Selama ini kita terus membaca atau mendengar kisah permusuhan antara kedua agama Samawi ini. Padahal sebenarnya banyak juga kisah yang menyentuh dan menginspirasi.
Berikut ini kami menyuguhkan beberapa kisah nyata perbuatan-perbuatan penganut kedua ini yang memberikan gambaran sejuk betapa indahnya sebuah perdamaian.
Baca Juga :Kisah Nyata Eksekusi Mati di Seluruh Dunia
Pada tahun 1930 Albania memiliki sekitar 800 ribu penduduk, 2000 di antaranya adalah penduduk berdarah Yahudi. Ketika Nazi Jerman menduduki Albania pada tahun 1943, rakyat Albania menolak untuk menyerahkan penduduk Yahudi mereka. Pemerintah Albania bahkan mengeluarkan dokumen-dokumen palsu untuk para penduduk Yahudi agar mereka dapat menyembunyikan identitas mereka. Bahkan negara Albania juga menerima orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari negara-negara Eropa.
Pada saat di mana beberapa negara Eropa sedang gencar-gencarnya memusnahkan warga Yahudi mereka, Albania adalah satu-satunya negara Eropa dengan mayoritas penduduk muslim yang menyelamatkan orang-orang Yahudi. Mereka tidak hanya melindungi warga Albania keturunan Yahudi, tetapi juga membuka pintu seluas-luasnya bagi warga Yahudi pelarian dari negara-negara Eropa. Hal ini menyebabkan populasi negara Albania melonjak menjadi 900% saat Perang Dunia kedua.
Pada malam permulaan perang Bosnia, Radovan Karadzic, sang pemimpin Serbia berkata, “Sarajevo akan menjadi kawah hitam, 300.000 muslim akan kami bantai.” Hasilnya adalah 100.000 orang kehilangan nyawa mereka. Setahun sebelumnya, Ivan Ceresnjes dan Jakob Finci, dua orang pemimpin komunitas Yahudi di Sarajevo, telah menduga akan datangnya bencana pembantaian ini.
Mereka memerintahkan anggota komunitasnya untuk menimbun perbekalan sehingga ketika perang akhirnya terjadi mereka telah siap sedia. Bersama komunitas Yahudinya, mereka mengubah Sinagog mereka menjadi pusat pendistribusian bantuan makan dan obat-obatan. Saat tingkat kematian semakin menjadi-jadi, mereka menyiapkan jalan keluar rahasia dari kota Sarajevo bagi 3000 Muslim, Kristen, dan Yahudi.
Salah satu muslim yang selamat adalah Zejneba Hardaga, seorang wanita berumur 76 tahun yang oleh negara Israel diberi julukan kehormatan ‘Orang Suci dari bangsa-bangsa’. Ia diberi sebutan itu oleh negara Israel karena pernah menyembunyikan tetangga Yahudinya yang bernama Josef Kavilio dari kejaran tentara Nazi saat Perang Dunia Kedua. Saat mendengar terjadinya pembantaian muslim di Sarajevo, keluarga Kavilio di Israel segera melakukan kordinasi denganpemerintah Israel untuk melakukan upaya pencarian dan penyelamatan wanita ini. Mereka akhirnya berhasil menemukan Zejneba bersembunyi di sebuah basement tanpa air, listrik, dan dalam keadaan sekarat. Penyelamatan ini kemudian berhasil, dan atas suratan takdir, keluarga Kavilio dapat membalas jasa Zejneba yang telah menyelamatkan Josef, 52 tahun yang lalu.
Selama Perang Dunia Kedua sejumlah diplomat Turki (seperti Necdet Kent, Namik Kemal Yolga, Selahattin Ulkumen dan Behic Erkin) mempertaruhkan nyawa mereka demi menyelamatkan 35.000 orang Yahudi di Eropa dari pembantaian Nazi.
Mereka berhasil menyelamatkan banyak warga Yahudi dengan menggunakan posisi Turki sebagai negara yang netral dalam perang untuk menekan Nazi agar dapat membebaskan warga Turki keturunan Yahudi yang tinggal di Eropa. Bersamaan dengan itu pula, Turki juga membuka pintu bagi Yahudi pelarian Eropa untuk tinggal di negara itu.
Pada tanggal 19 Juli 1944, tentara Nazi menginstruksikan agar seluruh warga Yahudi yang ada di pulau Rhodes untuk melaporkan diri agar bisa dideportasi. Selahattin Ulkumen, jenderal konsulat Turki, mengatakan kepada Nazi bahwa Turki adalah negara netral, dan mereka menuntut Nazi agar membebaskan seluruh warga Turki keturunan Yahudi. Karena takut menyebabkan urusan internasional yang ruwet, Nazi akhirnya setuju. Tindakan Ulkumen ini menyelamatkan nyawa 42 keluarga Yahudi, yang saat itu juga segera dikeluarkan dari pulau Rhodes dan dibawa ke Turki. Sebagai respon atas penyelamatan ini, Nazi kemudian membom konsulat Turki yang menyebabkan tewasnya istri Ulkumen yang saat itu sedang hamil. Beberapa hari kemudian Ulkumen di deportasi oleh Nazi ke Piraeus di mana ia dipenjara di sana.
