Opium adalah salah satu dari banyak jenis tanaman yang memberikan efek candu pada manusia. Bunga opium atau yang lazim disebut poppy, adalah tanaman yang banyak dikembangkan di dunia untuk memenuhi konsumsi orang-orang yang telah terkena candunya. Poppy memang tidak ditanam di Pulau Jawa, namun pada akhir abad ke 17, Belanda mendarat di Pulau Jawa dan bersaing keras dengan pedagang Inggris untuk menggencarkan pemasaran opium di Jawa.
Di luar dugaan, bangsa Indonesia yang kala itu masih “miskin” ternyata menjadi target empuk penjualan opium. Benda terlarang itu laku keras, bahkan ada beberapa balai atau warung yang khusus menjajakan opium dalam pipa-pipa panjang untuk dihisap. Berikut adalah beberapa foto bersejarah yang memperlihatkan pemakaian opium di Pulau Jawa pada abad ke 19.
Meski pada awal kemunculannya opium digadang-gadang sebagai sesuatu yang bisa “menambah stamina” namun tentu saja hal itu hanyalah omong kosong belaka. Opium memberi efek relaksasi pada tingkat tertentu, hingga penggunanya tidak sadarkan diri. Pengguna opium juga mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis. Hal tersebut terjadi pada pria tua yang sedang menghisap opium ini.
Poppy yang telah kering dirajang dan dicampur dengan tembakau halus. Campuran tersebut kemudian dijadikan bola-bola kecil, seukuran kacang tanah. Kemudian bola-bola candu tersebut dimasukkan ke dalam pipa penghisap dan dibakar dengan api dari lampu minyak. Ketika asap opium memasuki paru-paru sang lelaki tua, dia merasa begitu rileks hingga tampak seperti melayang.
Pada masa keemasannya, opium laku keras di Pulau Jawa. Benda haram itu dipasarkan di kota maupun di desa. Tidak tanggung-tanggung, para penjual opium asal Belanda bahkan memasarkan benda memabukkan itu kepada orang-orang miskin dengan rayuan-rayuan maut.
Kala itu, bahkan pesta panen di kebun sering diikuti oleh pesta opium. Dalam sebuah hajatan, tidak jarang sang pemilik pesta menghidangkan candu sebagai penghibur bagi para tamunya. Pemimpin desapun sering disambut kedatangannya dengan pipa yang penuh poppy. Hal ini membuat Raja Surakarta, Pakubuwono II bertekad untuk melarang semua keturunannya untuk menghisap opium.
Masyarakat Indonesia kala itu sangat terpengaruh akan kepopuleran opium. Rakyat yang berprofesi sebagai buruh tani, pedagang dan kuli perkebunan tidak segan-segan menghabiskan uang mereka untuk opium. Rata-rata penghasilan mereka sehari hanya 20 sen. Namun, mereka tidak segan-segan menghabiskan 5 sen, atau seperempat dari penghasilan mereka untuk menghisap opium.
Meski diduga tidak sempat mengalami kecanduan berat, namun konsumsi opium tersebut cukup mengkhawatirkan. Rakyat menjadi malas-malasan bekerja dan badan mereka tampak kurus kering. Sementara Belanda memanen keuntungan besar dari penjualan candu tersebut.
Meski penyebaran opium telah merata dan begitu terkenal, di masa-masa awal rakyat Pasundan tidak tertarik dengan benda tersebut. Bahkan, mereka menyikapi hal ini dengan cukup tegas dan membuat larangan resmi soal penggunaan opium. Sepanjang abad 19, Pasundan dinyatakan sebagai kawasan bebas opium bersama-sama dengan Keresidenan Priangan dan Banten.
Namun pada awal abad ke 20 opium akhirnya masuk juga ke tiga kawasan tersebut. Pemerintah kolonial Belanda mencabut hak monopoli peredaran opium dari para pedagang Cina. Sejak itu pemasaran dan penyebaran opium semakin menjadi-jadi.
Belanda mulai mendirikan bandar-bandar opium secara resmi di berbagai kawasan di Jawa pada tahun 1830. Para kolonialis Belanda mengimpor opium mentah yang dijual di Calcutta, India. Penglolahan bahan mentah itu kemudian diserahkan kepada para pedagang dan distributor di Pulau Jawa.
Pemerintah Belanda menunjuk para pedagang Cina untuk mengawasi peredaran opium di beberapa kawasan di Jawa. Mereka mengenakan baju resmi lengkap dengan lambang kekuasaan dan para pengawalnya. Semakin banyak opium yang berhasil mereka jual, semakin banyak pula kontribusi mereka bagi pemerintahan Belanda di Indonesia. Opium juga menjadi indikasi kemakmuran suatu wilayah kala itu.
Dari sejarah di atas hendaknya kita belajar, bahwa narkoba dalam bentuk apapun adalah sebuah bentuk penjajahan. Akibat barang terlarang tersebut, para generasi kita rusak fisik dan mentalnya. Sementara negara penghasil dan pemasok narkoba itu meraup keuntungan yang tidak sedikit. Itu tentu merugikan kita.
Menghindari diri dari narkoba adalah cara terbaik untuk memutus rantai setan tersebut. Kita harus sadar bahwa bangsa ini pernah rugi besar dan dieksploitasi habis-habisan karena barang terlarang. Dan sebagai generasi muda, kita tentu tidak mau bangsa kita dijajah lagi seperti dulu. (HLH)
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…