Terowongan Niyama [image source]
Saat Belanda menjajah negeri ini, banyak bumiputra yang dipaksa untuk bekerja di bidang pertanian atau membangun jalan dan jembatan. Mereka dipekerjakan dengan sangat keras hingga banyak dari mereka yang meninggal dunia. Setelah Belanda tunduk pada Jepang pada tahun 1942, bumiputra lagi-lagi dipaksa untuk melakukan pekerjaan besar meski dengan bayaran tertentu.
Romusha yang bekerja di negerinya sendiri dipaksa Jepang untuk menyelesaikan banyak sekali proyek besar. Dalam sehari mereka harus bekerja keras dan jarang beristirahat. Akibat perlakukan yang sangat keras ini, banyak dari romusha yang akhirnya sakit dan meninggal dunia karena jauh dari rumah. Di sama penjajahan Jepang, hanya ada dua cara seseorang meninggal dunia, pertama kelaparan lalu sakit dan yang kedua dipenggal atau ditembak serdadu.
Salah satu proyek romusha yang dilakukan oleh Jepang adalah pembangunan terowongan Niyama yang ada di Tulungagung. Berikut kisah kekejaman Jepang di Tulungagung yang nyaris hilang ditelan waktu.
Sejak Jepang memasuki negeri ini pada tahun 1942, kekerasan dan pemaksaan sudah mulai dilakukan. Di Jawa Timur, kota-kota penting seperti Malang, Blitar, Kediri, hingga Tulungagung dikuasai oleh Jepang sebagai markas. Di Tulungagung, Jepang mulai membangun markas untuk keperluan strategis termasuk menguasai sektor sumber daya dan perdagangan.
Pembangunan terowongan Niyama (ni: dua, yama: gunung) bukanlah pekerjaan yang gampang. Kawasan Tulungagung memiliki cukup banyak gunung batu dan kapur. Menembusnya untuk membuat terowongan di sekitar aliran Sungai Brantas adalah pekerjaan mustahil, apalagi dilakukan dengan peralatan yang seadanya saja.
Hidup di aliran Sungai Brantas bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Seperti halnya dengan Bengawan Solo, sungai ini kerap membludak saat hujan deras datang di sekitaran Tulungagung dan sekitarnya. Akibat besarnya debit air yang mengalir, sungai tak mampu lagi menampung dan akhirnya kawasan sekitarnya diterjang habis-habisan.
Pembangunan terowongan yang selesai pada tahun 1961 akhirnya dilanjutkan pada tahun 1978. Pemerintah Tulungagung membuat proyek drainase yaitu terowongan yang tembus ke Samudra Hindia. Setelah terowongan ini selesai dibuat, proyek berlanjut dengan membuat sebuah PLTA atau pembangkit listrik tenaga air yang terletak tidak jauh dari pantai.
Inilah kisah tentang terowongan Niyama yang menjadi saksi bisu kekejaman Jepang pada Romusha di Tulunagung. Apa pun yang terjadi di masa lalu, semoga perjuangan dalam membuat terowongan Niyama ini.
Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…
Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…
Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…
Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…
Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…
Jangan remehkan kekuatan tumbler. Tak hanya tahan pecah, hilang dikit, dua-tiga orang bisa kena pecat…