Para wanita dulu sering menggunakan susu keledai untuk mandi. Konon katanya berkhasiat untuk membuat kulit lebih kenyal dan juga awet muda. Kemudian waktu berlalu dan kebiasaan ini sirna sama sekali. Belakangan diketahui, jika ternyata kebiasaan unik dan nyleneh tersebut memang bermanfaat. Namun, tidak semua kebiasaan aneh orang-orang dulu bermanfaat. Ada cukup banyak yang hanya ngawur saja, sehingga kita patut bersyukur karena kebiasaan tersebut sudah lama ditinggalkan.
Baca Juga : 7 Wanita Paling Cantik Se-Dunia Tahun 2015, Awas Kesengsem!
Salah satu contoh kebiasaan yang untungnya sudah tak lagi dilestarikan adalah tabrakan kereta di Kansas, Amerika. Ya, acara unik ini mempertontonkan bagaimana dua kereta yang berlawanan arah tersebut bertemu dalam satu jalur. Tontonan ini ditinggalkan karena berbahaya dan harga pengadaannya yang mahal. Ya, tentu saja.
Nah, tentunya tak hanya itu. Ada banyak kebiasaan ngawur lain yang dilakukan orang-orang dulu namun ditinggalkan gara-gara berbagai alasan. Entah tidak punya faedah atau memang membahayakan. Berikut ulasannya.
Dulu sekali di tahun 30an, acara marathon dansa adalah hiburan yang paling menyenangkan di Amerika Serikat, khususnya di Houston. Seperti namanya, acara ini mempertontonkan bagaimana pria dan wanita tak henti-hentinya berdansa. Rekor paling lama untuk gelaran ini adalah berdansa selama 27 jam yang ditorehkan oleh seorang wanita bernama Alma Cummings.
Prestasi Cummings ini pun memicu banyak orang untuk melakukan hal yang sama, selain karena sukses jadi terkenal, uang yang dihasilkan banyak sekali. Akhirnya seorang promotor bernama McMillan pun mengambil kesempatan ini dan mengemas marathon dansa dengan cara yang lebih ekstrem. Ia memperlombakan acara ini dan menawarkan hadiah yang besar bagi siapa pun yang bisa marathon dansa paling lama.
Alhasil, dansa ini pun tak hanya berlangsung selama satu hari penuh, tapi beberapa hari bahkan minggu. Belakangan acara ini dilarang sama sekali karena kesannya seperti membodohi orang-orang untuk melakukan hal konyol hanya demi uang.
Sepatu ini begitu populer di abad 15 di seluruh Eropa. Hampir semua orang memakai sepatu yang bentuknya lancip di bagian depan itu. Uniknya, tingkat panjang bagian depannya tergantung dari strata sosial. Para petinggi diperbolehkan membuat sepatu yang lancipnya sangat panjang. Makin rendah kastanya, maka makin pendek bagian lancip sepatu mereka.
Namun, kebiasaan ini akhirnya ditinggalkan. Alasannya sendiri adalah ketidaknyamanan ketika memakainya terutama ketika perang. Diketahui, para pasukan Eropa dulu pernah dipukul mundur oleh kekaisaran Ottoman. Nah, gara-gara sepatu panjang ini mereka jadi susah berlari. Akhirnya mereka memutuskan untuk memotong bagian lancipnya dan sukses kabur. Sejak saat itu kebiasaan nyeleh tersebut tidak dipakai lagi. Lagi pula, bentuknya sangat aneh memang sejak awal.
Bagi kita yang dihidup di zaman sekarang, mendengar arsenik maka yang terlintas adalah penyakit dan kematian. Jangankan mengonsumsi, menyentuh saja kita bakal ogah. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh orang-orang Styria, Austria. Memakan arsenik ternyata justru menyehatkan menurut mereka.
