Ada berbagai cara merayakan kemerdekaan, mulai dari upacara bendera, pasang dekorasi hingga lomba-lomba. Terutama lomba, selalu menjadi hal yang paling dinantikan rakyat Indonesia. Selain untuk mensyukuri kemerdekaan, juga jadi ajang kumpul kampung. Jadi wajar dong kalau setiap tahun acara seperti ini diadakan.
Masih soal lomba, kita memang mengenal berbagai perlombaan yang diadakan saat tujuh belas agustus. Mulai dari panjat pinang, balap karung hingga makan kerupuk. Tapi sadar tidak kalau hal itu bukan hanya permainan semata, namun ada filosofi di dalamnya. Tidak percaya? Simak ulasan berikut.
Panjat pinang, kegigihan merebut keinginan
Memang sih ada sedikit sejarah kelam mengenai lomba yang satu ini. Katanya, kejuaraan panjat pinang sendiri diadakan oleh para penjajah, dan pemainnya adalah pribumi. Ya, hiburan ini tidak lain dulunya dibuat hanya untuk menyenangkan hati para kompeni. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pemaknaan lomba ini pun jadi berubah. Bukan lagi untuk menyenangkan hati penjajah, namun sebuah simbol kerja sama dan kegigihan untuk meraih apa yang diimpikan. Ibaratkan kalau tiang dan oli adalah ujian hidup dan hadiah di atas merupakan mimpi masing-masing. Tanpa adanya kerja keras, mimpi tidak akan pernah tercapai.
Belut dalam botol, tidak percaya dengan adanya kemustahilan
Hewan yang satu ini selalu diburu saat bulan Agustus tiba, bukan untuk dijadikan makanan namun buat perlombaan. Ya, sejak dulu sepertinya lomba memasukkan belut dalam botol selalu jadi hiburan di kampung. Rupanya jika ditengok lebih dalam, lomba itu ternyata tidak hanya sebuah hiburan semata. Memasukkan belut dalam botol seolah pertanda untuk tidak pernah berhenti dalam mencoba. Kulit belut memang licin dan hampir tidak mungkin untuk dipegang, namun itulah letak dari tantangannya. Lomba ini mengajarkan kita untuk terus berusaha meskipun probabilitasnya mungkin sangat sedikit. Bahkan jikalau harus jatuh berkali-kali, tidak ada salahnya untuk terus bangkit dan mencoba.
Lomba makan kerupuk, simbol kesabaran dan melihat kesempatan
Dulunya, lomba yang satu ini sengaja dibuat untuk mengenang masa berat saat zaman penjajahan. Hanya dengan makanan kerupuk saja, diharap penduduk Indonesia tidak akan pernah lupa betapa sulitnya merebut kemerdekaan, sehingga generasi muda lebih menghargainya. Namun di balik semua itu, rupanya ada sebuah nilai yang terkandung dalam permainan yang satu ini. Ya, sebuah kesabaran untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Selain itu, pemain juga harus dapat memilih kesempatan yang tepat dalam mencari peluang. Memang sih lombanya sederhana, tapi maknanya luar biasa.
Balap karung simbol persaingan yang adil
Pada zaman penjajahan, lomba yang satu ini biasanya dilakukan oleh para misionaris dari Belanda. Namun lama kelamaan, maknanya jadi bergeser menjadi sebuah perlombaan yang memiliki makna. Ya, balap karung kini menjadi simbol dari persaingan yang adil. Dalam hidup pastinya selalu ada persaingan, entah itu masalah pekerjaan, jodoh ataupun hal lainnya. Sama seperti balap karung, harus sama-sama bersaing mencapai garis finis. Namun yang perlu ditekankan adalah semua harus diraih secara adil dan tanpa kecurangan.
Tarik tambang sebagai simbol gotong royong
Kalau lomba yang satu ini sudah jelas sekali mengenai maknanya. Ya, saling bekerja sama adalah nilai yang dapat diambil dari tambang ini. Pasalnya satu saja ada anggota yang tidak benar-benar serius dalam menariknya, bakal buyar semua. Begitu pula sebaliknya, kalau kita telah berhasil dalam menarik tambang ke garis batas, jangan lupa untuk kontrol diri dan tidak jumawa.
Dan itulah beberapa perlombaan yang tidak hanya permainan semata. Selain seru, ternyata dengan perlombaan ini mengajarkan kita akan banyak hal. Ayo, tujuh belas agustus mulai dekat nih, mari kita meriahkan kemerdekaan.