Negara kita memiliki ribuan suku yang tersebar di seluruh penjuru pulau. Banyaknya suku membuat Indonesia kaya akan perbedaan, yang menyentuh hampir segala aspek kehidupan masyarakat, salah satunya adalah cara berkabung.
Kalau di Jawa, kita mengenal acara kirim doa selama 7 hari berturut-turut saat ada anggota keluarga yang meninggal. Namun, di daerah Papua beda lagi. Ada sebuah suku di sana yang memotong daun telinga ketika sedang berduka cita.
Tradisi ini dilakukan oleh suku Dani. Mereka tak hanya melakukan potong jari saja, tapi juga memotong daun telinga yang disebut dengan istilah Nasu Palek. Bikin geleng kepala saat mengetahuinya ya? Tapi mereka punya latar belakang seperti yang akan diulas oleh Boombastis berikut ini.
Setiap orang memang memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkan rasa berdukanya. Namun, cara yang dilakukan oleh masyarakat Dani di Papua ini termasuk dalam kategori sadis. Mereka memotong sedikit daun telinga ketika anggota keluarga yang meninggal. Tradisi memotong daun telinga atau Nasu Palek ini bertujuan untuk menyampaikan rasa duka atas kepergian anggota keluarga. Ibaratnya rasa sakit yang dirasakan saat upacara pemotongan daun telinga mewakili kepedihan saat ditinggal orang yang dicintai.
Hidup di pedalaman nggak semudah seperti di desa atau di kota. Fasilitas yang ada untuk menyokong kehidupan sehari-hari tentulah minim sekali. Untuk melakukan tradisi Nasu Palek ini, masyarakat Dani menempuh cara yang bisa dikatakan mengerikan. Mereka menggunakan bambu yang sudah diiris tipis untuk memotong daun telinga. Sakit sih jangan ditanya, pasti rasanya sampai ke dada. Ya, itulah memang yang ingin disampaikan melalui tradisi ini. Rasa sakit yang mendalam karena ditinggal keluarga.
Tradisi potong daun telinga untuk berduka ini sudah ada sejak dulu kala. Baik pria maupun wanita melakukannya saat ada anggota keluarga yang berpulang. Bedanya, kalau wanita menjalani tradisi Ikipalin terlebih dahulu, yaitu memotong jari tangan. Jika jari tangan sudah habis, barulah mereka menjalankan tradisi Nasu Palek. Sedangkan untuk para pria suku Dani, mereka akan langsung menjalankan tradisi Nasu Palek ketika kehilangan anggota keluarga. Setelah itu diikuti dengan mandi lumpur. Namun, sebelum mandi lumpur luka di telinga dibungkus terlebih dahulu dengan tanaman obat-obatan.
Semakin lama peradaban manusia juga berkembang. Begitu pula dengan tradisi Nasu Palek ini. Saat ini sudah banyak masyarakat suku Dani yang meninggalkan praktik memotong daun telinga. Penyebab ditinggalkannya tradisi ini adalah karena perkembangan jaman dan mulai masuknya pengaruh agama. Efek baik ditinggalkannya tradisi ini adalah mereka tak lagi harus mengorbankan dan kehilangan anggota tubuhnya. Di sisi lain, masyarakat setempat kehilangan sebuah tradisi dari nenek moyang.
Satu ruas jari yang berharga atau satu irisan telinga yang berkurang menunjukkan hormat mereka pada ayah, ibu, anak, maupun saudara yang berpulang. Meski menyakitkan, tradisi ini memiliki filosofi yang mendalam tentang keberadaan dan kehilangan kerabat. Sementara itu, luka dan kehilangan pada akhirnya akan pulih seiring waktu berlalu.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…