Categories: Trending

Cembengan, Tradisi Unik Warisan Tionghoa yang Dilestarikan Masyarakat Yogyakarta

Sebagai salah satu kota budaya di Indonesia, Yogyakarta menyimpan banyak sekali pesona yang tidak ada habisnya. Di tempat ini, Anda bisa menemukan aneka budaya Jawa mulai dari tarian, nyanyian, permainan, hingga ritual-ritual yang sangat sakral. Di Keraton misalnya, Anda bisa menemukan banyak ritual Jawa yang terus dipertahankan pakemnya agar keasliannya tidak luntur.

Selain di kawasan Keraton Yogyakarta, ritual-ritual yang unik juga banyak ditemukan di kawasan Yogyakarta. Salah satu ritual yang unik itu adalah Cembengan yang dahulu merupakan tradisi masyarakat Tionghoa. Seiring dengan berjalannya waktu, Cembengan mulai menjadi tradisi lokal yang selalu diadakan setiap tahunnya. Berikut uraian lengkap tentang tradisi Cembengan.

Sejarah Tradisi Cembengan

Tradisi Cembengan terbentuk dari tradisi masyarakat Tionghoa yang bekerja di pabrik gula Maduksimo. Setahun sekali sebelum melakukan hal besar seperti giling tebu, mereka melakukan ziarah ke makam para leluhur. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa ini bernama Cing Bing. Karena lidah orang Jawa kadang susah menyebut kata-kata susah, kata Cing Bing pun akhirnya jadi Cembengan.

Sejarah tradisi Cembengan [image source]
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa itu akhirnya dilakukan juga para penduduk di sekitar pabrik gula. Mereka akhirnya bahu membahu mengadakan sebuah upacara besar yang dimaksudkan untuk meminta berkah dari leluhur untuk kelancaran giling tebu yang ada di pabrik Madukismo. Tradisi ini konon sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan masih dipertahankan hingga sekarang.

Jalannya Tradisi Cembengan

Tradisi Cembengan dilakukan dengan melakukan kirab menggunakan kereta yang telah dihias. Biasanya di atas kereta ada pria dan wanita yang didandani seperti layaknya pengantin. Kedua orang ini akan ditugasi membawa batang tebu yang akan diberi nama pria dan wanita. Tebu dengan nama pria diibratakan sebagai mempelai pria sedangkan tebu wanita diibaratkan sebagai mempelai wanita.

jalannya tradisi di Madukismo [image source]
Setelah diarak, tebu ini akan dinikahkan dengan ritual yang lengkap. Pengantin tebu ini nantinya akan dimasukkan ke dalam mesin penggiling sebagai pembuka. Pengantin tebu adalah simbol dari pria dan wanita yang akhirnya menikah dan menghasilkan anak. Anak diibaratkan rezeki bagi pabrik tebu. Dengan melakukan pengantin tebu, penghasilan pabrik gula akan meningkat dan segala prosesnya bisa berjalan dengan lancar.

Lokasi dan Akses Menuju Tempat Acara

Lokasi pelaksanaan dari Cembengan adalah di kawasan pabrik gula Madukismo yang terletak di Dusun Pandokan, Tirto Nirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Untuk bisa sampai ke kawasan Dusun Pandokan, Anda bisa menggunakan dua alternatif cara. Pertama dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor atau mobil.

PG Madukismo [image source]
Alternatif kedua adalah menggunakan bus TransJogja yang memiliki banyak jalur. Carilah bis yang memiliki jalur 3B dan mengantarkan Anda untuk turun di terminal Giwangan. Dari terminal ii Anda bisa naik bus lokal jurusan Parangtritis untuk menuju kawasan Dusun Pandokan yang dikenal sebagai gudangnya gula di Yogyakarta.

Sumber Berkah Bagi Warga

Acara dari Cembengan tidak berhenti setelah proses pengantin tebunya berakhir. Di malam hari, kawasan ini menjadi sangat ramai karena diadakan semacam pasar malam dan hiburan rakyat. Penjual makanan-makanan tradisional banyak bermunculan di kawasan ini untuk mendulang untung sebanyak-banyaknya. Biasanya, pertunjukan seni berjalan semalam suntuk sehingga pedagang bisa berjualan sekuat tubuhnya.

Pasar malam [image source]
Hiburan rakyat yang diadakan berupa tarian, nyanyian, hingga hiburan rakyat lain yang menarik. Bagi anak-anak, kawasan ini adalah surga yang tidak bisa dilewatkan. Mereka akan terkesima melihat banyak tempat bermain seperti komedi putar, bianglala, dan lain sebagainya.

BACA JUGA:  5 Tempat Wingit Penuh Misteri yang Dijadikan Lokasi Bertapa Tokoh Besar Indonesia

Inilah Cembengan yang dulunya merupakan tradisi masyarakat Tionghoa. Saat ini Cembengan sudah menjadi tradisi lokal yang terus dilestarikan sebagai simbol rasa syukur dan meminta berkah kepada Tuhan yang memberi rezeki kepada semua orang.

Share
Published by
Adi Nugroho

Recent Posts

Rosita Istiawan Pionir Hijau, Dedikasi Bangun Hutan 25 Tahun

Di tengah keputusasaan untuk menjaga kelestarian alam, Indonesia membutuhkan sosok yang berani melindungi sumber daya…

1 hour ago

Tesso Nilo: Rumah Para Gajah yang Kian Terancam Eksistensinya

Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…

2 weeks ago

Penemuan Rafflesia Hasseltii Berbuntut Panjang, Oxford Dianggap Pelit Apresiasi

Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…

2 weeks ago

4 Aksi Pejabat Tanggap Bencana Sumatera yang Jadi Sorotan Netizen

Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…

3 weeks ago

Kebakaran Hebat Gedung Terra Drone, Korban Tembus 20 Orang

Duka terus menghampiri bangsa Indonesia di penghujung tahun 2025 ini. Belum kelar bencana banjir hebat…

3 weeks ago

Kisah Pilu Warga Terdampak Bencana Sumatera, Sewa Alat Berat Sendiri untuk Cari Jenazah Ibunya

Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…

3 weeks ago