Setelah melalui banyak drama yang melelahkan hati, akhirnya putusan terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), sekaligus Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Setya Novanto menemui titik akhirnya juga. Atas perbuatannya yang merugikan negara ia harus menerima kenyataan jika 15 tahun ke depan akan dihabiskan di dalam bui.
Atas keputusan ini, ada banyak tanggapan yang muncul. Ada yang bersyukur karena akhirnya Sang Papa juga dihukum, ada pula yang yang protes karena hukuman tersebut terlalu sebentar. Tetapi bukan komentar-komentar tersebut yang akan kita bahas, melainkan lebih dari apa yang bisa kita ambil dari kasus ini.
Setelah tuntas dan sang pelaku mendapat hukuman yang mungkin (masih belum) setimpal, kita bisa belajar jika sebenarnya mengemban amanah itu tidaklah semudah mengucap janji saat kampanye. Ibaratnya, saat kucing dihadapkan dengan ikan asin, maka tak ada pilihan lain kecuali melahapnya. Begitu pula para pejabat yang tersandung kasus korupsi, bukan satu dua orang bukan? Kasus melahap uang yang bukan hak miliknya ini hampir terjadi di setiap periode kepemimpinan.
Mengapa hal ini terjadi? Negara kita sedang mengalami krisis pemimpin yang bertanggung tanggung jawab dan punya moral baik. Pemimpin yang diimpikan rakyat bisa membuat mereka makmur sejahtera, bukan malah menyengsarakan dan menambah beban penderitaan.
Lantas, bagaimana caranya agar Indonesia bisa dipimpin oleh orang yang tepat dan tidak akan berkhianat kepada rakyat? Jawabannya, sesuai dengan kata mutiara yang sering kita dengar jika semua harus dimulai dengan generasi muda yang berkualitas. Ya, lagi-lagi generasi muda yang dipermasalahkan. Memang, terdengar sekilas kata-kata ini sangatlah klise, tapi jika saja dulu mereka telah mengenyam pendidikan agama yang cukup, serta menanamkan janji kepada diri sendiri untuk tetap pada jalur seharusnya, pasti tagline #Indonesiabersihkorupsi tak sebatas bualan belaka. Setuju?
Para elit politik lain juga bisa belajar, jika sepandai apapun mengelak, hukum itu tetap akan berlaku. Walaupun di dunia nyata kamu lolos dan tidak sempat mengenakan seragam orange, toh yang maha mengadili punya lembaga hukum yang tidak bisa dihindari.