Minat orang-orang Indonesia terhadap bahasa Korsel itu cukup tinggi lho. Salah satunya terbukti dari banyaknya lembaga kursus bahasa Korsel yang masih laris manis sekarang. Tujuan masyarakat mempelajari bahasa negeri ginseng ini sendiri banyak. Ada yang tujuannya untuk traveling, keperluan kerja, atau bahkan se-simple biar nonton drama Korea nggak pakai subtitle.
Memang, mempelajari bahasa Korea bisa lewat kursus, tapi kalau kamu mau cara lain yang lebih asyik mungkin bisa datang ke pemukiman suku Cia-Cia yang ada di Sulawesi Tenggara ini. Percaya nggak percaya, di sini banyak orang yang mahir berbahasa Korea atau yang disebut juga dengan Hangul. Unik, ya? Kenapa bisa begitu, alasannya nggak lain karena orang-orang sana memang sengaja mempelajari bahasa Korea. Implementasinya pun sangar, nggak hanya jadi bahasa keseharian, tapi juga disematkan di jalan-jalan.
Kamu mungkin bertanya-tanya, kenapa suku yang bisa dibilang jauh dari modernitas ini bisa ter-influence untuk mempelajari Hangul. Apakah karena dijajah atau semacamnya? Tentu saja bukan. Ada beberapa alasan khusus kenapa hal ini bisa terjadi. Jawabannya ada di ulasan berikut.
Adalah hal penting bagi anak-anak untuk mengetahui budaya di tempat mereka lahir dan tinggal. Nggak hanya untuk tujuan melestarikan tapi juga sebagai penguat identitas. Sayangnya, dalam hal ini suku Cia-Cia mengalami problematika serius. Anak-anak suku ini sudah mulai tak tahu budaya, termasuk bahasa mereka sendiri yakni Cia-Cia.
Bahasa daerah adalah bagian dari budaya yang sangat penting. Ibaratnya seperti kunci untuk membuka banyak pintu. Anak-anak Cia-Cia yang tak mengerti bahasa sendiri dikhawatirkan akan membuat suku ini musnah kulturnya ketika para sesepuh sudah tiada. Lantaran ini adalah hal krusial, kemudian disiasati cara agar anak-anak mau mempelajari bahasanya sendiri. Akhirnya didapati solusi dengan mengajarkan Hangul alias bahasa Korea.
Kenapa bahasa Korsel bisa dipakai di sini, hal tersebut diawali dari Walikota Bau-Bau bernama Abidin yang curhat kepada seorang profesor bernama Chun Thai Yun. Kepada sang profesor, Abidin mengatakan jika bahasa Cia-Cia mengalami pemudaran karena tak memiliki aksara. Curhatan ini kemudian membawa profesor Yun untuk menceritakannya lagi kepada teman-temannya yang ada di Seoul, Korsel.
Singkat cerita, setelah para ahli di Korsel mempelajari bahasa Cia-Cia, akhirnya diputuskan jika Hangul bisa dipakai sebagai aksaranya. Hal ini kemudian disebarkan dan akhirnya diterima dengan antusias terutama oleh para pengajar di sekolah. Berawal dari sini, Hangul pun sangat populer di Cia-Cia.
Keputusan untuk memakai aksara Hangul sebagai metode penulisan untuk bahasa Cia-Cia, bukan tanpa pertimbangan dan asal cocok saja. Hal ini sudah melewati tahap analisa mendalam oleh para profesor di Korsel sana. Menurut para pengajar Hangul di Cia-Cia, bahasa negeri ginseng itu memang bisa mewadahi kosa kata dalam Cia-Cia. Meskipun nggak seratus persen match antara keduanya.
Cia-Cia bisa dibilang nggak benar-benar mengadopsi tapi mengadaptasi. Pasalnya, untuk beberapa kata di Cia-Cia ternyata tidak bisa dituliskan di Hangul. Makanya kemudian disesuaikan lagi sesuai kebutuhan. Meskipun demikian, lebih dari 90 persen diksi Cia-Cia bisa dituliskan dalam Hangul.
Kita pasti senang luar biasa ya kala tahu Suriname ternyata ada yang pakai bahasa Indonesia dan Jawa. Hal yang sama juga dialami oleh orang-orang Korsel ketika tahu aksara mereka diadaptasi masyarakat Cia-Cia. Orang-orang negeri ginseng sangat mengapresiasi hal tersebut, bahkan beberapa kali mereka mampir ke Cia-Cia.
Nggak hanya itu saja, beberapa kali pemerintah Korsel mengirim bantuan ke sekolah-sekolah di Cia-Cia. Entah uang, barang-barang seperti komputer, atau bahkan undangan beasiswa ke Seoul untuk para guru di Cia-Cia. Hubungan harmonis ini tetap terjaga baik sampai sekarang. Bahkan katanya ada wacana kalau antara Pemda Bau-Bau dan pemerintah Korsel sepakat menjadikan daerah ini sebagai sister city-nya Seoul.
Hangul bisa sukses diimplementasikan di Cia-Cia nggak lepas dari peran anak-anak sekolah di sana. Ya, siapa yang menyangka jika mereka sangat menyukai aksara asing tersebut. Nggak seperti latin yang begitu-begitu saja, Hangul menurut anak-anak Cia-Cia sangat unik dan lucu.
Antusiasme anak-anak Cia-Cia berdampak sangat baik bagi eksistensi Hangul di sana. Bahkan bahasa asing itu pun menyebar luas serta menyedot minat sekolah-sekolah lain di sekitar Cia-Cia. Dengan begini masyarakat Cia-Cia pun sudah lega karena kultur takkan pernah hilang. Tak masalah memakai Hangul itu justru jadi semacam keunikan tersendiri.
Baca Juga: Lingon, Suku Primitif Berfisik Eropa yang Hanya Ada di Indonesia
Hangul seperti sudah merajai Cia-Cia hari ini. Nggak hanya masuk dalam kurikulum, aksara asing ini juga diimplementasikan di banyak hal. Kalau kamu ke sana, bakal ketemu tuh dengan plang-plang jalan yang bertuliskan Hangul. Unik nih dan mungkin hanya satu-satunya di Indonesia.
Kasus baru, masalah lama. Begitulah kira-kira jargon yang cocok disematkan kepada Menteri Peranan Pemuda dan…
Selain susu dari sapi atau kambing, kamu mungkin sudah pernah mendengar susu dari almon atau…
Kamu pasti sudah nggak asing lagi dengan nama Labubu, atau Boneka Labubu. Jelas saja, karena…
Di dalam hutan lebat Papua, terdapat salah satu burung terbesar dan paling menakjubkan di dunia,…
Siapa yang tidak kenal Hikigaya Hachiman? Tokoh utama dari *OreGairu* ini dikenal dengan pandangan hidupnya…
Belakangan ramai perbincangan mengenai dugaan eksploitasi yang dialami mantan karyawan sebuah perusahaan animasi yang berbasis…