Ketika Nazi datang ke Perancis untuk mengejar orang-orang Iran keturunan Yahudi, Abdol Hossein Sardari, konsul Iran untuk Perancis, menggunakan posisi dan pengaruhnya untuk menyelamatkan warga Iran keturunan Yahudi di Perancis. Ia mengarang sebuah kisah yang menyebutkan bahwa warga Iran keturunan Yahudi bukanlah Yahudi ‘asli’. Mereka hanyalah bangsa Persia yang menerima hukum taurat, sehingga mereka bukanlah target pembantain Nazi. Setelah berbulan-bulan debat dengan ahli ras dari Jerman, ia berhasil meyakinkan banyak orang. Sayangnya Nazi kemudian menyadari ini dan mulai melakukan penangkapan pada warga Iran keturunan Yahudi yang tinggal di Perancis.
Untungnya, perdebatan yang dilakukan Sardari memberikannya sebuah hal yang sangat ia perlukan, yaitu “waktu”. Ketika para ahli berdebat di Berlin, Sardari mencetak banyak sekali paspor dan travel document untuk menyelamatkan orang Yahudi. Ketika Iran menandatangani perjanjian damai, Sardari diperintahkan pulang ke Iran oleh atasannya, tetapi ia malah menolak.
Hal ini menyebabkan ia dicopot dari jabatannya dan kehilangan kekebalan diplomatiknya. Ia mempertaruhkan nyawanya dengan tinggal di Perancis untuk menyelamatkan Yahudi lain yang masih tertinggal, bahkan melakukan pembiayaan dari kantongnya sendiri. Ketika perang berakhir, ia telah menyelamatkan 2000 orang Yahudi.
Yonatan “Yoni” Jesner adalah remaja Yahudi berusia 19 tahun yang berkewarganegaraan Inggris. Ia pergi ke Israel untuk memperdalam agamanya. Ia meninggal saat Hammas membom bus yang ditumpanginya. Keluarganya kemudian melakukan hal yang tak terduga. Mereka menyumbangkan ginjal Yoni kepada seorang gadis Palestina berusia 7 tahun bernama Yasmin Rumeileh. Kakak Yoni yang bernama Ari berkata kepada media, “Saya pikir hal yang paling penting adalah kita dapat memberikan kehidupan kepada orang lain.” Ayah dari Yasmin Rumeileh menyatakan rasa terima kasihnya melalui media, “Kita adalah satu keluarga. Mereka menyelamatkan anakku. Anak mereka sendiri pun hidup di dalam anakku. Kita semua adalah satu.”
Akhmen Khatib, remaja berusia 12 tahun asal Palestina, tertembak secara tidak sengaja oleh tentara Israel di tahun 2005. Pemerintah Israel melakukan permintaan maaf, tetapi reaksi dari orangtua si bocah ini malah mengherankan. Saat anak mereka yang terluka itu kondisinya semakin buruk, mereka memutuskan untuk mendonorkan organ anak mereka itu jika ia meninggal. Dalam beberapa jam setelah ia meninggal, organnya telah menyelamatkan 6 orang. Empat di antaranya adalah orang Yahudi. Ayah dari Ahmed lalu berkata, “Permusuhan tak akan menolong kita. Yang menolong kita adalah kemampuan kita melihat orang lain sebagai sesama manusia.”
Demikianlah kisah mengharukan dan menginspirasi yang lahir dari keberanian, cinta kasih, dan persaudaraan. Dunia menjadi indah bukan karena satu agama menguasai yang lain, melainkan ketika masing-masing penganut agama menyadari bahwa mereka adalah sesama mahluk ciptaan Tuhan yang saling membutuhkan. “Sesungguhnya kami menciptakan manusia dalam bangsa yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal.” Itulah maksud Tuhan yang sebenarnya saat Dia menciptakan kita. Untuk saling mengenal, saling belajar keunikan masing-masing, hidup berdampingan, dan memberi warnanya sendiri-sendiri. Damai itu indah.
Kasus baru, masalah lama. Begitulah kira-kira jargon yang cocok disematkan kepada Menteri Peranan Pemuda dan…
Selain susu dari sapi atau kambing, kamu mungkin sudah pernah mendengar susu dari almon atau…
Kamu pasti sudah nggak asing lagi dengan nama Labubu, atau Boneka Labubu. Jelas saja, karena…
Di dalam hutan lebat Papua, terdapat salah satu burung terbesar dan paling menakjubkan di dunia,…
Siapa yang tidak kenal Hikigaya Hachiman? Tokoh utama dari *OreGairu* ini dikenal dengan pandangan hidupnya…
Belakangan ramai perbincangan mengenai dugaan eksploitasi yang dialami mantan karyawan sebuah perusahaan animasi yang berbasis…