Percobaan pada anak [image source]
Bayi lebih banyak menangis jika mengetahui sesuatu yang baru. Misal saat dikenalkan dengan hewan atau bahkan mungkin badut. Mengetahui hal itu, ada orang tua yang membiarkan anak menangis dengan dalih biar anak belajar. Atau ada yang membawa anak pergi karena merasa tidak tega. Tangisan anak akan membuat mereka jadi mendadak sedih dan seperti merasa menyiksa anaknya.
Anyway, dari beragam jenis orang tua di dunia ini. Ternyata ada jenis orang tua yang memang tega membuat anaknya menangis. Bahkan menggunakan anaknya yang masih kecil untuk eksperimen yang bisa dibilang agak ngeri bagi bayi, bahkan orang dewasa sekali pun. Inilah lima eksperimen mengerikan yang tak layak dicontoh oleh orang tua mana pun itu!
Pada akhir abad ke-18 masehi, seorang ilmuwan bernama Edward Jenner mempunyai sebuah teori yang sangat aneh. Ia ingin membuktikan jika seseorang diberi virus cowpox, maka ia akan mempunyai imunitas terhadap penyakit smallpox. Penyakit ini berupa bisul-bisul merah yang akan menutupi hampir seluruh tubuh manusia normal hingga bisa menyebabkan kematian.
Pada tahun 1964, seorang peneliti kelautan dan racun bernama Jack Barnes melakukan percobaan yang sangat mengerikan. Ia menyengat anaknya yang berumur 9 tahun, seorang penjaga pantai, dan dirinya sendiri dengan ubur-ubur. Jack ingin mengetahui apakah ada korelasi antara ubur-ubur dan sindrom Irukadji yang kerap menyerang banyak perenang di Australia.
Pada tahun 1880-an seorang yahudi bernama Eliezer Ben-Yehuda pindah ke Palestina. Ia mendapat jika imigran yang ada di sana menggunakan bahasa yang terbilang aneh. Padahal ia dan keluarganya menggunakan Bahasa Hebrew, bahasa yang bisa dibilang nyaris punah saat itu. Padahal bahasa itu berasal dari nenek moyang yang patut dilestarikan.
Masih ingatkah anda dengan Charles Darwin? Seorang ilmuwan Biologi yang namanya sangat terkenal akibat teori evolusinya ini menggunakan anak untuk objek penelitian. Sejak lahir ia akan mengamati perkembangan anak, perilaku dan apa pun. Ia lalu mencatatnya dan nantinya dibuat menjadi jurnal ilmiah yang dipublikasikan ke seluruh dunia.
Pada tahun 1930-an seorang ilmuwan ingin mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan manusia terhadap tumbuh kembang bayi simpanse. Ia akhirnya mengadopsi bayi simpanse dan membesarkannya dengan anak laki-laki yang masih bayi bernama Donald. Kedua makhluk beda jenis ini diberi perlakuan yang sama hingga beberapa tahun untuk diamati. Hingga sang ilmuwan menemukan adanya kejanggalan.
Awalnya simpanse berlaku selayaknya manusia, minus bisa bicara. Tapi lambat laut justru sang anak laki-laki bertingkah seperti simpanse. Hewan yang secara DNA menyerupai manusia itu tetap menjadi simpanse, sedang anak manusia justru belajar jadi simpanse. Percobaan gagal dan perilaku anak jadi seperti hewan. Miris sekali kan?
Anak seharusnya disayangi, tak peduli apa pun kepentingannya. Menjadikan anak sebagai kelinci percobaan adalah hal yang tak manusiawi. Jika anak tidak mengalami gangguan fisik dan mental sih enggak masalah. Tapi jika sampai cidera dan mentalnya terganggu, bukankah orang tua yang akan rugi sendiri. Di masa depan, kehidupan sang anak juga bakalan terganggu. Well, semoga di era modern, hal seperti ini tidak ada lagi!
Fenomena viral Arra, bocah lima tahun yang dikenal karena kepandaiannya berbicara dengan gaya dewasa, kembali…
Nama Fedi Nuril akhir-akhir ini kembali dikenal publik. Bukan karena kembali membintangi film dengan tokoh…
Kamis (20/3/2025) pukul 03.00 WIB, saat asyik scrolling media sosial X sambil sahur, mata tertambat…
Dunia aviasi Indonesia bakal semakin berwarna dengan kehadiran burung-burung besi baru. Indonesia Airlines, sebuah perusahaan…
Lagi-lagi rakyat Indonesia dibikin geleng-geleng kepala oleh ulah aparat penegak hukum. Kali ini kasusnya sedang…
Baru-baru ini, dunia hiburan Korea Selatan diguncang oleh skandal yang melibatkan aktor papan atas, Kim…