Tanggal 25 Desember menjadi hari yang selalu ditunggu oleh semua umat kristiani di dunia. Yap, perayaan Hari Natal. Natal identik dengan kebahagiaan, perayaannya akan penuh canda tawa dan hadiah yang konon datangnya dari Sinterklass. Semua akan bersukacita dengan mengunjungi keluarga, sanak saudara, serta menyajikan makanan terbaik yang ada. Namun, bagaimana jika natal hanya dilalui seorang diri dalam keadaan hidup yang jauh dari kata layak?
Yaa, siapa sangka, Natal tidak selalu membahagiakan, apalagi bagi mereka yang hanya tinggal sebatang kara tanpa ada keluarga. Momen natal yang seharusnya penuh kebahagiaan malah berbalik menjadi haru dan banjir kesedihan. Seperti potret 5 perayaan natal yang membuat miris ini, bahkan ada yang merayakan di lahan pekuburan tanpa sanak saudara dan keluarga.
Moment natal yang penuh suka cita tidak akan ditemui saat mengunjungi rumah nenek Tangsi di Kecamatan Sangala, Tana Toraja. Sejak suaminya meninggal dua tahun silam, nenek Tangsi hidup di gubuk reotnya bersama dengan seekor anjing bernama Monkey. Ketika dikunjungi oleh wartawan, nenek 77 tahun itu hanya duduk diam dengan ditemani cahaya remang lampu minyak.
Di dalam gubuknya tidak ada sama sekali nuansa semarak sambutan pada sang Yesus. Jangankan kerlap-kerlip lampu natal, hidangan makananpun tak ada. Ya, nenek Tangsi yang miskin tidak mampu merayakan natal seperti keluarga lain. Selama ini, ia mengaku jika untuk makan sehari-haripun ia dihidupi oleh keponakannya. Namun karena rumah keponakan yang jauh, serta moment natal bersama ia habiskan bersama keluarganya, jadilah nenek Tangsi harus sendirian pada natal tahun ini.
Sebuah kisah yang tak kalah membuat mata berair adalah cerita Pak Agus Moningka. Ia adalah salah seorang warga Kecamatan Singkil, Manado, yang merayakan natal di daerah pekuburan sebatang kara. Sebagai bentuk kasih, beberapa pihak memberikannya bingkisan dan sukses membuat pria ini gembira. Setidaknya natalnya kali ini tidak terlalu getir.
Pak Agus menceritakan jika sejak sang istri meninggal 22 tahun lalu, ia hidup bersama kedua anaknya. Namun, setelah anaknya punya keluarga mereka pergi meninggalkan pak Agus sendirian. Karena hanya bekerja serabutan dan penghasilan tidak mencukupi hidup, selama 2 tahun pak Agus harus tidur diatas kuburan. Baru setelah punya cukup uang, ia membeli triplek dan memungut barang bekas dari sampah yang masih bisa digunakan untuk membuat sebuah gubuk di dekat kuburan. Harapannya ketika natal hanya satu, bisa bahagia dan berkumpul bersama sanak saudaranya.
Sebuah panti jompo di ibukota Jakarta juga mengadakan perayaan Hari Natal untuk para peghuninya, tujuannya agar mereka tidak kesepian saat tak ada yang mengunjungi saat natal tiba. Sekitar 22 lansia usia 60-80 tahun berkumpul di panti sosial Tresna Werdaha Budi Mulia III, JakSel.
Perayaan natal sederhana sekali, tidak ada lampu natal, tidak ada juga kue-kue sebagai hidangan di meja, hanya ada sebatang pohon natal hijau yang dengan tulisan ‘Merry Christmas’ setinggi 2 meter. Kisah sedih dituturkan oleh seorang kakek bernama Martin, pria 70 tahun asal Manado yang sudah melewati 11 kali natal di panti tersebut dan berharap ada yang datang mengunjunginya.
Bagi sebagian orang, hari natal bisa dihabiskan untuk berlibur bersama keluarga, ada juga yang hanya merayakan di rumah. Tapi itu tidak berlaku bagi gelandangan di Sao Paulo, mereka merayakan natal di sebuah kolong jembatan, karena tidak memiliki tempat tingal yang layak huni. Dilansir dari reuters, Titiana, seorang tunawisma dengan beberapa anaknya membuat sebuah dekorasi natal dengan bahan seadanya untuk menyambut Sang Juru Selamat mereka.
Terlihat patung Sinterklas serta lampu natal yang ada di tengah-tengah kolong jembatan. Yah, perayaan natal yang jauh dari kata mewah dan tempat layak ini tidaklah membuat mereka merasa sedih, mereka tetap bisa tersenyum dan berbagi kebahagiaan dengan para tunawisma lain. Hiasan natal seadanya juga tidak menghalangi mereka untuk berpose sambil tersenyum bahagia.
Merayakan natal jauh dari keluarga dan di balik jeruji besi mungkin terdengar sedikit menyedihkan. Bagi sebagian penghuni penjara Ancon, Callou, Peru hal tersebut tentu juga dirasakan, hanya saja tertutupi dengan euphoria bersama para penghuni lain. Mereka juga mengadakan pesta kecil-kecilan dengan makanan dan minuman seadanya.
Salah satu penghuni penjara, Jose Luis Pereira mengenakan kostum Santa Klaus dan menyalami para napi satu persatu. Para narapidana lain juga kompak memakai kostum putih dan mengibarkan bendera negara masing-masing, serta bersulang untuk semarakkan natal di dalam penjara. Walaupun tanpa keluarga membuat mereka sedih, perayaan bersama para napi lain mendatangkan sebuah kebahagiaan tersendiri.
Natal tidak melulu tentang sebuah kebahagiaan, di balik sukacita perayaan, ada di antara kita yang merasakan nestapa dan kesedihan di tanggal 25 Desember. Momen natal sendiri tentu bisa digunakan untuk saling berbagi kebahagiaan dan materi. Apalagi dengan mereka yang kurang mampu dan tidak memiliki sanak saudara.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…