Pernah nggak mengalami peristiwa unik bikin jengkel di foto kopian? Bukan tentang si operatornya yang salah foto kopi, tapi gara-gara kena uang parkir yang kadang lebih besar dari pada biaya layanan foto kopinya sendiri. Bikin kesel ya? Bukan masalah uangnya, tapi tentang si oknum ini yang kesannya begitu ‘maksa’ untuk cari duit dengan memanfaatkan momen. Fenomena ini sendiri sekarang nampaknya sudah merajalela, nggak hanya dilakukan tukang parkir abal-abal fotokopian tapi hampir di banyak tempat.
Gara-gara fenomena ini, maka nggak salah kalau ada anggapan jika orang Indonesia itu memang mata duitan. Lihat kesempatan bagus sedikit langsung sikat sehingga bisa mendapatkan uang dari sana. Seperti yang disebutkan sebelumnya, fenomena ini ada di mana-mana. Dan jujur saja, itu mengesalkan.
Sekali lagi bukan masalah uangnya, tapi cara mendapatkan uangnya ini lho yang bikin jengkel. Terkesan memanfaatkan dan seolah malas cari duit dengan cara yang lebih baik. Nah, berikut adalah kejadian-kejadian menjengkelkan itu dan jadi bukti valid kalau orang-orang Indonesia memang mata duitan.
Kejadian ini pernah bikin sosmed gempar. Alasannya sudah jelas, bagaimana bisa seseorang dikenai tarif ketika melakukan kewajiban agamanya? Bikin geleng-geleng deh maksudnya si oknum ini. Sebegitunya cari duit.
Hal ini pernah terjadi di sebuah mall di Jawa Barat. Jadi, ketika kita usai mengerjakan sholat di mushola mall-nya, maka diwajibkan bayar biaya penggunaan sebesar Rp 2.000. Lagi-lagi, uangnya memang tidak seberapa, tapi kesannya itu lho. Seperti tidak mau melewatkan kesempatan. Kejadian ini menimbulkan pro kontra sendiri. Ada yang bilang, tak masalah untuk mengeluarkan uang Rp 2.000. Namun, ada yang beranggapan jika cara ini sangatlah tidak patut. Lagi pula, semiskin apa sih si pengelola mall tersebut sampai harus mematok biaya untuk orang sholat?
Hampir di semua fasilitas umum, termasuk mall, sekarang memasang tarif untuk penggunaan toiletnya. Orang-orang sih tidak terlalu masalah dengan hal tersebut, namun tanpa sadar sebenarnya kita sudah dimanfaatkan. Ya, ada undang-undang yang menyebutkan kalau penggunaan fasilitas umum seperti itu harusnya gratis.
Hal ini juga pernah dihebohkan oleh aksi seorang bapak-bapak yang melakukan aksi protes dengan membimbing anaknya untuk kencing di lorong mall. Si pria ini tentu saja mendapat teguran, namun ia tak merasa apa yang dilakukannya salah. Karena toilet harusnya gratis kok bayar, makanya sekalian saja ia melakukan hal tersebut. Pada akhirnya pihak mall justru meminta maaf atas kejadian ini. Memang, fasilitas umum seperti toilet di mall ini harusnya tidak dikomersilkan.
Kalau yang ini sih sering banget kejadian. Tak hanya di fotokopi atau usaha pelayanan yang lain, tapi juga minimarket-minimarket yang di depannya jelas tertera parkir gratis. Ada saja alasan petugas oknum untuk mencari duit. Bahkan keselnya, sudah seperti malak, eh mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Ketika mampir ke minimarket tidak ada satu petugas parkir yang menjaga di sana. Ketika pulang eh nongol dengan sendirinya dan menadahkan tangannya. Padahal mereka tidak benar-benar menjaga motor pelanggan minimarket tersebut. Uangnya sih kecil, tapi kesannya itu lho. Belum lagi kalau ada apa-apa dengan motor, entah helm atau ada barang yang hilang, belum tentu mereka mau bertanggung jawab.
Sekarang kampus sudah seperti mall, ya? Parkir saja bayar. Padahal sudah bayar semester, SKS, dan sebagainya yang banyaknya nggak ketulungan itu. Parkir memang berbiaya kecil, tapi kalau dikalikan sebulan ya lumayan juga. Belum lagi, ketika bolak-balik ke kampus, setidaknya harus menyiapkan Rp 100 ribuan tiap bulannya hanya untuk parkir saja.
Parkir di tempat pendidikan ini seolah mengesankan pihak kampus ngebet banget nyari duitnya. Apa nggak cukup pemasukan dari biaya-biaya perkuliahan itu? Makanya, tidak salah sih kalau pernah ada protes-protes dari mahasiswa tentang parkir ini. Jujur saja Rp 100 ribu per bulan untuk parkir adalah hal konyol. Hal ini tentu menyusahkan mahasiswa.
Kalau ini sih sudah tak perlu ditanya lagi. Memang sudah lama ada begitu banyak pungli ketika berurusan dengan pegawai pemerintah. Tak hanya di kecamatan, bahkan setingkat RT, RW, atau kelurahan pun sama. Selalu ada biaya-biaya untuk layanan yang gratis.
Dalihnya sih biasanya uang admin, padahal uang tersebut tidak jelas peruntukkannya seperti apa. Bahkan kalau kita mengurus surat penting seperti izin usaha, biasanya punglinya besar banget. Kadang sampai ratusan ribu. Dan petugasnya pasti bilang begini, “di sini biasanya begitu pak kalau mau mengurus surat seperti ini”. Lha wong usaha mau nyari untuk kok malah dipukul pungli seperti ini? Kapan Indonesia maju kalau banyak oknum seperti ini?
Rasanya hal-hal di atas sudah cukup jadi bukti kan kalau orang Indonesia itu memang suka banget cari kesempatan untuk mendapatkan uang, alias mata duitan. Kita boleh lho mendebat hal-hal semacam ini. Namun tabiat mayoritas orang Indonesia memang tak suka ribut akan hal-hal yang kecil. Tapi, kalau dibiarkan bisa jadi budaya tuh.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…