Hikikomori adalah sebuah fenomena teramat ganjil yang banyak terjadi di negeri Jepang, di mana seseorang biasanya mengurung diri di dalam kamarnya dalam waktu yang sangat lama. Hal ini mereka tempuh sebagai suatu bentuk pelarian diri dari kerasnya kehidupan. Alih-alih menjunjung tinggi nilai sosial, mereka pun lebih memilih untuk mengasingkan diri dari masyarakat lantaran lebih merasa nyaman untuk tak berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Fenomena ini menjadi satu dari dua kejadian yang paling banyak terjadi di Jepang, selain bunuh diri tentu saja. Bahkan, dalam beberapa kasus paling kronis, penderitanya bisa mencapai usia lansia dan terhitung telah menjalani kehidupan anti-sosial ini selama berdekade lamanya. Mau tahu fakta-fakta unik hikikomori lainnya? Ini dia!
1. Awal mula fenomena Hikikomori
Munculnya sindrom ini belum diketahui pasti jejak mulanya. Namun, sebutan hikikomori itu sendiri mulai dikenal luas tatkala Saito Tamaki, seorang terapis di kota Funabashi, Jepang, menemukan pola ganjil dari para pasiennya. Banyak orang tua berdatangan ke kliniknya untuk menanyakan gejala anak-anak mereka yang anti sosial dan sering mengurung diri dalam kamar.
Saito kemudian mempelajari fenomena ini dan pada tahun 1998 menulis sebuah buku yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi Hikikomori: Adolesence without End. Sejak saat itulah istilah Hikikomori mulai dikenal hingga saat ini. Kata hikikomori sendiri bisa merujuk pada sebutan bagi sebuah kondisi maupun seseorang yang mengalaminya.
2. Penyebab terjadinya Hikikomori
Seseorang tak serta merta mengidap Hikikomori. Ada proses panjang yang mengantar mereka sampai ke jurang keterasingan ini. Rata-rata, gejalanya dimulai dengan mendapat masalah di sekolah atau kantor tempat mereka bernaung. Penyebabnya bisa berupa nilai atau kinerja yang jeblok dan tak kunjung membaik. Bisa juga akibat bully yang diterima dari teman atau rekannya secara terus menerus.
Hal tersebut mujarab membuat mereka tertekan, frustrasi hebat, dan akhirnya menarik diri dari lingkungan masyarakat. Mulanya mereka beberapa kali bolos sekolah atau ngantor. Hingga pada akhirnya mereka benar-benar keluar dari tempat tersebut. Kejadian itu dapat menyebabkan trauma mendalam yang membuat mereka takut dan enggan bertemu manusia lain dan lebih merasa nyaman untuk hidup sendirian.
Hal ini kemudian diperparah oleh kemajuan teknologi. Jika dahulu para pengidap hikikomori ini di dalam hanya ditemani oleh manga (komik Jepang) atau mainan konvensional lainnya, kini mereka “terbantu” oleh kehadiran ponsel cerdas, mesin video game, hingga komputer yang semakin canggih lagi terjangkau. Semakin nyamanlah mereka untuk bermain dengan dunianya sendiri.