Tenaga maupun energi nuklir dan teknologi sejenis memang belum sepenuhnya berkembang di Indonesia. Selain keterbatasan ilmu dan teknik pengolahannya, limbah radiasi yang ditimbulkan menjadi ancaman yang selama ini dikhawatirkan oleh banyak pihak. Meski demikian, hal tersebut bukannya tak mungkin dapat diwujudkan. Mengingat, Indonesia ternyata memiliki cadangan nuklir bernama thorium.
Dilansir dari batan.go.id, tanah nusantara setidaknya menyimpan cadangan thorium sebesar 210.000 hingga 270.000 ton. Tentu saja,hal ini menjadi berita gembira sekaligus tantangan bagi para ahli yang harus segera dipecahkan. Selain tak kalah dengan uranium yang selama ini digunakan pada teknologi nuklir, seperti apa kehebatan thorium?
Dikenal lebih unggul dibandingkan uranium
Sama seperti uranium, thorium juga termasuk sebagai salah satu jenis senyawa radioaktif namun lebih ramah lingkungan. Benda yang juga disebut sebagai nuklir hijau tersebut, bahkan dianggap memiliki kelebihan lain dibanding uranium yang umum digunakan. Menurut Matt Krause yang merupakan pakar dari International Atomic Energy Agency (IAEA) menjelaskan, thorium lebih stabil dibanding uranium, hanya saja penggunaannya lebih sulit.
Tersebar di sela-sela suburnya tanah Indonesia
Tanah Indonesia yang dikenal subur, ternyata menyimpan tumpukan thorium hingga mencapai 210.000 – 270.000 ton yang tersimpan di Bangka, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat. Dikutip dari batan.go.id, potensi thorium di berbagai belahan dunia diperkirakan mencapai 3 – 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan uranium yang kini jamak digunakan sebagai energi nuklir. Dengan modal tersebut, Indonesia diharapkan bisa mengejar teknologi pengolahannya agar bisa segera direalisasikan dalam bentuk energi.
Memerlukan biaya tinggi dan teknologi yang mumpuni
Sayang, keberadaan thorium di dalam negeri bukan hanya sebagai anugerah, tapi juga tantangan untuk dicari solusinya. Seperti yang diutarakan oleh Matt Krause, pengolahannya terbilang tidak gampang. Selain harus menyediakan dana penelitian yang diproyeksikan menelan dana sebesar US$ 299 juta (Rp 4.,224 triliun), pemerintah juga bisa mengembangkan uranium terlebih dahulu sebelum berlanjut ke thorium. Hal ini dikarenakan thorium membutuhkan uranium 235 agar dapat dikonversi menjadi uranium 232 dan siap digunakan sebagai sumber energi.
Upaya Indonesia merintis penggunaan energi nuklir
Bukannya berpangku tangan, Indonesia juga berusaha mengembangkan teknologi nuklirnya dengan serangkaian penelitian internasional. Salah satu bentuknya adalah dengan mempersiapkan pembangunan reaktor daya eksperimental (RDE) berkapasitas 10 megawatt thermal, di Puspiptek, Serpong. Nantinya, RDE akan diujicoba dengan uranium dulu baru nantinya dengan thorium. “Butuh beberapa dekade sampai PLTN berbasis thorium dapat terwujud. Butuh waktu untuk pengembangan thorium. Kita prioritaskan uranium, baru setelah itu thorium,” ujar Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto.
BACA JUGA: Mengenal Yudi Utomo, Penemu Kontainer Limbah Nuklir yang Diagung-agungkan Amerika
Meski saat ini masih termasuk dalam rencana, Indonesia setidaknya telah memiliki modal besar dengan ketersediaan senyawa thorium di dalam negerinya. Dengan upaya yang intensif serta adanya kerja sama berupa penelitian dan pengembangan, bukan tidak mungkin Indonesia suatu saat bisa menggunakan senyawa tersebut sebagai kebutuhan energi masyarakatnya.