Nama Jonru Ginting pasti tidak asing di telinga masyarakat Indonesia yang gemar berselancar di dunia maya. Ia sangat populer baik di facebook, twitter, dan instagram. Bahkan namanya pun sering disebut-sebut di grup whatsapp disertai dengan artikel yang ia tulis di Facebook.
Pria berusia 46 tahun ini cukup lihai dalam menulis. Kebanyakan artikelnya di Facebook dibagikan hingga ribuan kali. Tanggapan masyarakat pun bermacam-macam. Ada yang cuek, ada yang memuji, ada pula yang mencaci maki. Kadang ia dijadikan guru, kadang ia dijadikan bahan guyonan. Banyak yang menggemari tulisannya, banyak juga yang membenci. Nah, sebelum memutuskan kamu mau masuk kelompok fans atau hatersnya Jonru, yuk cari tahu dulu fakta-faktanya!
Menulis adalah Passion-nya
Meskipun saat kuliah ia mempelajari akuntansi dan berkutat dengan angka-angka, Jonru memiliki passion yang bertolak belakang dengan jurusannya tersebut. Saat kuliah, ia kerap mengirimkan cerpen karangannya ke majalah. Ia bahkan pernah menjuarai lomba cerpen yang diadakan majalah Anita! Selepas kuliah, ia bekerja sebagai content editor dan menerbitkan beberapa novel serta buku baik fiksi maupun non-fiksi.
Beberapa karya Jonru di antaranya adalah novel Cinta Tak Terlerai yang diterbitkan oleh Dar! Mizan pada tahun 2005, kumpulan cerpen Cowok di Seberang Jendela yang terbit pada tahun 2005 oleh Lingkar Pena Publishing House, Cara Dahsyat Menjadi Penulis pada tahun 2008 melalui penerbit Tiga Serangkai. Kabarnya buku yang terakhir ini akan terbit edisi revisinya. Masih ada banyak lagi buku yang pernah ditulis Jonru. Ada yang pernah membaca atau mengoleksi buku karya penulis kelahiran Sumatera Utara ini?
Pendukung Prabowo di Pilpres 2014
Rasanya ini fakta yang sudah diketahui banyak orang, ya. Jonru menggunakan media sosial untuk mendukung idolanya di pemilihan presiden pada tahun 2014 yang sayangnya tidak berhasil menduduki jabatan tertinggi di Indonesia tersebut. Hingga saat ini pun ia masih memperlihatkan keberpihakannya pada Prabowo Subianto dan dan cukup sering mengkritik Jokowi.
Jago Marketing Online
Setuju atau tidak dengan tulisan Jonru, kita harus mengakui bahwa ia pandai menggunakan kesempatan untuk menjaring pasar yang lebih besar. Jutaan orang yang sebelum tahun 2014 tidak pernah mendengar nama Jonru kini mengenalnya. Mereka yang penasaran dengan orang ini mulai membaca semua tulisannya, mengikutinya di media sosial (followersnya naik sampai puluhan ribu, lho!), mengunjungi website-website yang ia dirikan, dan bahkan membeli bukunya. Bayangkan saja jika ribuan orang melakukan ini, mereka sudah menyumbang berapa duit untuk Jonru dan keluarga? Ini bukan penipuan, tapi pemasaran jitu!
Kerap Mengadakan Pelatihan Jurnalistik
Siapa sih yang nggak pengen tulisannya dibaca dan dikutip oleh ribuan orang? Mereka yang tertarik untuk menjadi penulis seperti Jonru bisa mengikuti pelatihan-pelatihan jurnalistik yang ia adakan. Di sana ia memberikan tips-tips menulis dan menceritakan tentang aktivititasnya di dunia maya.
Tidak Mau Disebut Mualaf
Tidak ada yang tahu agama keluarga Jonru saat ia masih kecil. Ia mengaku tidak merasa menjadi mualaf karena pindah keyakinan di umur 5 tahun saat ia belum tahu apa-apa. “Almarhum ayah saya adalah mualaf, beliau yang mendapat hidayah. Saya hanya ikut-ikutan,” tulisnya di blog pribadinya.
Merasa Namanya Dicemarkan
Jonru pernah berurusan dengan polisi sekali di tahun 2014. Posisinya saat itu sebagai pelapor. Ia melayangkan tuduhan pencemaran nama baik pada Ahmad Sahal dan Rivan Heriyadi yang menggunakan namanya sebagai kosa kata baru. Ahmad dan Rivan bergurau di media sosialnya dengan menggunakan kata ‘jonru’ sebagai ganti kata ‘fitnah’.
Dua Kali Dilaporkan ke Polisi
Sosok penulis yang lahir dengan nama Jon Riah Ukur ini memang kontroversial. Sebagian orang geram akan tulisannya, sebagian lagi memuja-muja. Meskipun ia pernah meraih penghargaan Internet Sehat Blog Awards di tahun 2009, rupanya banyak juga yang tidak setuju ia menggunakan internet dengan maksud baik.
Di tahun 2014, muncul petisi yang meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mmeblokir akun Jonru. Namun karena tanda tangan yang dikumpulkan tidak banyak, petisi tersebut tidak ditindaklanjuti. Tiga tahun setelahnya, yaitu saat ini, mereka yang resah akan ulah Jonru memberanikan diri untuk melaporkan penulis tersebut ke kepolisian dengan tuduhan melakukan hate speech atau ujaran kebencian.
Akhir bulan Agustus kemarin, seorang pengacara bernama Muannas Al Aidid mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan Jonru dengan tuduhan penyebaran ujaran kebencian. Muannas berpendapat tulisan Jonru bisa mengakibatkan perpecahan bangsa. Muannas menekankan tuduhan ini dialamatkan pada tulisan Jonru sejak awal Maret 2017, khususnya yang menfitnah adanya sogokan sebesar 1,5 triliun pada Nahdlatul Ulama dan asal-usul Presiden.
Tidak berhenti di situ, satu lagi laporan terhadap Jonru dilayangkan beberapa waktu lalu. Kali ini pengacara bernama Muhamad Zakir Rasyidin. Tuduhannya sama seperti Muannas Al Aidid yaitu penyebaran ujaran kebencian. Mendengar namanya menjadi terlapor di kepolisian, Jonru nggak habis akal. Dia sudah menggandeng pengacara-pengacara ternama untuk membelanya nanti saat penyelidikan.
Dunia maya, khususnya media sosial adalah pisau bermata dua. Bisa dimanfaatkan untuk menyebar kebaikan, bisa juga digunakan untuk menyebar kebencian. Apa yang Jonru lakukan bisa jadi adalah keduanya. Menurutmu yang sudah mengamati sepak terjang si penulis, ia berada di ujung pisau yang mana?