Kita semua tau kalau Palestina sudah porak-poranda karena perang dengan Israel. Negara yang disebut sebagai ‘tanah para nabi’ ini terus didesak dan akan dikuasai oleh Israel. Bantuan yang datang dari berbagai negara rasanya tak mampu membantu banyak mereka yang menjadi korban perang dan kehilangan orang-orang yang dicintai.
Nah, berbicara tentang Palestina, ada satu film yang bercerita tentang perang yang akan Boombastis.com review kali ini. Judulnya “Hayya: The Power of Love 2”. Film ini memang merupakan sekuel dari 212 The Power of Love. Melanjutkan kisah Rahmat, seorang jurnalis Republik yang ikut dalam aksi 212.
Dalam Hayya, lebih banyak diceritakan sisi lain dari kehidupan Rahmat yang baru saja berhijrah. Sehingga saat memikirkan dosa yang ia lakukan di masa lalu, Rahmat berniat menebusnya dengan pergi ke Palestina dan menjadi relawan di sana. Ditemani oleh Adin, beginilah petualangan Rahmat di tanah para nabi.
Menonton film ini membuat kita bersyukur hidup di Indonesia
Rahmat pergi ke Palestina bersama Adin dan menjadi jurnalis di sana. Saat sedang liputan itulah ia bertemu dengan Hayya, anak perempuan asal Palestina yang ditemukan jatuh saat perang sedang berlangsung. Rahmat menyelamatkan anak itu dan menyayanginya layaknya anak sendiri. Namun, karena akan segera menikah, Rahmat diminta ayahnya untuk segera pulang ke Indonesia. Hal inilah yang membuat Rahmat sedih, karena ia pasti meninggalkan Hayya.
Selamanya ego tak akan membuatmu menjadi lebih baik
Saat Rahmat dan Adin pulang ke Indonesia dengan menumpang kapal fery, Hayya ternyata ikut ke Indonesia juga, bagaimana caranya? Nah, aneh memang, tapi Hayya diceritakan menyelinap ke dalam koper Rahmat hingga akhirnya Rahmat tiba di rumahnya di Jakarta. Rasa sayang terhadap Hayya membuat ia merawat Hayya layaknya anak sendiri. Hayya dibelikan baju, dicarikan babysitter, bahkan dilindungi dan ia tak mau memulangkan anak tersebut ke Palestina.
Hal-hal yang mengganjal di dalam film Hayya
Dari segi cerita, Hayya jauh lebih bagus daripada 212 The Power of Love, karena punya konteks dan cerita. Namun, tetap ada beberapa hal yang janggal. Pertama, adegan Hayya masuk ke dalam koper menurut penulis kurang bisa diterima oleh penonton. Karena, di sana diceritakan bahwa perjalanan Palestina-Indonesia menggunakan kapal laut bukanlah jarak yang dekat. Ya, walaupun Hayya menceritakan dengan bahasa tubuh bahwa ia keluar saat Rahmat pergi, tetap saja terasa aneh.
Belum lagi, ada adegan di mana Rahmat mengatakan pada Ricis (babysitter) bahwa Hayya tak bisa bahasa Indonesia. Anehnya, selama ada di Indonesia, Rahmat berkata kepada Hayya dengan bahasa Indonesia. Padahal si Rahmat ini bisa bahasa Arab loh. Dan Hayya, juga manut-manut saja saat diajak berbicara dengan bahasa Indonesia.
BACA JUGA: 5 Film Indonesia Ini Penuh Hujatan, Ada yang Dapat Kritikan Pedas Meski Belum Tayang
Begitulah Hayya menurut Boombastis. Tetapi, satu yang membuat kita layak menonton film ini adalah semua hasil dari Hayya akan disumbangkan kepada anak-anak korban perang di Palestina. Jadi, menonton filmnya sama saja dengan memberikan sumbangan kepada korban perang di sana.