Tentu saja tidak ada bedanya antara arsenik dulu dan sekarang, keduanya sama-sama mematikan. Hanya saja kondisi tersebut memang tidak berlaku bagi warga Styria. Mengonsumsi arsenik ternyata membuat mereka ‘terlihat’ makin sehat. Walaupun sebenarnya kondisi seharusnya berkebalikan. Namun mungkin karena sudah terbiasa, akhirnya tubuh mereka bisa menoleransi hal tersebut.
Bahkan konon katanya mereka makin meningkatkan konsumsi arsenik yang kadarnya bisa membunuh orang dewasa sekaligus. Uniknya, lagi-lagi mereka tidak terlihat mengalami suatu kejanggalan. Hmm, jika kebiasaan ini diteruskan mungkin saja kita bakal jadi kebal arsenik. Atau mungkin sebaliknya dan menyisakan penduduk Bumi dengan jumlah yang sedikit sekali gara-gara keracunan.
Suku Maori di Selandia Baru pernah punya kebiasaan menyeramkan yang untungnya sudah tak lagi dilakukan. Ya, dulu mereka suka menjual kepala seseorang untuk suvenir bagi orang-orang barat. Sebenarnya kejadian ini tidak seseram itu, namun gara-gara uang akhirnya hal aneh tersebut terjadi.
Diketahui jika kebiasaan bernama Momokai ini hanya dilakukan seseorang kepada keluarganya yang sudah meninggal. Namun ketika itu bangsa Eropa yang mampir di pulau ini menawar kepala-kepala yang diawetkan tersebut dengan harga yang sangat mahal. Mungkin karena tergiur harganya yang fantastis, maka singkat cerita terjadi perang di sana. Tujuannya bukan hanya menjadi yang paling unggul di antara yang lain, tapi juga mengoleksi kepala-kepala korban untuk dijual.
Entah kenapa dan kapan kebiasaan menjual kepala ini berhenti dilakukan. Namun yang pasti, hal tersebut adalah sesuatu yang baik, karena jika terus dilakukan mungkin saja suku Maori akan habis sama sekali pada akhirnya.
Boombastis pernah membahas kebiasaan wanita China yang suka memakai sepatu berukuran sangat kecil. Sehingga mereka mau tidak mau harus melakukan foot binding yakni mengupayakan kaki mereka untuk muat di sepatu-sepatu yang berukuran mini tersebut. Praktik ini dihentikan karena membahayakan bagi pelakunya, termasuk ancaman disabilitas pada kaki.
Lain China lain pula dengan Mesir. Jika di negeri tirai bambu pernah populer dengan foot binding, di negaranya Firaun itu sempat booming kebiasaan yang hampir serupa, yakni head binding. Ya, sama seperti foot binding, praktik head binding bertujuan untuk memodifikasi tengkorak kepala sehingga bentuknya lebih lonjong dari biasanya.
Head binding adalah pembeda stata sosial dan umum dimiliki oleh kaum terpelajar. Mekanismenya sendiri dilakukan ketika masih bayi, saat tulang tengkorak masih bisa dipaksa untuk dibentuk sesuai keinginan. Caranya sendiri cenderung cukup kejam, yakni menghimpit kepala bayi dengan papan kayu atau mengikatnya dengan semacam kain dengan erat sekali. Untungnya kebiasaan ini sirna, kalau tidak semua orang Mesir mungkin tengkoraknya tak bakal beda dari simpanse atau primata lain yang notabene memang konstruksinya lebih lonjong.
Bersyukur deh deretan kebiasaan di atas sudah berakhir menjadi sejarah, kalau tidak entah bagaimana jadinya. Ya, walaupun tetap dipertahankan namun dipastikan kebiasaan di atas akan tetap hilang ditelan sejarah. Pasalnya, tiap masa punya masyarakatnya sendiri beserta kebiasaan-kebiasaannya.
Sama seperti kita, trend selfie mungkin sangat populer sekarang ini. Namun, 50 atau 100 tahun lagi anak cuku keturunan kita mungkin menganggap hal tersebut adalah kebiasaan aneh. Zaman berganti kebiasaan pun ikut berubah pula.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…