Masa pandemi sekarang tak hanya dirasakan dampaknya oleh para pekerja dan bos-bos, tapi juga masyarakat strata bawah. Terutama anak-anak sekolah yang orangtuanya kurang berada. Lantaran ekonomi pas-pasan, beberapa dari anak-anak ini rela melakukan hal-hal berat, agar bisa mengikuti sistem belajar sekarang yang serba online.
Salah satu bocah yang mesti jadi sorotan adalah sosok Catur yang duduk di bangku SMP ini. Lantaran tidak memiliki handphone untuk belajar online, ia sampai harus bekerja membanting tulang layaknya orang dewasa. Tak main-main, pekerjaan yang dipilihnya pun adalah tukang bangunan. Bisa dibayangkan ya bagaimana perjuangannya. Pemerintah rasanya harus melihat bocah ini lebih jauh.
Sistem belajar yang serba online membuat sebagian kesusahan untuk menyesuaikan diri. Termasuk Catur yang minim fasilitas, dalam hal ini tidak memiliki handphone untuk bisa belajar. Bukan berarti ia tak berusaha untuk itu. Biasanya ia meminjam hp kakaknya. Namun sayangnya ia harus menunggu dulu sampai jam sembilan malam.
Alasannya lantaran kakaknya baru pulang kerja di jam tersebut. Mau tak mau Catur melakukan itu agar bisa tetap belajar. Namun ini rasanya cukup berat baginya, apalagi ia sering terlambat dalam belajar. Alhasil, ia pun berupaya bisa mengumpulkan uang agar punya handphone sendiri dan kuli bangunan dipilihnya sebagai cara.
Rasa-rasanya tidak ada orangtua yang tega membiarkan anaknya bersusah payah, apalagi di usia yang masih terbilang bocah. Seperti bapak dan ibu Catur yang sebenarnya tidak ikhlas anaknya bekerja menjadi kuli bangunan. Namun akhirnya mau tak mau restu pun dilontarkan, lantaran orangtua Catur juga tak bisa memberikan kebutuhan tersebut.
Dikatakan jika keluarga Catur perekonomiannya tidak seperti keluarga mapan. Dinding rumahnya bahkan masih bata merah. Catur sendiri begitu ingin punya handphone sendiri dan ia mengatakan akan bekerja keras untuk itu. Kenapa kuli? Mungkin pekerjaan ini satu-satunya yang terpikirkan oleh sang anak untuk dilakukan.
Fenomena kuli cilik tentu saja menyita perhatian, termasuk dari pemilik rumah tempat Catur bekerja. Awalnya Catur diragukan untuk bisa bekerja. Ia masih kecil, tenaganya mungkin tak sekuat kuli yang sudah biasa dan dewasa. Namun nampaknya pemilik rumah bisa melihat kesungguhan tekad Catur.
Seiring berjalannya waktu, sang pemilik rumah bisa melihat kerja keras bocah ini. Ia mengatakan kalau catur sosok yang baik, rajin, dan cekatan. Tugasnya sehari-hari adalah membersihkan material-material bangunan, mengaduk semen, sampai mengayak pasir. Dalam sehari-harinya Catur dibayar tak kurang dari Rp50 ribu. Setidaknya perlu sebulan agar ia bisa membeli handphone untuk belajar.
BACA JUGA: Rela Utang hingga Panjat Pohon, Begini Perjuangan Mereka untuk Bisa Belajar Online
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan belajar di rumah nampaknya harus dilihat lagi lebih dalam. Ternyata tidak semua orangtua dan anak mampu untuk mengikuti. Tidak hanya Catur sebenarnya yang berjuang agar bisa memenuhi fasilitas belajarnya, ada anak-anak lain yang juga tengah mengupayakan hal yang sama.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…