Indonesia adalah negeri yang kaya, gemar ripah loh jinawi. Namun sayang, yang kaya ya orang itu-itu saja. Dan yang “enggak” kaya justru banyak enggak keruan. Ya, meski menurut survei tingkat kemiskinan kita sudah anjlok. Namun jika kita pandangi di jalanan, kok ya tetap saja ada yang ngemis, yang mulung sampah, dan yang nyolong sama njambret ampun-ampunan banyaknya. Lantas masalahnya di mana?
Mau nyalahin pemerintah ya enggak mungkin. Ngeksis di sosmed, buat petisi sana-sini endingnya dicuekin. Apa enggak sakit hati? Anyway, setuju tidak, jika negara kita ini sudah enggak layak buat ditinggali. Masalahnya banyak banget. Bahkan kesannya terus dibiakkan hingga saling tumpang tindih. Isu ini nutup isu itu. Isu anu nutup isu yang inu. Kalau diurusin malah membuat kita pengin minum puyer sakit kepala.
Well, inilah beberapa alasan kenapa NKRI yang (mungkin) masih kita cintai ini tak lagi layak huni. Monggo kita diskusikan bareng-bareng!
Kalau anda pernah dengar lagu yang dinyanyikan oleh Matta Band pasti tahu arti kata “Jambu” yang sebenarnya. Ya, benar sekali. Jambu adalah “Janji-janjimu Busuk”. Kita enggak akan nyalahin siapa-siapa di sini. Serius! Cuma curhat saja!
Sama Tuhan! Kata salah satu ustad kita kalau semua orang di Indonesia doa bareng bakalan dikabulin doanya. Yuk, ah kita doa bareng supaya enggak ada “jambu” lagi di antara kita!
Boleh dong nyalahin dolar yang kurang ajar hingga belum sebulan saja mau nyenggol 14.000 rupiah. Akibatnya, barang kebutuhan pokok kita naiknya amit-amit. Belum lagi harga tempe saja naik, padahal tempe kan lauk pokok. Murah meriah, banyak protein dan bikin pinter. Nah kalau hal yang simple saja naik terus gimana mau makan enak?
Harga naik, dolar juga kurang ajar naiknya, PHK kayak jamur di pakaian yang enggak kering dijemur: banyak banget! Lantas kita mau nyalahin siapa? Paling enak sih nyalahin dolar saja. Enggak risiko. Kalau terlalu vocal nanti ditangkep. Dianggap provokator. Mau doa bareng-bareng lagi enggak?
Emang sih sekolah itu penting. Bahkan denger-denger ada gerakan wajib belajar 12 tahun, enggak 9 tahun lagi. Namun banyak yang enggak merasakan bangku sekolah ini. Alasannya ada dua. Ter-mainstream adalah biaya yang mahal. Buat makan saja susah kok buat sekolah. Bisa puasa setiap hari serumah. Kedua dan yang kayaknya banyak dilakukan. Enggak mau sekolah karena enggak dapat duit.
Kalau saja sekolah gratis, mungkin mereka juga mikir. Lumayanlah dapat “gratisan” daripada panas-panas di jalan. Namun sungguh sayang. Sekolah gratis hanya ada di dalam mimpi. Dan di alam nyata, kalau enggak mampu bayar ya bakalan Bye!
Masih betah saja tinggal di negeri para bedebah ini? Kuliah tinggi-tinggi juga nanti jadi gembel kalau bisanya cuma copas sana-sini!
Oke, komedi adalah hal yang sangat penting. Kalau hidup tanpa komedi kita bisa stres, dan lama-lama bisa gila! Namun ya mbok cari aktor komedian yang tepat. Srimulat kek, atau Sule dkk apa siapa gitu. Bella Sophie mungkin? Masa ia yang jadi komediannya tokoh rakyat, tokoh masyarakat!
Terakhir nih ya, kalau kelihatan bela-belain wong cilik pasti ujungnya kesandung batu. Yang dituduh korup, dituduh enggak loyal sama partai, dituduh macem-macem, pokoknya yang jelek. Jadi nih, kalau jadi pemimpin enggak boleh belain wong cilik? Terus belain siapa?
Enggak percaya?
Di atas kita sudah disinggung perihal sekolah yang mahalnya enggak ketulungan. Pun lulus juga jadi “orang” biasa. Kecuali punya koneksi yang lebih hebat dari jaringan LTE buat jadi PNS. Coba sekarang anda ke toko buku. Lalu coba cari buku pelajaran yang ada di sana. Lebih banyak yang murah atau mahal? Lebih banyak yang kena pajak atau diskon?
Kebanyakan orang ogah beli buku karena mahal. Sudah minat baca rendah, harga buku mahal pula. Gimana mau pandai? Padahal kita bisa tahu apa saja karena membaca. Nah, kalau saja duit tunjangan pejabat dialokasikan buat diskon buku kan lumayan. Lebih dirasakan oleh banyak masyarakat. Katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Nah kata “untuk” ini di sebelah mana? O.K kita enggak usah mikirin “jambu” daripada nanti baper!
Lima hal di atas bisa saja bertambah, bisa saja berkurang. Semua tergantung seberapa positif dan cintanya anda dengan NKRI. Namun rasa-rasanya sudah cukup untuk melabeli negeri ini enggak layak huni. Harusnya kita tinggal di negara yang kepentingan rakyat nomor satu. Ok, ditegaskan lagi, kepentingan rakyat yang nomor satu! Bukan kepentingan golongan!
Fenomena viral Arra, bocah lima tahun yang dikenal karena kepandaiannya berbicara dengan gaya dewasa, kembali…
Nama Fedi Nuril akhir-akhir ini kembali dikenal publik. Bukan karena kembali membintangi film dengan tokoh…
Kamis (20/3/2025) pukul 03.00 WIB, saat asyik scrolling media sosial X sambil sahur, mata tertambat…
Dunia aviasi Indonesia bakal semakin berwarna dengan kehadiran burung-burung besi baru. Indonesia Airlines, sebuah perusahaan…
Lagi-lagi rakyat Indonesia dibikin geleng-geleng kepala oleh ulah aparat penegak hukum. Kali ini kasusnya sedang…
Baru-baru ini, dunia hiburan Korea Selatan diguncang oleh skandal yang melibatkan aktor papan atas, Kim…