in

Kilas Balik Sejarah Perang Aceh, Pertempuran Terlama yang Bikin Militer Belanda Frustasi

Kilas balik sejarah peperangan yang pernah terjadi di Indonesia memang tak lepas dari kisah-kisah heroik. Tak hanya soal kepahlawanan, tapi jalan cerita mereka saat berjuang juga terekam zaman sebagai bentuk peperangan yang luar biasa dahsyatnya. Hal ini salah satunya tergambarkan pada Perang Aceh di 26 Maret 1873 silam.

Sikap arogan Belanda yang menerjunkan militernya untuk menguasai Aceh, membuat masyarakat setempat tersulut amarahnya dan kemudian memutuskan untuk berperang. Pertempuran demi pertempuran berdarah tersaji di kedua belah pihak. Sengitnya perlawanan pada pejuang Aceh, membuat militer Belanda kewalahan hingga perang pun berlarut-larut selama 30 tahun lebih.

Kedatangan awal militer Belanda yang menyulut konflik

Kedatangan Belanda yang hendak memaksakan Kesultanan Aceh untuk mengakui Hindia Belanda, menjadi awal konflik yang kelak menjadi peperangan berdarah dan terlama sepanjang sejarah bangsa ini. Karena ditolak mentah-mentah, Belanda pun akhirnya menyatakan perang terhadap Aceh.

Johannes Benedictus van Heutsz (tengah) dengan pasukannya dalam Perang Aceh, 1901 [sumber gambar]
Jika dilihat secara seksama, apa yang dilakukan Belanda sejatinya merupakan pelanggaran terhadap perjanjian dengan Inggris lewat Traktat London. Di mana isinya menyebutkan bahwa Belanda dilarang mengganggu kemerdekaan Aceh sebagai wilayah yang berdaulat. Karena dilanggar, perang pun berkobar tak lama kemudian.

Perlawanan Kesultanan Aceh yang membuat peperangan semakin sengit

Belanda sebagai pihak yang menyatakan perang, mengerahkan ribuan tentara yang terdiri dari tamtama, bintara, hingga perwira. Beberapa dari divisi militer yang diterjunkan, bahkan telah dilengkapi dengan senapan laras panjang modern merek Beaumont, yang sudah menggunakan teknologi pengisian mesiu dari belakang.

Ilustrasi para pejuang Aceh [sumber gambar]
Meski demikian, para pejuang Aceh yang dikenal gagah berani tak merasa gentar dengan hal tersebut. Peperangan berjalan sengit hingga membuat pihak Belanda kewalahan. Terlebih, pasukan Aceh diuntungkan dengan topografi daerahnya yang didominasi pantai berawa-rawa dengan pepohonan tinggi menjulang. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi perjuangan mereka.

Tewasnya Jenderal Kohler hingga perang yang berlangsung 30 tahun lamanya

Gelombang perang Aceh pertama dipimpin oleh Jenderal Kohler, di mana militer Belanda menurunkan sebanyak 3.000 prajurit. Serangan ini kemudian berhasil dipatahkan dan berujung tewasnya Kohler di tangan pasukan Aceh pada 14 April 1873. Tak patah arang, Belanda kembali melancarkan serangan dengan mengerahkan 8.000 tentaranya.

Pasukan Marsose Belanda saat perang Aceh [sumber gambar]
Untuk serangan kedua ini, Letjen J. van Swieten menjadi pucuk pimpinan tertinggi. Perang pun kembali berlanjut pada tahun 1874 hingga 1880. Pada 31 Januari 1874, Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh telah ditaklukkan dan menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Namun, Kesultanan Aceh diketahui masih terus mengobarkan peperangan.

Tercatat dalam sejarah sebagai salah satu perang terlama di dunia

Perang ketiga yang dimulai pada tahun 1881 sampai 1896 kembali berkobar. Taktik yang digunakan pasukan Aceh kali ini dengan cara gerilya. Hingga pada 1904, perang antara Belanda dan Aceh benar-benar berhenti. Kelak, konflik inilah yang dirasakan oleh Belanda sebagai peperangan yang sangat menguras tenaga, harta, dan pikiran mereka.

Para korban dari perang Aceh melawan Belanda [sumber gambar]
Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Vol I yang dikutip dari Historia menuliskan, pihak Aceh kehilangan empat persen penduduknya atau 70.000 orang tewas. Sementara di pihak Belanda, 35.000 serdadu KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) tewas.

BACA JUGA: 5 Fakta Kherkoff Peucut, Kuburan Tentara Belanda yang Jadi Bukti Ngerinya Perang Aceh

Sejarawan Indonesia, Azyumardi Azra, dalam bukunya Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara (2002) menyebutkan, perang yang melibatkan Kesultanan Aceh dan militer Belanda itu merupakan salah satu yang perjuangan terhebat yang pernah ada. Kedua belah pihak yang sama-sama menggunakan taktik militer, sampai harus berperang berpuluh-puluh tahun lamanya.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Masih Banyak Kerumunan, 4 Hal Ini Bikin Indonesia Sejatinya Belum Siap Hadapi ‘New Normal’

Pedang Al-Battar, Senjata Legendaris yang Dikatakan untuk Melawan Dajal di Akhir Zaman