Tayangan yang bagus tak hanya menyajikan visual yang keren dan sangar, tapi juga mengandung muatan nilai-nilai dan juga layak atau tidaknya dikonsumsi umur yang tersegmentasi. Ribet lho menyajikan tayangan yang benar-benar memenuhi kriteria seperti ini. Nah, makanya Indonesia bikin KPI yang punya visi untuk memberikan tayangan terbaik yang sarat akan nilai. Tapi, apakah yang mereka lakukan selama ini sudah benar dan sesuai?
Akhir-akhir ini makin banyak bullying yang diberikan kepada KPI. Banyak yang menganggap jika hadirnya mereka justru tidak berimbas apa-apa, selain malah mengurangi estetika tayangan gara-gara main sensor atau potong adegan yang tidak pas.
Sebenarnya, Indonesia butuh atau tidak sih dengan lembaga satu ini? Jawabannya dikembalikan para pemirsa. Namun, beberapa fakta berikut mungkin akan membuat berpikir sama seperti apa yang ada di judul.
Tak semua scene yang tayang di televisi sesuai dan baik untuk pemirsa. Makanya, hal-hal yang mempertontonkan bagian tubuh tertentu, senjata, rokok, dan segala sesuatu yang buruk pengaruhnya, langsung disensor oleh KPI. Bagus sih niatnya, namun lama-kelamaan hal tersebut makin absurd. KPI seolah tanpa analisis mendalam dulu, langsung main sensor semua yang dianggapnya tidak patut dipertontonkan, padahal sebenarnya tidak perlu sampai sebegitunya.
KPI memiliki hak untuk menyensor dan memotong adegan tertentu yang dinilai bermuatan tidak baik. Sayangnya, pada praktiknya mereka sering salah dalam melakukan hal ini. Seringnya, KPI menyensor apa yang tak patut disensor dan sebaliknya.
Berkebalikan dengan poin sebelumnya, KPI juga melakukan blunder dengan tidak melakukan sensor tayangan yang harusnya kena sensor. Contoh paling nyatanya ya jelas sinetron. Tayang di waktu prime time, sinetron sama sekali tidak kena filter. Padahal berbahaya tuh dampaknya bagi anak-anak yang kemudian akan mencontohnya.
Jujur saja, apa yang dilakukan KPI selama ini tidak terlalu memberikan dampak. Lihat saja pergaulan anak-anak sekarang yang jauh dari kata aman. Padahal semua tayangan sudah dibenahi menurut versi KPI.
Adegan berantem di-cut, bertarung dengan senjata-senjata di-cut dan sebagainya. Alhasil, yang kita tonton adalah sisanya. Memang aman sih, tapi tidak ada hal-hal gregetnya. Padahal, apa yang dicari dalam sebuah tayangan justu adalah itu. KPI membuang hal-hal seru dan penting dalam tontonan.
Sensor dan potong adegan sih boleh saja asal memang dalam koridor yang benar. Maksudnya yang benar-benar patut untuk disensor itulah yang harus diremang-remangkan. KPI selama ini sepertinya tidak melakukan sebuah gebrakan yang bagus. Kalau berkaca dari masa lalu, sepertinya apa yang mereka lakukan justru berakibat mundurnya moral pemirsanya, khususnya anak-anak.
Fenomena viral Arra, bocah lima tahun yang dikenal karena kepandaiannya berbicara dengan gaya dewasa, kembali…
Nama Fedi Nuril akhir-akhir ini kembali dikenal publik. Bukan karena kembali membintangi film dengan tokoh…
Kamis (20/3/2025) pukul 03.00 WIB, saat asyik scrolling media sosial X sambil sahur, mata tertambat…
Dunia aviasi Indonesia bakal semakin berwarna dengan kehadiran burung-burung besi baru. Indonesia Airlines, sebuah perusahaan…
Lagi-lagi rakyat Indonesia dibikin geleng-geleng kepala oleh ulah aparat penegak hukum. Kali ini kasusnya sedang…
Baru-baru ini, dunia hiburan Korea Selatan diguncang oleh skandal yang melibatkan aktor papan atas, Kim…