menyampaikan usulan Yasonna kepada Presiden Joko Widodo. Meski demikian, hal tersebut belum diputuskan dan masih dalam proses pembahasan.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…